Emas & IHSG Kompak Naik: Analisis Faktor Pendorong & Peluang Investasi

MNCDUIT.COM, JAKARTA – Pergerakan harga emas dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sama-sama menguat belakangan ini mengejutkan banyak analis. Fenomena ini dinilai sebagai anomali, mengingat kedua instrumen investasi ini umumnya memiliki persyaratan yang berbeda, bahkan seringkali berlawanan, untuk dapat melaju.

Sebagai gambaran, pada April 2025 lalu, ketika Presiden AS Donald Trump pertama kali mengumumkan rencana penerapan tarif masuk impor, harga emas menunjukkan tren kenaikan yang signifikan. Data dari Bloomberg mencatat, harga emas spot yang berada di level US$2.983,27 per ons pada 8 April 2025, melonjak hingga mencapai US$3.943,41 per ons pada 6 Oktober 2025.Img AA1NWVaz

Namun, di waktu yang bersamaan, kinerja IHSG justru berbanding terbalik. Indeks anjlok ke posisi terendah sepanjang 2025 di level 5.967,99 pada 9 April 2025, dan terus tertekan selama beberapa bulan berikutnya sebelum akhirnya mulai menunjukkan pemulihan dan merangkak ke zona hijau pada pertengahan Juli 2025.

“Fenomena penguatan serentak antara emas dan IHSG ini memang merupakan anomali yang jarang terjadi, mengingat emas adalah aset pelindung risiko (safe haven), sementara saham adalah aset berisiko,” jelas Presiden Komisaris HFX Internasional Berjangka, Sutopo Widodo, pada Senin (6/10/2025).

Menurut Sutopo, penguatan bersamaan kedua instrumen investasi ini bermuara pada tekanan yang dialami oleh perekonomian AS. Adanya risiko shutdown AS dan ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed telah mendorong kinerja harga aset safe haven seperti emas untuk menguat. Ia menambahkan bahwa shutdown AS berpotensi menciptakan kekacauan fiskal, salah satunya dengan penangguhan rilis data ekonomi krusial, yang menimbulkan ketidakpastian bagi investor sehingga mereka beralih ke aset safe haven.

Pada saat yang sama, ekspektasi penurunan suku bunga The Fed pada Oktober dan Desember mendatang juga menjadi faktor kunci yang secara historis telah menjadi katalis utama penguatan harga emas.

Sementara itu, tekanan terhadap perekonomian AS secara bersamaan memicu investor global untuk mengalihkan dana mereka dari dolar AS ke pasar emerging markets yang dinilai menawarkan imbal hasil lebih tinggi. Pergeseran dana inilah yang kemudian turut menguatkan kinerja pasar saham secara global, termasuk IHSG, berbarengan dengan penguatan harga emas.

“Kedua instrumen investasi ini menguat secara bersamaan karena merespons sinyal yang sama, yaitu tekanan pada perekonomian AS,” tegas Sutopo.

Senada dengan pandangan tersebut, Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia, menjelaskan bahwa penguatan kedua instrumen investasi ini terutama didorong oleh kombinasi ekspektasi pemangkasan suku bunga dan ketidakpastian global akibat shutdown pemerintahan AS. Untuk pasar saham global dan domestik, penguatan didorong oleh paduan pemangkasan suku bunga The Fed, likuiditas global yang longgar, serta kinerja ekonomi yang relatif stabil. Dari sisi domestik, pelonggaran moneter dari Bank Indonesia dan ekspektasi window dressing di akhir tahun kian memperkuat sentimen positif di pasar saham.

“Biasanya bergerak berlawanan, kali ini keduanya naik karena faktor ganda, yaitu ekspektasi suku bunga yang lebih rendah sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi, menekan yield riil, dan mendorong aset berisiko, serta ketidakpastian global memperkuat permintaan emas sebagai lindung nilai. Investor memanfaatkan momentum ‘easy policy + safe haven’ sekaligus,” ujarnya pada Senin (6/10/2025).

Liza bahkan memprediksi bahwa laju IHSG dan emas berpotensi berlanjut hingga akhir tahun, selama prospek pemangkasan suku bunga dan likuiditas global masih mendukung. Menurutnya, saat ini, investor tengah menjalankan strategi menambah posisi di pasar saham karena ekspektasi pemangkasan suku bunga lebih lanjut, namun tetap membeli emas sebagai proteksi risiko investasi.

Meskipun demikian, Liza tetap mewanti-wanti ihwal potensi koreksi teknikal terhadap pasar saham menjelang pertemuan FOMC akhir Oktober mendatang, perkembangan isu shutdown AS, hingga volatilitas nilai tukar regional.

Prediksi mengenai laju harga emas ini dikonfirmasi oleh Sutopo Widodo, yang memperkirakan harga emas akan terus menguat selama faktor shutdown AS dan ekspektasi easing The Fed masih berlanjut. Bahkan, emas dinilai memiliki potensi untuk menembus level US$4.000 per ons pada akhir 2025 hingga pertengahan 2026. “Namun, kenaikan ini dibatasi oleh potensi tercapainya kesepakatan shutdown AS yang dapat meredakan kekhawatiran secara cepat,” katanya.

Pengamat komoditas Ibrahim Assuaibi bahkan lebih optimis, memprediksi harga emas dunia bakal menyentuh level US$4.000 per ons pada November 2025. Menurut Ibrahim, penguatan lanjutan harga emas disebabkan oleh kondisi shutdown pemerintah AS yang akan mendorong The Fed untuk memangkas suku bunga pada rapat mendatang. Jika harga emas dunia mampu menyentuh level US$3.950 per ons pada Oktober ini, bukan tidak mungkin harga logam mulia dalam negeri bakal menyentuh level Rp2.300.000 per gram. “Yang membuat harga logam mulia melonjak, yang pertama dari perpolitikan di AS, bahwa shutdown sampai saat ini masih terjadi,” pungkasnya, Senin (6/10/2025).

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Ringkasan

Pergerakan harga emas dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang kompak menguat belakangan ini dinilai sebagai anomali, mengingat kedua instrumen investasi ini umumnya bergerak berlawanan. Fenomena ini disebabkan oleh tekanan pada perekonomian Amerika Serikat, termasuk risiko *shutdown* pemerintah AS dan ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Faktor-faktor ini mendorong penguatan emas sebagai aset *safe haven* sekaligus memicu pergeseran dana investor global ke pasar *emerging markets* yang menguntungkan IHSG.

Analis menjelaskan bahwa penguatan serentak ini merupakan respons terhadap sinyal yang sama, yaitu kombinasi ekspektasi suku bunga yang lebih rendah dan ketidakpastian global. Tren penguatan emas dan IHSG diperkirakan dapat berlanjut hingga akhir tahun, dengan harga emas berpotensi menembus US$4.000 per ons jika faktor-faktor pendorong ini terus berlanjut. Namun, investor tetap perlu mewaspadai potensi koreksi teknikal dan perkembangan isu *shutdown* di AS.

You might also like