Bitcoin Bergejolak! The Fed Pangkas Suku Bunga, Saatnya Jual atau Beli?

Img AA1AP1B8

Pasar aset kripto kembali diwarnai volatilitas ekstrem menyusul kebijakan pemangkasan suku bunga acuan oleh bank sentral Amerika Serikat (The Fed) sebesar 25 basis poin. Sepekan setelah keputusan tersebut, harga Bitcoin, aset kripto terbesar di dunia, menunjukkan dinamika yang tak terduga. Sempat melonjak hingga menyentuh level tertinggi USD 117.700, Bitcoin kemudian terkoreksi tajam, kembali ke kisaran USD 111.500 pada Kamis (25/9). Fluktuasi ini memicu kebingungan di kalangan investor kripto.

Kejadian ini sontak mengundang pertanyaan besar. Secara historis, kebijakan suku bunga rendah sering kali menjadi angin segar bagi aset berisiko, termasuk pasar saham dan kripto. Namun, alih-alih merespons positif, Bitcoin justru menunjukkan pergerakan sebaliknya, memicu spekulasi tentang faktor-faktor pendorong di baliknya. Mengapa harga Bitcoin justru turun setelah The Fed memangkas suku bunga?

Menjawab teka-teki ini, Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, menguraikan bahwa penurunan harga Bitcoin dan Ethereum lebih disebabkan oleh antisipasi pasar yang telah terjadi jauh sebelum pengumuman kebijakan The Fed. Ia menjelaskan, “Likuiditas sempat mengalir deras ke aset-aset ‘risk-on’ menjelang pengumuman, sehingga ketika keputusan pemangkasan suku bunga resmi keluar, sebagian investor memilih untuk merealisasikan keuntungan atau ‘ambil untung’.” Aksi profit-taking ini menjadi pemicu utama koreksi.

Lebih dari sekadar aksi ambil untung, sentimen pasar juga terpengaruh oleh alasan fundamental di balik pemangkasan suku bunga. The Fed mengambil langkah tersebut karena adanya sinyal pelemahan ekonomi AS, terutama di sektor tenaga kerja. Kondisi ini, ditambah dengan kekhawatiran akan kenaikan inflasi yang masih membayangi, turut memicu kecemasan di kalangan pelaku pasar dan menambah tekanan jual pada aset kripto.

Fahmi turut menyoroti data neraca keuangan The Fed yang mengindikasikan bahwa likuiditas global belum sepenuhnya longgar. Per 17 September 2025, total aset The Fed tercatat sebesar USD 6,6 triliun, angka ini masih jauh di bawah puncak masa pandemi yang sempat menyentuh USD 9 triliun. Fakta ini menegaskan bahwa kebijakan pengetatan moneter (Quantitative Tightening/QT) sejatinya masih berlangsung, meskipun dengan laju yang lebih lambat.

Kendati demikian, Fahmi menilai bahwa kondisi pasar kripto saat ini cenderung netral. Berdasarkan indikator on-chain SOPR (Spent Output Profit Ratio), terlihat bahwa aksi ambil untung oleh investor sudah mereda dan kembali ke level normal. Ia menyimpulkan, “Tekanan jual jangka pendek pada harga Bitcoin kemungkinan besar akan minim.”

Menatap ke depan, Fahmi melihat adanya peluang positif yang bisa mendorong pergerakan harga Bitcoin. Ia memperkirakan The Fed berpotensi memangkas suku bunga hingga dua kali lagi di penghujung tahun, sesuai dengan hasil jajak pendapat dot plot. Jika inflasi dapat terkendali, sentimen ini dipastikan akan menjadi katalis positif yang signifikan untuk mendorong Bitcoin naik.

Dukungan lain datang dari tren akumulasi institusi yang masih solid, ditambah dengan potensi peluncuran ETF untuk altcoin. “Bukan tidak mungkin Bitcoin maupun Ethereum dapat mencetak rekor harga tertinggi baru di masa mendatang,” pungkas Fahmi, menunjukkan optimisme terhadap prospek jangka panjang aset kripto.

Kendati demikian, Fahmi mengingatkan bahwa perjalanan menuju level tertinggi baru tidak akan berjalan mulus tanpa tantangan. Beberapa risiko global patut diwaspadai, antara lain kemungkinan penutupan operasional pemerintahan AS (government shutdown), pelemahan lebih lanjut di sektor lapangan kerja, atau penguatan signifikan pada nilai tukar dolar AS. Faktor-faktor ini berpotensi memicu koreksi tajam pada pasar kripto.

Ia menambahkan, “Dalam skenario terburuk, harga Bitcoin bahkan bisa kembali melorot ke bawah USD 100.000,” menggarisbawahi pentingnya kewaspadaan investor terhadap gejolak ekonomi makro.

Bagi investor domestik, peluang diversifikasi portofolio ke aset kripto terbuka lebar seiring dengan tren penurunan suku bunga The Fed. Namun, Fahmi menekankan pentingnya untuk tetap mewaspadai volatilitas harga yang tinggi. Ia merekomendasikan strategi investasi Dollar Cost Averaging (DCA), yaitu membeli kripto secara bertahap dalam jumlah kecil dan rutin, daripada melakukan pembelian dalam nominal besar secara sekaligus.

Mengakhiri analisanya, Fahmi menegaskan, “Pasar kripto saat ini tidak bisa dilepaskan dari dinamika ekonomi dan politik global. Investor wajib memantau bukan hanya pergerakan harga Bitcoin semata, melainkan juga cermat mengamati likuiditas dolar serta arus dana dari institusi besar,” memberikan panduan komprehensif bagi mereka yang ingin berinvestasi di pasar kripto.

Ringkasan

Pasar kripto menunjukkan volatilitas ekstrem setelah The Fed memangkas suku bunga acuan 25 basis poin, di mana harga Bitcoin sempat melonjak lalu terkoreksi tajam. Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, menjelaskan bahwa koreksi ini sebagian besar disebabkan oleh aksi ambil untung investor yang telah mengantisipasi kebijakan tersebut. Selain itu, pemangkasan suku bunga oleh The Fed karena sinyal pelemahan ekonomi AS dan kekhawatiran inflasi juga turut memicu kecemasan di kalangan pelaku pasar dan menambah tekanan jual.

Meskipun demikian, Fahmi menilai kondisi pasar kripto saat ini cenderung netral dan tekanan jual jangka pendek diperkirakan minim. Prospek positif didorong oleh potensi pemangkasan suku bunga The Fed lebih lanjut dan akumulasi institusi yang solid, yang bisa mendorong Bitcoin mencetak rekor harga tertinggi baru. Namun, investor tetap harus mewaspadai risiko global seperti penutupan pemerintahan AS atau pelemahan ekonomi, serta disarankan menggunakan strategi investasi Dollar Cost Averaging (DCA).

You might also like