
MNCDUIT.COM, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencetak rekor tertinggi baru di level 8.017,07 pada hari ini, Jumat (15 Agustus 2025). Pencapaian yang diraih pada pukul 10.27 WIB ini bertepatan dengan pidato kenegaraan Presiden Prabowo.
Namun, rekor tersebut tidak bertahan lama. IHSG kemudian mencari titik keseimbangan baru dan sempat terkoreksi ke zona merah. Untungnya, indeks kembali menguat dan berbalik ke zona hijau pada pukul 10.48 WIB, dengan saham-saham lapis kedua menjadi motor penggerak utama di sesi pagi ini.
Sentimen positif juga datang dari derasnya aliran dana asing yang terus membanjiri pasar saham Indonesia dalam sepekan terakhir menjelang perayaan HUT RI ke-80. Sejumlah saham menjadi incaran utama investor asing, di antaranya PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) dan PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM).
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), pasar saham Indonesia mencatatkan nilai beli bersih (net buy) asing sebesar Rp827,17 miliar pada perdagangan kemarin, Kamis (14 Agustus 2025).
Secara akumulatif, dalam sepekan perdagangan terakhir, *net buy* asing di pasar saham Indonesia mencapai Rp4,86 triliun. Meskipun demikian, secara *year-to-date* (ytd), pasar saham Indonesia masih mencatatkan nilai jual bersih (net sell) asing sebesar Rp56,48 triliun.
Adapun dalam sepekan terakhir, beberapa saham menjadi favorit investor asing dan mencatatkan *net buy* yang signifikan. Saham BBRI, misalnya, mencatatkan *net buy* asing sebesar Rp1,69 triliun.
Selanjutnya, saham TLKM mencatatkan *net buy* asing sebesar Rp1,47 triliun. Kemudian, saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) juga menarik minat investor asing dengan *net buy* sebesar Rp1,31 triliun.
Bank jumbo lainnya, PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI), mencatatkan *net buy* asing sebesar Rp446 miliar. Selain itu, saham PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) juga menjadi incaran dengan *net buy* asing sebesar Rp337 miliar.
Masuknya kembali dana asing ke pasar saham Indonesia turut mendongkrak kinerja IHSG. Pada perdagangan kemarin, Kamis (14 Agustus 2025), IHSG mencatatkan penguatan sebesar 0,49% dan ditutup di level 7.931,25.
Dengan performa tersebut, IHSG semakin kokoh di zona hijau dan telah menguat sebesar 12,02% secara *year-to-date* (ytd) sejak awal perdagangan tahun 2025.
Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer, menjelaskan bahwa berdasarkan pola sepanjang tahun 2025, fundamental yang kuat dan prospek jangka panjang menjadi pertimbangan utama investor asing dalam memilih emiten.
Miftahul juga melihat bahwa arus dana investor asing yang mulai kembali masuk ke saham-saham seperti BBCA dan BBRI pada kuartal III/2025 didorong oleh kombinasi antara valuasi yang kembali atraktif setelah mengalami koreksi.
“Proyeksinya, tren *inflow* ini bisa berlanjut jika kondisi makro tetap kondusif, Bank Indonesia menjaga atau bahkan mengkondusifkan level suku bunganya,” ujar Miftahul beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Equity Research Analyst Panin Sekuritas, Felix Darmawan, menilai bahwa terdapat peluang masuknya dana asing ke pasar saham Indonesia seiring dengan berbagai sentimen positif yang ada.
Dari sisi global, ekspektasi bahwa The Fed akan mulai melonggarkan kebijakan moneternya pada kuartal IV/2025 telah meningkatkan *risk appetite* investor terhadap aset-aset *emerging markets*, termasuk Indonesia. Hal ini turut mendorong arus masuk dana asing, terutama ke saham-saham berkapitalisasi besar yang valuasinya mulai dianggap menarik kembali.
“Kami memproyeksikan arus dana asing masih berpeluang positif di semester II/2025, meskipun tetap akan bersifat selektif dan sensitif terhadap perkembangan global seperti suku bunga dan tensi geopolitik,” kata Felix kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
IHSG mencetak rekor tertinggi baru di level 8.017,07 pada 15 Agustus 2025, bertepatan dengan pidato Presiden Prabowo, sebelum akhirnya mencari keseimbangan baru. Aliran dana asing yang deras ke pasar saham Indonesia dalam sepekan terakhir, menjelang HUT RI ke-80, turut mendorong penguatan IHSG.
Saham-saham seperti BBRI, TLKM, dan BBCA menjadi incaran utama investor asing dengan *net buy* signifikan. Analis melihat fundamental yang kuat dan prospek jangka panjang sebagai faktor utama investor asing memilih emiten, serta ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter The Fed turut meningkatkan *risk appetite* terhadap pasar *emerging markets* seperti Indonesia.