
MNCDUIT.COM JAKARTA. Walau tengah musim pembagian dividen, kinerja indeks saham-saham pembagi dividen besar, IDX High Dividend 20, justru mengalami tekanan. Penurunan ini menimbulkan pertanyaan di kalangan investor mengenai prospeknya di tengah maraknya pembagian keuntungan perusahaan.
Berdasarkan pantauan terbaru dari Google Finance, IDX High Dividend 20 tercatat berada di level 485,73 pada penutupan perdagangan Jumat (13/6). Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 0,98% dibandingkan hari sebelumnya. Sejak awal tahun, performa indeks ini masih berada di zona merah, terkoreksi 6,12%. Kondisi ini kontras dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sejak awal tahun berhasil menguat tipis 0,04% year-to-date ke level 7.166,06 pada tanggal yang sama, meskipun IHSG sendiri masih menunjukkan volatilitas.
Beberapa emiten yang menjadi penghuni setia IDX High Dividend 20 memang telah dan akan membagikan dividennya. Sebut saja PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang telah rampung membayar dividen final tahun buku 2024 pada 11 April 2025, dengan total pembagian mencapai Rp 30,81 triliun atau setara Rp 250 per saham. Emiten perbankan raksasa lainnya, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), juga telah menggelontorkan dividen tunai sebesar Rp 43,51 triliun atau Rp 466 per saham kepada para pemegang sahamnya.
Saham Emiten Migas Melambung di Tengah Lonjakan Harga Minyak Dunia
Tak ketinggalan, dua emiten Grup Astra, yaitu PT Astra International Tbk (ASII) dan PT United Tractors Tbk (UNTR), turut menebar dividen. ASII membagikan dividen final senilai Rp 12,46 triliun atau Rp 308 per saham untuk tahun buku 2024, sementara UNTR mendistribusikan dividen sebesar Rp 7,8 triliun atau Rp 2.151 per saham. Di sektor konsumer, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) bersiap membagikan dividen final senilai Rp 1,79 triliun atau Rp 47 per saham, disusul oleh PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) yang membagikan dividen tunai Rp 630 miliar atau sekitar Rp 21 per saham. Dari sektor pertambangan, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) akan membagikan dividen final Rp 3,6 triliun atau setara Rp 151,77 per saham, dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga akan membagikan dividen final sebesar Rp 3,8 triliun atau Rp 332 per saham.
Merespons fenomena ini, Analis Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, berpendapat bahwa kemungkinan besar sebagian investor melihat dividen yield yang ditawarkan oleh emiten-emiten penghuni IDX High Dividend 20 kurang menarik, meskipun rasio pembayaran dividen (DPR) yang ditetapkan terbilang besar. Faktor lain yang turut memengaruhi adalah prospek fundamental emiten yang juga berdampak pada kinerja saham, sehingga indeks tersebut ikut melemah. Jika ditelusuri lebih lanjut, beberapa saham di IDX High Dividend 20 memang termasuk dalam jajaran top laggard IHSG sejak awal 2025, seperti BMRI, BBCA, UNTR, ASII, dan ADRO.
Senada dengan Wafi, Praktisi Pasar Modal & Founder WH-Project, William Hartanto, menjelaskan bahwa kebiasaan pelaku pasar untuk melakukan profit taking pada tanggal ex-date turut menjadi pemicu penurunan harga saham, termasuk bagi emiten yang tergabung dalam IDX High Dividend 20. Penurunan ini bahkan terkadang cukup signifikan, sehingga menyeret performa indeks secara keseluruhan. William menambahkan, kondisi ini sebenarnya masih dalam batas wajar, mengingat mayoritas investor saham di Indonesia adalah investor ritel yang cenderung bergerak lebih cepat dalam mengikuti momentum. “Namun, selama fundamental emitennya bagus, maka performa harga saham akan kembali menguat setelah berakhirnya dampak dari ex-date,” tegasnya pada Jumat (13/6).
Bagi investor yang tertarik untuk memburu saham-saham anggota IDX High Dividend 20, Wafi mengingatkan bahwa risiko koreksi harga saham setelah ex-date adalah hal yang wajar. Bahkan, semakin besar dividen yield yang terlihat sebelum cum-date, biasanya koreksi harga saham setelah ex-date juga akan sebanding besarnya. “Investor perlu melihat kondisi fundamentalnya, bukan hanya faktual saat ini tapi juga potensi ke depannya,” saran Wafi, Jumat (13/6).
Wafi merekomendasikan beberapa saham IDX High Dividend yang dinilai memiliki prospek menjanjikan. Di antaranya adalah BMRI dengan target harga Rp 5.850 per saham, BBRI dengan target harga Rp 4.800 per saham, TLKM dengan target harga Rp 3.000 per saham, ANTM dengan target harga Rp 3.000 per saham, dan PTBA dengan target harga Rp 3.500 per saham.
Aneka Tambang (ANTM) dan Bukit Asam (PTBA) Tebar Dividen, Begini Pandangan Analis
Sementara itu, William Hartanto merekomendasikan untuk membeli saham JPFA, ITMG, PGAS, PTBA, ANTM, dan AKRA. Masing-masing dengan target harga Rp 1.800—2.100 per saham (JPFA), Rp 30.000 per saham (ITMG), Rp 2.000 per saham (PGAS), Rp 3.300 per saham (PTBA), Rp 3.700 per saham (ANTM), dan Rp 1.550 per saham (AKRA).
Meskipun IDX High Dividend 20 saat ini mengalami penurunan performa, William menegaskan bahwa indeks ini tetap dapat menjadi acuan penting bagi investor yang berorientasi pada keuntungan dividen maupun optimalisasi capital gain dari pergerakan harga sahamnya masing-masing.
Indeks IDX High Dividend 20 (HD20) saat ini mengalami tekanan, terkoreksi 6,12% sejak awal tahun hingga 13 Juni, kontras dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Penurunan ini disebabkan oleh persepsi investor terhadap dividen yield yang kurang menarik, prospek fundamental emiten, serta praktik profit taking oleh pelaku pasar pada tanggal ex-date. Beberapa konstituen HD20 seperti BBCA, BMRI, ASII, dan UNTR telah membagikan dividen besar, namun saham-saham tersebut juga menjadi penekan IHSG.
Analis menjelaskan bahwa koreksi harga saham setelah ex-date adalah hal wajar, terutama untuk saham dengan dividen yield tinggi. Namun, jika fundamental emitennya bagus, harga saham akan kembali menguat setelah dampak ex-date berakhir. Investor disarankan untuk mempertimbangkan fundamental dan potensi masa depan emiten, bukan hanya data saat ini. Meskipun demikian, HD20 tetap dianggap sebagai acuan penting bagi investor yang berorientasi pada keuntungan dividen dan capital gain.