
KONTAN.CO.ID. Harga emas dunia menunjukkan penurunan signifikan, merosot hingga 2% dan mencetak level terendah dalam lebih dari dua pekan pada Selasa (24/6). Kondisi ini terjadi setelah pengumuman gencatan senjata antara Iran dan Israel secara drastis meredam daya tarik emas sebagai aset safe haven. Menurut laporan dari Reuters, harga emas spot anjlok 1,9% menjadi US$ 3.303,93 per ons troi pada pukul 10.06 pagi waktu AS (21.06 WIB), mencapai titik terendah sejak 11 Juni.
Pelemahan ini juga merambat pada kontrak berjangka emas AS atau gold futures, yang ikut tergelincir 2,2% hingga menyentuh US$ 3.318,90 per ons troi.
Peter Grant, Wakil Presiden dan Analis Logam Senior di Zanier Metals, menjelaskan bahwa meredanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah adalah pendorong utama di balik penurunan harga emas ini. “Permintaan terhadap aset safe haven otomatis menurun seiring dengan beralihnya sentimen pasar ke mode risk-on,” ungkap Grant. Ia juga menambahkan, secara teknikal, level US$ 3.300 menjadi titik dukungan yang cukup kuat, dengan potensi dukungan lebih solid di sekitar US$ 3.250.
Berita gencatan senjata tersebut turut memicu lonjakan saham global dan pelemahan dolar AS pada hari yang sama. Meskipun demikian, pasar tampak mengabaikan pernyataan Presiden AS Donald Trump yang mengklaim adanya pelanggaran kesepakatan gencatan senjata oleh kedua belah pihak.
Namun, keraguan atas keberlanjutan gencatan senjata ini mulai muncul. Sebelumnya, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyatakan telah memerintahkan serangan baru terhadap target di Teheran. Tindakan ini merupakan respons atas dugaan serangan rudal dari Iran, yang secara tegas disebut sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap kesepakatan gencatan senjata. Menyikapi situasi ini, Grant menambahkan, “Selama masih ada keraguan apakah gencatan senjata ini akan bertahan, saya rasa tekanan penurunan pada harga emas akan tetap terbatas hingga situasi menjadi lebih jelas.”
Di sisi lain, perhatian investor juga tertuju pada kebijakan moneter. Ketua The Fed, Jerome Powell, dalam pernyataan tertulisnya di hadapan Kongres, menegaskan bahwa bank sentral masih memerlukan waktu untuk mengevaluasi dampak kenaikan suku bunga terhadap inflasi sebelum mempertimbangkan pemotongan suku bunga. Meskipun demikian, pasar kini memproyeksikan potensi pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin hingga akhir tahun, dengan pemotongan awal 25 basis poin diperkirakan pada Oktober. Perlu diketahui, emas cenderung menguat dalam lingkungan suku bunga rendah, sebab sebagai aset tanpa imbal hasil (zero-yielding), daya tariknya meningkat signifikan ketika suku bunga menurun.
Tidak hanya emas, pergerakan korektif juga melanda logam mulia lainnya. Perak spot terpantau turun 2% menjadi US$ 35,41 per ons troi, sementara platinum kehilangan 0,7% nilainya menjadi US$ 1.286,27 per ons troi. Senada, palladium pun merosot 1,1% dan ditutup pada US$ 1.064,80 per ons troi.
Harga emas dunia anjlok hingga 2% dan mencapai level terendah dalam dua pekan pada Selasa (24/6) setelah pengumuman gencatan senjata antara Iran dan Israel. Hal ini meredam daya tarik emas sebagai aset safe haven, dengan harga emas spot turun 1,9% menjadi US$ 3.303,93 per ons troi. Menurut analis Peter Grant, meredanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah menjadi pendorong utama pelemahan ini, seiring beralihnya sentimen pasar ke mode risk-on.
Namun, keraguan atas keberlanjutan gencatan senjata muncul setelah adanya dugaan pelanggaran, yang dapat membatasi tekanan penurunan pada harga emas hingga situasi menjadi lebih jelas. Selain itu, investor juga mencermati kebijakan moneter The Fed, di mana pasar memproyeksikan potensi pemangkasan suku bunga meskipun bank sentral memerlukan waktu evaluasi. Logam mulia lain seperti perak, platinum, dan paladium juga mengalami koreksi harga.