
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) kembali mengambil langkah strategis dengan memangkas suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps), kini berada di level 5,00%. Keputusan penting ini diumumkan pasca Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Rabu, 20 Agustus 2025, menegaskan komitmen bank sentral dalam menjaga stabilitas dan mendorong aktivitas ekonomi nasional.
Langkah pemangkasan suku bunga acuan BI ini mendapat apresiasi dari ekonom senior Ryan Kiryanto, yang menilai keputusan tersebut sebagai tindakan yang terukur, konstruktif, dan rasional. Ryan menjelaskan bahwa realisasi maupun ekspektasi inflasi tetap terjaga dengan baik dalam target BI, yaitu 2,5±1%. Selain itu, nilai tukar rupiah yang relatif stabil dalam kisaran asumsi APBN 2025 turut memberikan ruang yang memadai bagi BI untuk melonggarkan stance kebijakan moneternya.
“Keputusan RDG BI pada Rabu, 20 Agustus, secara gamblang menunjukkan posisi kuat BI yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi atau ‘pro-growth’,” ujar Ryan. Ia lebih lanjut menyoroti bahwa risalah RDG BI mengisyaratkan adanya potensi penurunan BI Rate lebih lanjut. Tujuan utamanya adalah untuk mendorong penyesuaian suku bunga perbankan, baik untuk simpanan maupun kredit, agar menjadi lebih akomodatif. Dengan demikian, diharapkan permintaan kredit produktif, seperti investasi dan modal kerja, akan meningkat seiring dengan ekspansi produksi dan bisnis di berbagai sektor.
Ryan menekankan bahwa bauran kebijakan pro-pertumbuhan ini menjadi semakin relevan di tengah tantangan tambahan yang dihadapi oleh para pengusaha, khususnya eksportir. Tantangan tersebut muncul menyusul kenaikan tarif resiprokal sebesar 19% yang telah ditetapkan oleh Presiden AS Donald Trump. “Harmoni antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, termasuk kebijakan perpajakan, tentu memerlukan sokongan yang kuat dari aspek kepastian hukum dan kebijakan, stabilitas sosial dan politik, serta birokrasi dan regulasi perizinan investasi yang ramah investor,” tegas Ryan, yang juga merupakan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI). Dengan kondisi yang kondusif ini, ia optimistis bahwa investor asing maupun domestik akan semakin tertarik untuk menanamkan modal dan mengembangkan usaha di Indonesia.
Perspektif serupa datang dari Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI), Josua Pardede, yang melihat masih adanya ruang untuk pemangkasan suku bunga lanjutan hingga akhir 2025, meskipun BI Rate telah turun setidaknya 75 bps sejak awal tahun. Menurut Josua, kondisi inflasi yang tetap terkendali, rupiah yang stabil, dan pertumbuhan ekonomi yang masih di bawah potensial dengan output gap negatif, menjadi faktor pendukung utama. “BI masih memiliki fleksibilitas untuk memangkas suku bunga tambahan sebesar 25 bps hingga akhir tahun,” jelas Josua. Ia menambahkan, “Meskipun ada risiko global, dengan inflasi yang terkendali dan cadangan devisa yang memadai, BI memiliki ruang gerak untuk terus mendukung pemulihan ekonomi nasional.”
Optimisme ini sejalan dengan pernyataan Gubernur BI, Perry Warjiyo, yang dalam RDG tersebut mengungkapkan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025. Semula diperkirakan berada di bawah titik tengah target 4,6–5,4%, kini pertumbuhan ekonomi diproyeksikan berada di atas titik tengah, yaitu sekitar 5,1%. Revisi proyeksi ekonomi yang lebih tinggi ini didasarkan pada harapan akan adanya peningkatan permintaan domestik, yang secara strategis didukung oleh bauran kebijakan moneter yang akomodatif dan kebijakan fiskal pemerintah yang ekspansif.
Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 5,00% pada 20 Agustus 2025, sebuah keputusan yang dinilai ekonom sebagai tindakan pro-pertumbuhan. Kebijakan ini didukung oleh inflasi yang tetap terjaga dan nilai tukar rupiah yang relatif stabil. Tujuan utamanya adalah mendorong penyesuaian suku bunga perbankan agar kredit produktif, seperti investasi dan modal kerja, meningkat.
Langkah pemangkasan suku bunga ini diharapkan dapat memacu ekspansi produksi dan bisnis di berbagai sektor. Ekonom juga melihat masih ada ruang untuk pemangkasan BI Rate lebih lanjut hingga akhir 2025. Gubernur BI bahkan merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 ke atas, didukung oleh bauran kebijakan moneter akomodatif dan fiskal ekspansif untuk meningkatkan permintaan domestik.