
Kinerja emiten Crude Palm Oil (CPO) di Indonesia menunjukkan performa yang sangat positif sepanjang paruh pertama tahun 2025, mencerminkan pemulihan dan pertumbuhan yang signifikan di sektor kelapa sawit.
Salah satu pemain utama, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), berhasil membukukan pendapatan bersih sebesar Rp 14,44 triliun pada Semester I 2025. Angka ini melonjak 40,07% dibandingkan capaian Rp 10,31 triliun pada periode yang sama tahun 2024. Peningkatan pendapatan ini juga berbanding lurus dengan pertumbuhan laba bersih AALI yang dapat diatribusikan kepada pemilik perusahaan, mencapai Rp 702,12 miliar per 30 Juni 2025, naik 40,13% dari Rp 501,04 miliar di Semester I 2024.
Performa serupa juga ditunjukkan oleh PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG). Perseroan ini mencatatkan pendapatan dari kontrak dengan pelanggan sebesar Rp 5,50 triliun hingga Semester I 2025, meningkat 35,11% secara year-on-year (YoY) dari Rp 4,07 triliun di periode yang sama tahun 2024. Lebih impresif lagi, laba bersih TAPG meroket 75,31% menjadi Rp 1,69 triliun per 30 Juni 2025, dari sebelumnya Rp 966,34 miliar per 30 Juni 2024.
Tidak ketinggalan, PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) juga mencatatkan penguatan signifikan pada penjualan dan laba bersihnya di paruh pertama 2025. Pendapatan DSNG mencapai Rp 6,08 triliun pada Semester I-2025, meningkat 29,28% YoY dari Rp 4,7 triliun di periode yang sama tahun 2024. Laba bersih DSNG bahkan melambung 80% YoY menjadi Rp 915 miliar, utamanya ditopang oleh peningkatan volume penjualan dan harga jual rata-rata minyak sawit mentah (CPO).
Direktur Utama DSNG, Andrianto Oetomo, menjelaskan bahwa pertumbuhan volume penjualan CPO selaras dengan kenaikan produksi tandan buah segar (TBS) sebesar 3,9% YoY, mencapai 1,1 juta ton di Semester I-2025. Selain itu, Average Selling Price (ASP) CPO juga meningkat 19,3% YoY menjadi Rp 14.575 per kg sepanjang Januari-Juni 2025, yang mendorong pendapatan segmen ini hingga Rp 5,3 triliun atau naik 34% secara YoY. Andrianto optimistis, “Kami memperkirakan harga CPO akan tetap bertahan karena permintaan masih cukup kuat, baik dari dalam negeri seiring implementasi B40 maupun dari pasar ekspor utama seperti India dan China,” ujarnya pada Selasa (29/7/2025).
Fenomena positif ini juga dirasakan oleh PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO), yang mencatatkan lonjakan laba bersih hingga 236,06% secara tahunan, mencapai Rp 538,28 miliar di Semester I 2025, jauh melampaui Rp 160,17 miliar pada periode yang sama tahun 2024. Peningkatan signifikan ini didorong oleh kenaikan penjualan SGRO sebesar 45,18% year-on-year (YoY) ke Rp 3,29 triliun pada akhir Juni 2025, dari Rp 2,26 triliun sebelumnya.
Menurut Head of Investor Relation SGRO, Stefanus Darmagiri, peningkatan kinerja SGRO tak lepas dari kenaikan volume penjualan CPO dan palm kernel (PK). Hal ini diperkuat oleh pertumbuhan volume produksi CPO sebesar 13% YoY dan volume produksi PK sebesar 20% YoY sepanjang Semester I 2025. Faktor lain yang turut menopang adalah peningkatan harga CPO dunia, yang berdampak pada kenaikan harga jual rata-rata CPO sebesar 18% YoY menjadi Rp 14.530 per kilogram, serta harga jual rata-rata produk PK yang melonjak 87% YoY menjadi Rp 12.287 per kilogram. “Profitabilitas perseroan meningkat drastis dengan margin laba kotor (GPM) yang naik menjadi 32,3% pada Semester I 2025, dari 20,6% di Semester I 2024,” jelas Stefanus pada Rabu (30/7).
