Dolar AS Menguat: Capital Outflow Ancam Rupiah?

Img AA1vit9h

MNCDUIT.COM JAKARTA. Dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan masih akan menunjukkan dominasinya hingga akhir tahun ini, terutama didorong oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve atau The Fed yang diproyeksikan terjadi pada kuartal III-2025. Penguatan Dolar AS ini membawa bayang-bayang risiko signifikan bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, seperti yang dicermati oleh Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede.

Salah satu risiko paling nyata adalah potensi capital outflow dari aset berisiko. Josua menjelaskan, kombinasi antara suku bunga AS yang tetap tinggi, penguatan Dolar AS, serta tensi dagang global secara kolektif mendorong investor untuk mengurangi eksposur mereka terhadap aset emerging markets. Fenomena ini dapat mengakibatkan penarikan modal yang masif dari pasar keuangan domestik.

Lebih lanjut, konsekuensi pembiayaan utang eksternal yang kian membengkak juga menjadi ancaman serius. Dolar AS yang menguat secara langsung meningkatkan beban pembayaran utang luar negeri bagi korporasi dan pemerintah, membuat alokasi anggaran untuk pelunasan utang menjadi lebih besar. Selain itu, stabilitas cadangan devisa negara juga berpotensi tertekan apabila pelemahan Rupiah memaksa Bank Indonesia (BI) untuk melakukan intervensi pasar secara berulang, yang dapat menguras cadangan devisa.

Permintaan Dolar AS Diproyeksikan Meningkat, Ekonom Beberkan Pemicunya

Josua Pardede menaksir, jika tren penguatan Dolar AS berlanjut, Rupiah akan menghadapi tekanan signifikan, bahkan berpotensi mencapai kisaran atas Rp 16.000 per Dolar AS. Namun, tekanan ini dapat diredam, kecuali Bank Indonesia mampu menerapkan bauran kebijakan makroprudensial dan moneter secara agresif untuk menjaga stabilitas nilai tukar.

Meski demikian, melansir data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Kamis (7/8/2025), Rupiah justru menunjukkan penguatan tipis sebesar 0,46% ke level Rp 16.287 per Dolar AS dari posisi perdagangan sebelumnya.

Ringkasan

Dolar AS diproyeksikan menguat hingga akhir tahun, didorong oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga Federal Reserve pada kuartal III-2025. Penguatan ini menimbulkan risiko signifikan bagi negara berkembang seperti Indonesia, terutama potensi capital outflow dari aset berisiko. Kombinasi suku bunga AS yang tinggi dan tensi dagang global mendorong investor mengurangi eksposur pada aset pasar berkembang.

Selain itu, dolar AS yang kuat meningkatkan beban pembayaran utang eksternal dan berpotensi menekan cadangan devisa. Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede memperkirakan Rupiah bisa tertekan hingga Rp 16.000 per Dolar AS, meskipun tekanan ini dapat diredam dengan bauran kebijakan Bank Indonesia. Namun, data terbaru per 7 Agustus 2025 menunjukkan Rupiah justru menguat tipis ke Rp 16.287 per Dolar AS.

You might also like