Bitcoin Meroket Lagi? Ini 3 Faktor Pendorong Harga BTC Naik!

Img AA1Fmadj

MNCDUIT.COM JAKARTA. Harga bitcoin menunjukkan sinyal kebangkitan setelah sempat tertekan dalam beberapa hari terakhir. Prospek bitcoin untuk melanjutkan penguatan terlihat semakin cerah, didukung oleh sejumlah faktor fundamental dan makroekonomi.

Berdasarkan data dari Coinmarketcap.com, harga bitcoin tercatat di level US$ 107.616,63 pada Rabu (2/7) pukul 16.38 WIB, menandakan kenaikan 0,94% dari posisi sehari sebelumnya. Sebelumnya, mata uang kripto terbesar ini mengalami pelemahan signifikan selama dua hari, bahkan sempat menyentuh US$ 105.404,03 pada Senin lalu, sebelum akhirnya berhasil rebound.

Menurut analisis Fyqieh Fachrur, seorang analis dari Tokocrypto, penurunan harga bitcoin sebelumnya dipicu oleh aksi jual korektif di pasar. Sentimen negatif ini muncul akibat pernyataan hati-hati dari Ketua The Fed, Jerome Powell, yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor. Ironisnya, kondisi ini terjadi di tengah sinyal awal potensi pemangkasan suku bunga acuan yang mulai terlihat menjelang akhir tahun ini.

Optimisme terhadap pemangkasan suku bunga The Fed semakin menguat. Goldman Sachs bahkan merevisi proyeksinya, memprediksi penurunan suku bunga acuan bisa terjadi pada September 2025, diikuti oleh dua pemangkasan tambahan hingga akhir 2025. Ekspektasi pasar ini secara langsung turut melemahkan dollar AS, menciptakan kondisi yang lebih menguntungkan bagi aset berisiko seperti bitcoin.

Portofolio Kripto Donald Trump Anjlok 78% pada Paruh Pertama 2025

Harapan akan pelonggaran suku bunga acuan merupakan katalis utama bagi aset-aset berisiko, termasuk bitcoin. Fyqieh menjelaskan pada Rabu (2/7), “Sejarah menunjukkan bahwa suku bunga yang lebih rendah meningkatkan likuiditas di pasar, yang pada gilirannya merangsang aliran modal menuju aset seperti kripto.” Ini menjadi dorongan kuat bagi potensi kenaikan nilai bitcoin ke depan.

Selain sentimen suku bunga, terdapat berbagai faktor pendukung lain yang tak kalah krusial. Salah satunya adalah pertumbuhan adopsi institusional yang konsisten. Sebagai contoh, Spot ETF Bitcoin telah berhasil menarik aliran dana bulanan yang melampaui US$ 45 miliar, menunjukkan minat besar dari pemain institusional.

Perkembangan regulasi juga turut memberikan fondasi kuat bagi harga bitcoin. Hal ini terlihat dari kapabilitas pemerintah untuk membentuk cadangan strategis bitcoin, serta pembahasan regulasi stablecoin (Genius Act) yang semakin memberikan legitimasi pada peran bitcoin sebagai aset strategis di masa depan.

Lebih lanjut, melambatnya ekonomi AS, potensi risiko stagflasi, dan tekanan tarif yang berkelanjutan semakin mendukung prospek pelonggaran kebijakan moneter. Pelemahan dollar AS secara signifikan turut mendorong bitcoin untuk tumbuh lebih agresif, karena para investor mencari aset lindung nilai yang dapat menjaga kekayaan mereka.

“Beberapa laporan bahkan mengindikasikan bahwa jika kondisi positif ini terus berlanjut, harga bitcoin berpotensi menembus US$ 118.000, bahkan melampaui rekor tertinggi sebelumnya,” ungkap Fyqieh dengan optimis. Proyeksi pertumbuhan harga bitcoin hingga akhir 2025 memang sangat tinggi.

Fyqieh menambahkan bahwa banyak analis dan institusi terkemuka memperkirakan bitcoin akan melanjutkan reli pasca-halving yang terjadi pada April 2024. Estimasi harga pada kuartal IV-2025 diperkirakan bergerak di kisaran US$ 120.000 hingga US$ 150.000. Proyeksi ambisius ini didasari oleh kombinasi tiga faktor utama: tekanan pasokan yang semakin ketat pasca-halving, arus masuk institusional melalui ETF Spot yang terus meningkat, dan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter dari The Fed.

Bagi investor dengan orientasi jangka panjang, yakni 12 hingga 36 bulan atau lebih, saat ini dianggap sebagai momen yang strategis untuk memulai atau menambah posisi secara bertahap melalui strategi dollar cost averaging (DCA). Strategi ini efektif untuk membantu mengelola risiko volatilitas pasar dan menghindari terjebak di puncak harga.

“Namun, jika fokus investor adalah jangka pendek, dalam hitungan pekan atau bulan, sangat penting untuk memantau reaksi pasar terhadap data inflasi dan sinyal dari The Fed. Sebab, tren pasar dapat berubah dengan cepat, dan koreksi tajam bisa terjadi sebelum akhirnya kembali rebound,” pungkas Fyqieh, mengingatkan akan pentingnya kewaspadaan dalam investasi.

BEI akan Panggil Ajaib Sekuritas terkait Perkara Tagihan Rp 1,8 Miliar

Ringkasan

Harga Bitcoin menunjukkan sinyal kebangkitan dan diperdagangkan di level US$ 107.616,63 setelah sempat tertekan. Pemulihan ini terutama didorong oleh ekspektasi pasar akan pemangkasan suku bunga acuan The Fed, yang berpotensi meningkatkan likuiditas di pasar kripto. Kondisi ini juga diperkuat oleh pelemahan nilai dolar AS, menjadikan Bitcoin lebih menarik sebagai aset berisiko.

Selain sentimen suku bunga, pertumbuhan adopsi institusional melalui Spot ETF Bitcoin yang menarik aliran dana besar, serta perkembangan regulasi yang memberikan legitimasi, turut menjadi pendorong. Melambatnya ekonomi AS dan potensi stagflasi juga mendukung prospek pelonggaran kebijakan moneter. Analis memproyeksikan harga Bitcoin bisa mencapai US$ 120.000 hingga US$ 150.000 pada akhir 2025, didukung oleh tekanan pasokan pasca-halving, arus masuk ETF, dan kebijakan The Fed.

You might also like