Kinerja impresif emiten CPO ini tidak luput dari pengamatan para analis pasar. Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas, Abdul Azis Setyo Wibowo, menyoroti bahwa kenaikan Average Selling Price (ASP) pada setiap emiten CPO menjadi pendorong utama. “Ini didorong dari permintaan domestik yang meningkat, seperti adanya program B40, serta adanya momentum hari besar keagamaan yang turut meningkatkan kinerja mereka,” jelas Azis, Rabu (30/7).
Senada, Direktur PT Rumah Para Pedagang, Kiswoyo Adi Joe, juga mengamini bahwa peningkatan kinerja emiten CPO disebabkan oleh harga sawit global yang masih bertahan tinggi. Ia menambahkan bahwa secara pertumbuhan penjualan, SGRO dan AALI mencatatkan performa terbaik. Namun, dari segi profitabilitas yang direfleksikan oleh Return on Equity (ROE) dan Net Profit Margin (NPM), TAPG menunjukkan posisi teratas di Semester I ini.
Melihat ke depan, Azis memproyeksikan kinerja emiten CPO di Semester II 2025 berpotensi melanjutkan tren positif. Prediksi ini didasarkan pada peningkatan permintaan dari India, terutama menjelang perayaan Diwali, yang diperkirakan akan turut mengerek harga CPO. Selain itu, implementasi perjanjian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) juga diyakini berpotensi memulihkan permintaan dari Indonesia ke Eropa, memberikan dampak positif pada kinerja keseluruhan. Berangkat dari analisis ini, Azis merekomendasikan “beli” untuk saham AALI dengan target harga Rp 7.050 per saham.
Kiswoyo Adi Joe juga memberikan pandangannya terkait prospek CPO. Ia memperkirakan produksi CPO secara keseluruhan pada tahun 2025 hanya akan mengalami kenaikan tipis dibandingkan tahun 2024. Hal ini disebabkan oleh mayoritas tanaman kelapa sawit yang dimiliki petani plasma sudah berusia tua, yakni di atas 20 tahun. Meskipun demikian, ia mencatat bahwa beberapa emiten CPO masih memiliki tanaman berusia produktif (15-20 tahun) dan aktif melakukan replanting.
Dari sisi harga, Kiswoyo memproyeksikan harga CPO masih akan berkisar di MYR 4.000 per ton hingga akhir tahun 2025, namun dengan catatan sangat bergantung pada fluktuasi harga jagung dan kedelai global. Mengutip data Trading Economic pada Rabu (30/7/2025) pukul 20.15 WIB, harga CPO saat ini berada di level MYR 4.277 per ton, menunjukkan kenaikan harian 0,02% meskipun masih melemah sekitar 3,76% sejak awal tahun.
Terkait peluang ekspor, Kiswoyo berpendapat bahwa meskipun kesepakatan dagang antara Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) terkait Tarif Trump membuka potensi peningkatan ekspor CPO Tanah Air, kenaikannya kemungkinan tidak akan signifikan. “AS masih sangat bergantung dengan kedelai dan jagung. Mereka pasti akan mengutamakan tanaman sendiri,” jelasnya. Dari perspektif valuasi, rata-rata emiten CPO memiliki rasio Price to Book Value (PBV) di atas 1x, dengan pengecualian untuk SGRO dan AALI.
Berdasarkan analisisnya, Kiswoyo merekomendasikan “beli” untuk saham AALI dengan target harga Rp 8.500 per saham, LSIP Rp 1.800 per saham, dan SGRO Rp 3.300 per saham. Sementara itu, rekomendasi “hold” diberikan untuk TAPG dengan target harga Rp 1.500 per saham dan DSNG Rp 1.300 per saham.
Emiten Crude Palm Oil (CPO) di Indonesia menunjukkan kinerja positif signifikan pada paruh pertama 2025, didorong oleh peningkatan pendapatan dan laba bersih. PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG), PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG), dan PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) mencatat pertumbuhan substansial. Kinerja impresif ini sebagian besar disebabkan oleh kenaikan harga jual rata-rata (ASP) dan peningkatan volume penjualan, didukung oleh permintaan domestik dan harga sawit global yang bertahan tinggi.
Prospek emiten CPO di Semester II 2025 diperkirakan tetap positif, didorong oleh peningkatan permintaan dari India dan potensi pemulihan ekspor ke Eropa. Produksi CPO global diproyeksikan sedikit meningkat, dengan harga yang kemungkinan berkisar MYR 4.000 per ton hingga akhir tahun. Analis merekomendasikan “beli” untuk saham AALI, LSIP, dan SGRO, serta “hold” untuk TAPG dan DSNG.