
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja gemilang mulai menghampiri emiten-emiten di sektor kawasan industri, didorong oleh geliat pesat pengembangan ekosistem kendaraan listrik (EV) di lahan milik mereka. Prospek cerah ini menjadi angin segar yang menarik perhatian investor.
Salah satu pemain utama, PT Jababeka Tbk (KIJA), sukses mengantongi mayoritas pendapatan prapenjualan atau marketing sales dari kontribusi pembangunan ekosistem EV. Sekretaris Perusahaan KIJA, Mulyadi Suganda, mengungkapkan bahwa per kuartal I 2025, Jababeka telah membukukan marketing sales sebesar Rp 1,19 triliun. Angka ini setara dengan 34% dari target marketing sales KIJA untuk tahun 2025 yang dipatok sebesar Rp 3,5 triliun. Mayoritas pendapatan ini, imbuhnya, berasal dari sektor manufaktur dan investor global, termasuk segmen data center dan industri EV.
Tak kalah menarik, PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) juga menjadi sorotan. Lahan industri milik SSIA di Subang Smartpolitan seluas 108 hektare dari total 1.600 hektare telah diakuisisi oleh raksasa produsen mobil listrik asal China, BYD, pada tahun 2024. Kontan mencatat, per semester I 2025, SSIA sendiri telah mencatatkan marketing sales sebesar 8,3 hektare dari proyek Subang Smartpolitan, sementara marketing sales dari Karawang mencapai 4,8 hektare, seperti disampaikan oleh VP of Investor Relations & Sustainability SSIA, Erlin Budiman.
Masuknya BYD ke kawasan SSIA memicu minat investasi dari Grup Djarum. Terbukti, PT Dwimuria Investama Andalan, perusahaan induk Grup Djarum, mengakuisisi seluruh sisa saham treasuri SSIA sebanyak 62,93 juta saham. Transaksi signifikan ini terjadi pada tanggal 22 Juli 2025, dengan harga Rp 2.700 per saham, yang didasarkan pada rerata harga saham SSIA selama 90 hari terakhir. Berdasarkan data RTI, saham SSIA ditutup pada level Rp 2.600 per saham pada akhir perdagangan 24 Juli.
Prospek dan Rekomendasi Saham
Selain geliat industri EV, sentimen positif lainnya datang dari potensi penurunan tarif impor Amerika Serikat (AS) dan suku bunga Bank Indonesia (BI). Namun, baik KIJA maupun SSIA masih bersikap hati-hati, dengan Erlin Budiman menyatakan, “Kami masih terus melihat dulu perkembangannya.”
Meskipun demikian, Analis Senior Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, optimis bahwa kinerja emiten kawasan industri di kuartal II 2025 dapat membaik dibandingkan kuartal sebelumnya. Sebagai gambaran, SSIA melaporkan pendapatan sebesar Rp 1,06 triliun di kuartal I 2025, sedikit menurun 2,1% dari Rp 1,09 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Fenomena ini terbilang anomali, mengingat harga saham SSIA yang justru melesat hingga 93,31% sejak awal tahun 2025. Sebaliknya, KIJA membukukan pendapatan konsolidasi sebesar Rp 1,29 triliun di kuartal I 2025, tumbuh impresif 87% dibandingkan Rp 690 miliar pada periode yang sama tahun lalu, namun pergerakan sahamnya cenderung stagnan sejak awal tahun.
Nafan mengamati bahwa kenaikan harga saham emiten kawasan industri tidak sepenuhnya didorong oleh fundamental semata. Ia memprediksi kinerja di semester II akan lebih baik, terutama didukung oleh potensi penurunan suku bunga BI yang dapat meredakan biaya kredit dan sewa. Menurutnya, saham SSIA telah terapresiasi signifikan dan digadang-gadang berpeluang besar masuk ke indeks MSCI Small Cap. Kendati demikian, Nafan merekomendasikan sell on strength untuk SSIA, dengan sentimen negatif dari dinamika perang dagang global yang masih membayangi.
Dukungan terhadap peluang SSIA masuk indeks MSCI Small Cap juga datang dari Analis Samuel Sekuritas, Ahnaf Yassar dan Prasetya Gunadi. Mereka memperkirakan pengumuman akan dilakukan pada 7 Agustus 2025 dan berlaku efektif mulai 27 Agustus 2025. Peluang ini kian terbuka setelah saham SSIA melonjak, salah satunya berkat akuisisi 5,89% saham oleh Grup Djarum. Kenaikan harga tersebut berhasil mendorong kapitalisasi pasar free float SSIA menjadi US$ 618 juta, jauh melampaui ambang batas US$ 250 juta yang disyaratkan. Selain potensi masuk MSCI, proyeksi penjualan lahan SSIA yang menargetkan sekitar 60–70 hektare per tahun dalam beberapa tahun ke depan juga menjadi daya tarik kuat. Samuel Sekuritas pun merekomendasikan beli untuk SSIA dengan target harga Rp 4.000 per saham.
Senada, Head of Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia Suryanata, melihat penurunan suku bunga BI ke level 5,25% akan sangat mendukung pembiayaan lahan dan proyek-proyek baru di industri kawasan industri. Selain itu, potensi penurunan Tarif Trump untuk Indonesia juga dapat membuka pintu ekspansi ekspor industri. Liza menilai indikasi SSIA masuk MSCI Small Cap sangat kuat, mengingat kapitalisasi free-float SSIA telah melampaui syarat MSCI, serta likuiditas harian dan ATVR-nya juga memenuhi kriteria. Hal ini berpotensi menarik dana asing, memperbesar kolam investasi, dan pada akhirnya mendongkrak valuasi saham SSIA. Saat ini, price to earning ratio (PER) SSIA tercatat -140,93x dan price to book value (PBV) ratio 2,2x. Liza menambahkan, sentimen positif lain bagi emiten kawasan industri adalah peningkatan permintaan layanan jasa, serta masuknya investasi di sektor data center dan otomotif. Namun, ia juga menyoroti sentimen negatif berupa potensi perlambatan ekonomi global dan backlog jangka panjang. Meskipun demikian, Liza belum memberikan rekomendasi saham spesifik untuk emiten kawasan industri.
Sementara itu, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana, melihat pergerakan saham SSIA berada di level support Rp 2.530 per saham dan resistance Rp 2.680 per saham. Herditya merekomendasikan buy if break untuk SSIA dengan target harga Rp 2.730 – Rp 2.810 per saham.
Geliat pengembangan ekosistem kendaraan listrik (EV) secara signifikan mendorong kinerja emiten kawasan industri, seperti PT Jababeka Tbk (KIJA) dan PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA). KIJA mencatat marketing sales Rp 1,19 triliun di kuartal I 2025, sebagian besar berasal dari sektor manufaktur dan EV. Meskipun pendapatan konsolidasinya tumbuh 87% YoY, saham KIJA cenderung stagnan.
SSIA menarik perhatian dengan akuisisi lahan 108 hektare oleh raksasa EV BYD, diikuti akuisisi saham treasuri SSIA oleh Grup Djarum yang mendongkrak sahamnya 93,31% YTD. Analis optimis kinerja emiten akan membaik, memproyeksikan SSIA berpeluang besar masuk indeks MSCI Small Cap. Potensi penurunan suku bunga BI dan masuknya investasi baru juga menjadi sentimen positif, mendorong rekomendasi beli untuk SSIA dari beberapa sekuritas.