MNCDUIT.COM – JAKARTA. Harga minyak mentah kembali tertekan pada hari Rabu (26 November 2025), dipicu oleh kombinasi kekhawatiran fundamental pasar dan meredanya tensi geopolitik global.
Menurut data dari Tradingeconomics pada Rabu (26 November 2025) pukul 18.40 WIB, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengalami penurunan sebesar 1,87% secara mingguan dan 5,17% secara bulanan, berada di level US$ 58,142 per barel. Sementara itu, harga minyak berjangka Brent juga mengalami penurunan, tercatat 1,37% secara mingguan dan 3,48% secara bulanan, menjadi US$ 62,642 per barel.
Wahyu Laksono, Founder Traderindo.com, mengungkapkan bahwa koreksi harga minyak ini sejalan dengan meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap potensi kelebihan pasokan minyak global. Proyeksi terkini mengindikasikan bahwa suplai minyak dari negara-negara non-OPEC+, seperti Amerika Serikat dan Brasil, berpotensi tumbuh lebih pesat dibandingkan dengan laju permintaan di tahun 2026.
Strategi Hasnur Internasional Shipping (HAIS) Capai Pertumbuhan Kinerja pada 2026
“Ketidakseimbangan inilah yang memicu kekhawatiran bahwa pasar berpotensi memasuki fase surplus, yang pada akhirnya akan kembali menekan harga komoditas energi ini,” jelas Wahyu kepada Kontan pada Rabu (26 November 2025).
Sentimen negatif tidak hanya berasal dari sisi penawaran. Kekhawatiran akan melemahnya permintaan global juga turut membebani pasar. Indikasi perlambatan ekonomi di beberapa negara besar, ditambah ketidakpastian dalam negosiasi perdagangan internasional, termasuk antara Amerika Serikat dan China, memperburuk prospek konsumsi energi global.
Kombinasi faktor-faktor ini membuat pelaku pasar semakin waspada terhadap potensi penurunan permintaan minyak dalam beberapa bulan ke depan.
Selain itu, kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) juga menjadi fokus perhatian utama para pelaku pasar. Sementara itu, meredanya ketegangan geopolitik di berbagai kawasan turut memberikan pengaruh pada dinamika harga minyak dunia.
Menilik ke depan, Wahyu memperkirakan bahwa tren koreksi harga minyak masih akan berlanjut. Dalam jangka pendek hingga menengah, harga minyak dinilai masih sangat rentan terhadap tekanan lebih lanjut. Pergerakan harga berpotensi mendekati level support yang lebih rendah apabila data-data ekonomi penting memicu sentimen negatif tambahan.
Lebih lanjut, jika The Fed tetap mempertahankan kebijakan hawkish dan menahan ruang pelonggaran suku bunga, tekanan terhadap perekonomian global dapat meningkat. Kondisi ini berpotensi berdampak langsung pada permintaan energi dan menahan sentimen positif di pasar minyak.
Namun, Wahyu juga mencermati adanya peluang pemulihan harga minyak pada periode 2027–2028, terutama setelah periode surplus yang diperkirakan akan mendominasi sepanjang tahun 2025–2026.
Pemulihan ini sangat mungkin terjadi ketika penurunan investasi di sektor energi mulai berdampak pada produksi global, sehingga secara bertahap mengembalikan keseimbangan antara penawaran dan permintaan.
“Dengan demikian, meskipun harga minyak dalam waktu dekat masih terkoreksi, pasar memiliki peluang untuk kembali pulih dalam jangka panjang,” imbuhnya.
Wahyu pun memproyeksikan harga minyak WTI pada akhir tahun 2025 akan berada di kisaran US$ 58,71 per barel. Sementara itu, minyak Brent diperkirakan akan berada di kisaran US$ 63,20 per barel.
Adapun pada akhir tahun 2026, Wahyu memperkirakan harga minyak WTI akan berada di kisaran US$ 64,26 per barel, dan harga minyak Brent akan berada di kisaran US$ 68,70 per barel.
Permintaan Semen Menurun, Simak Rekomendasi Saham Indocement (INTP)
Harga minyak mentah mengalami tekanan akibat kekhawatiran pasar terhadap potensi kelebihan pasokan global, terutama dari negara-negara non-OPEC+. Proyeksi menunjukkan pertumbuhan suplai minyak yang lebih pesat dibandingkan permintaan di tahun 2026, memicu kekhawatiran akan fase surplus dan tekanan harga.
Selain itu, kekhawatiran melemahnya permintaan global akibat perlambatan ekonomi dan ketidakpastian negosiasi perdagangan turut membebani pasar. Kebijakan suku bunga The Fed dan meredanya tensi geopolitik juga mempengaruhi dinamika harga minyak. Traderindo.com memperkirakan tren koreksi harga minyak akan berlanjut dalam jangka pendek hingga menengah.