Emiten BUMN Karya dapat katalis proyek baru di IKN, PT PP (PTPP) bisa jadi jawara

Img

MNCDUIT.COM JAKARTA. Emiten BUMN karya tengah mendapat katalis baru lewat perolehan proyek baru di kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

PT PP Tbk (PTPP), semisal, resmi menandatangani tiga kontrak proyek besar kelembagaan negara di IKN.

Pertama, melalui konsorsium PP–ADHI–JAKON KSO, PTPP resmi memulai pembangunan fasilitas pendukung Otorita IKN. Yaitu, gedung kantor pendukung OIKN, gedung Polresta IKN, bangunan utilitas, masjid kawasan, lapangan upacara dan lapangan olahraga, dan penataan kawasan terpadu

Kedua, pembangunan gedung dan kawasan Sidang Paripurna senilai Rp 1,258 triliun. Proyek ini dikerjakan oleh konsorsium PP-ADHI KSO.

Ketiga, pembangunan gedung lembaga DPD RI senilai Rp 1,48 triliun. Proyek ini dikerjakan melalui konsorsium ADHI–PP–Penta.

Dapat Proyek Jumbo Lagi di IKN, Begini Prospek Kinerja Emiten BUMN Karya

Sedangkan PT Waskita Karya Tbk (WSKT) akan membangun gedung dan kawasan lembaga DPR RI di IKN senilai Rp 1,84 triliun. Targetnya, tahun 2027 sudah rampung.

Sementara PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) mendapat dua proyek baru di IKN. Pertama, pembangunan bangunan gedung dan kawasan lembaga DPR II di IKN dengan nilai pekerjaan sebesar Rp 1,96 triliun. Kedua, paket pembangunan gedung dan kawasan lembaga MPR serta bangunan pendukung di IKN senilai Rp 1,70 triliun.

Direktur Utama WIKA Agung BW mengatakan, WIKA saat ini juga tengah mengerjakan sejumlah proyek strategis lainnya di Ibu Kota Nusantara. Beberapa di antaranya meliputi pembangunan Jalan Paket G di KIPP 1B–1C, Tol Sepinggan – Paket 1B, serta Tol IKN Segmen 3B-2 Kariangau–Tempadung. 

“WIKA juga menangani pekerjaan Jalan Kawasan Hankam dan Lingkar Sepaku di KIPP serta pembangunan Jaringan IPAL 1 dan 3 KIPP IKN,” katanya.

Anak usaha, WIKA, PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE), mendapatkan paket pekerjaan konstruksi terintegrasi rancang dan bangun (design and build) untuk pembangunan bangunan gedung dan kawasan lembaga DPR II. Proyek kontrak senilai Rp1,96 triliun termasuk PPN ini dikerjakan melalui skema Kerja Sama Operasi (KSO) bersama WIKA.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas melihat, kontrak baru IKN yang didapat PTPP, WIKA, dan WSKT memang jadi dorongan positif untuk sektor konstruksi. Terutama, karena menambah backlog dan memperbaiki visibilitas pendapatan 2026. Namun dampaknya tidak sama untuk tiap emiten.

PTPP berada pada posisi paling siap mengonversi proyek menjadi kinerja karena kondisi keuangan lebih stabil, sehingga kontrak IKN berpotensi langsung memperkuat operasional dan margin.

Begini Prospek Emiten BUMN Karya yang Tengah Gencar Divestasi Aset

“Sementara WIKA dan WSKT tetap mendapat sentimen positif, tetapi arus kas dan beban utang yang besar membuat proyek skala besar seperti IKN tetap membawa tantangan, terutama jika pembayaran tidak secepat harapan,” katanya kepada Kontan, Selasa (9/12).

Prospek dan Rekomendasi

Senior Investment Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta berpandangan, kinerja emiten BUMN karya masih lemah di tahun 2025. “Proyek IKN bisa menjadi langkah positif untuk raihan kontrak baru yang lebih positif,” katanya kepada Kontan, Senin (8/12).

Pergerakan saham PTPP dan ADHI juga tengah masuk fase bearish consolidation saat ini. Alhasil, Nafan masih merekomendasikan wait and see untuk PTPP dan ADHI.

Sukarno melihat, sektor konstruksi di tahun 2026 punya peluang pemulihan seiring ekspektasi penurunan suku bunga dan kelanjutan pembangunan IKN. Hal tersebut pun bisa membantu menurunkan beban keuangan sekaligus mendorong percepatan eksekusi proyek.

Namun, pemulihan masih bersifat selektif. PTPP berpotensi memimpin pemulihan, karena backlog kuat dan leverage lebih terjaga.

WIKA punya peluang ikut membaik, tetapi dengan risiko lebih tinggi terkait likuiditas. WSKT masih berada dalam zona pemulihan panjang.

“Secara keseluruhan, tahun 2026 memberi ruang perbaikan, tapi kualitas eksekusi dan arus kas tetap menjadi faktor penentu,” tuturnya.

Sukarno pun merekomendasikan hold/buy untuk PTPP dengan target harga 12 bulan di Rp 450 – Rp 500 per saham. Sementara, rekomendasi hold/speculative buy disematkan untuk ADHI dengan target harga 12 bulan Rp 320 per saham, dengan potensi Rp 350 – Rp 360 per saham bila merger dan kontrak baru berjalan lancar.

You might also like