Buyback Saham Blue Chip BEI: Rekomendasi Saham Prospek Cerah

Img AA1I57L8

MNCDUIT.COM JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) pada September 2025 diwarnai maraknya aksi pembelian kembali saham atau buyback dari sejumlah emiten. Fenomena ini semakin menarik perhatian lantaran beberapa di antaranya datang dari saham-saham blue chip, memicu pertanyaan besar bagi para investor ritel: apakah ini saatnya untuk ikut membeli, atau justru momentum untuk menjual?

Gelombang buyback yang diumumkan emiten kerap menjadi sinyal positif bagi pasar. Langkah korporasi ini biasanya mengindikasikan bahwa manajemen perusahaan meyakini valuasi saham mereka saat ini menarik dan prospek kinerja di masa depan cerah. Pada September 2025, deretan perusahaan berikut turut meramaikan aksi buyback:

  1. PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dengan rencana buyback maksimal Rp 2,49 triliun, setara 10% dari total modal disetor.
  2. PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) melanjutkan buyback tahap II senilai US$ 50 juta atau sekitar Rp 815 miliar (dengan asumsi kurs Rp 16.300 per dolar AS).
  3. PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) menggelar aksi buyback senilai Rp 1 triliun.
  4. PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) melaksanakan buyback senilai Rp 200 miliar.
  5. PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) mempersiapkan buyback hingga Rp 250 miliar.
  6. Emiten dari sektor perkebunan kelapa sawit, PT Cisadane Sawit Raya Tbk (CSRA), juga berencana melakukan buyback senilai Rp 90 miliar.

Deretan Mobil Listrik yang akan Naik Harga Jika Insentif Pajak Dihentikan Tahun 2026

Di antara daftar tersebut, beberapa di antaranya adalah saham blue chip. Saham kategori ini dikenal sebagai saham lapis satu dari perusahaan berpengalaman panjang di pasar modal, ditopang fundamental keuangan yang kuat, dan memiliki kapitalisasi pasar fantastis, seringkali mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah. Di BEI, saham blue chip lazimnya terdaftar sebagai anggota indeks mayor seperti LQ45. Dari emiten yang menggelar buyback, ITMG, KLBF, MEDC, dan TOWR termasuk dalam jajaran LQ45.

Lantas, bagaimana para ahli melihat fenomena ini? Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Imam Gunadi, berpendapat bahwa buyback secara umum dipersepsikan positif oleh pemegang saham. Hal ini karena aksi tersebut mengurangi jumlah saham beredar, sehingga berpotensi meningkatkan valuasi per saham. Lebih dari itu, buyback juga menjadi cerminan kepercayaan manajemen terhadap prospek kinerja perusahaan di masa mendatang, terutama saat harga saham terkoreksi, di mana ia berfungsi sebagai penahan tekanan harga dan memungkinkan perusahaan membeli kembali saham pada valuasi yang menarik.

Namun, Imam Gunadi juga mengingatkan bahwa mekanisme buyback umumnya bersifat pasif, sehingga dampaknya terhadap lonjakan harga saham cenderung terbatas. “Efek utama justru berasal dari sentimen pasar atas aksi tersebut, bukan dari intensitas pembelian yang dilakukan perusahaan,” ujarnya. Oleh karena itu, bagi investor yang ingin memanfaatkan momentum buyback, krusial untuk mencermati harga maksimum pembelian yang ditetapkan emiten agar tidak mengakumulasi pada level yang terlalu tinggi.

Senada dengan itu, Senior Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas, melihat buyback sebagai sinyal positif dari manajemen yang mengindikasikan valuasi saham masih tergolong menarik. Aksi ini berpotensi mendongkrak laba per saham (EPS) dan membantu menjaga stabilitas harga. Akan tetapi, Sukarno menambahkan, secara historis di BEI, buyback lebih efektif sebagai penahan tekanan jual ketimbang pemicu kenaikan harga signifikan, kecuali jika porsinya sangat besar terhadap kapitalisasi pasar. “Berdasarkan historis, buyback yang dilakukan emiten besar seperti TOWR, KLBF, dan MEDC lebih banyak menjaga stabilitas harga ketimbang mendorong rally,” jelasnya, menekankan pentingnya investor memperhatikan besaran buyback terhadap market cap serta konsistensi eksekusi.

Sementara itu, Equity Research Analyst OCBC Sekuritas, Gani, juga mengingatkan bahwa aksi korporasi ini secara historis tidak serta merta menjamin kenaikan harga saham. Ia menyarankan investor untuk tetap mencermati kondisi fundamental perusahaan, faktor makroekonomi, dan sentimen pasar lainnya. “Buyback bisa membantu stabilkan harga saham. Tapi tidak serta merta ada buyback, harga saham pasti naik atau turun,” tegas Gani.

Mengulas lebih dalam, Sukarno Alatas menawarkan pandangan spesifik terhadap beberapa emiten yang melakukan buyback. Ia menilai KLBF sebagai saham defensif dengan valuasi moderat dan prospek jangka panjang yang stabil. Untuk investor dengan strategi value investing, TOWR dan MTEL dinilai relatif masih murah dan menarik. Sementara itu, MEDC juga tergolong murah, dengan jumlah buyback yang besar berpotensi menjadi katalis positif, meskipun kinerjanya sangat dipengaruhi fluktuasi harga minyak. Untuk emiten berkapitalisasi kecil seperti CSRA, buyback yang signifikan bisa mengerek harga saham, namun perlu diwaspadai karena risikonya juga cukup tinggi.

Berdasarkan analisis tersebut, Sukarno Alatas merekomendasikan “buy” untuk saham MTEL dengan target harga Rp 690, TOWR di target Rp 700, dan MEDC di target Rp 1.450 per saham. Imam Gunadi turut menjatuhkan pilihannya pada TOWR, yang menurutnya menarik dicermati bukan hanya karena program buyback, melainkan juga ditopang fundamental yang solid. Imam menambahkan, prospek pemangkasan suku bunga ke depan menjadi katalis positif bagi TOWR, mengingat karakter bisnisnya yang capital intensive dan sensitif terhadap biaya pendanaan. Ia menyarankan investor mencermati saham TOWR di area Rp 560-Rp 585 sebagai entry area, dengan target terdekat di Rp 630 dan selanjutnya Rp 680. Terakhir, Gani dari OCBC Sekuritas merekomendasikan “buy” untuk saham KLBF dan MEDC, dengan target harga masing-masing di level Rp 1.560 dan Rp 1.600 per saham.

Tonton: Prabowo Resmi Naikkan Gaji Pejabat, ASN Guru dan TNI/Polri di 2025

You might also like