BEI: Delisting Saham Sritex (SRIL) Tunggu Likuidasi Rampung

JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali memperbarui informasi mengenai kelanjutan proses delisting PT Sri Rezeki Isman Tbk. (SRIL), atau yang lebih dikenal sebagai Sritex. Kabar ini muncul seiring koordinasi intensif yang terus dilakukan BEI dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait nasib perusahaan tekstil raksasa tersebut.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menjelaskan bahwa Bursa masih menantikan rampungnya proses likuidasi aset-aset Sritex. Proses ini menjadi krusial pasca penetapan Iwan Setiawan, Komisaris Utama SRIL, sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. “Sritex kan prosesnya sudah ada di penyelesaian, jadi kita tunggu proses penyelesaian itu selesai,” ujar Nyoman saat ditemui di Bursa, Selasa (8/7/2025).

Perlu diketahui, saham SRIL telah disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia sejak 18 Mei 2021, yang berarti sudah lebih dari tiga tahun. Dengan total saham SRIL mencapai 20,45 miliar, mayoritas kepemilikan sebesar 12.072.841.076 saham (59,03%) dipegang oleh Huddleston Indonesia, sementara sisanya sebanyak 8.379.335.768 saham (40,97%) tersebar di tangan publik.

Menanggapi pertanyaan mengenai tenggat waktu penyelesaian likuidasi Sritex untuk pelunasan utang perusahaan, Nyoman menegaskan bahwa tidak ada batas waktu pasti yang ditetapkan Bursa. Ia menjelaskan bahwa jadwal penyelesaian sepenuhnya bergantung pada kinerja para kurator yang bertanggung jawab atas proses likuidasi tersebut. “Jadi mengikuti proses penyelesaian tersebut, deadline tergantung dari pihak kurator tentunya yang akan melakukan likuidasi terhadap prosesnya,” imbuhnya.

Adapun keputusan delisting terhadap suatu saham Perusahaan Tercatat seperti SRIL diatur secara ketat dalam Peraturan Bursa Nomor I-N tentang Pembatalan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting). Menurut regulasi tersebut, Bursa dapat memutuskan delisting berdasarkan tiga faktor utama:

Pertama, jika Perusahaan Tercatat menghadapi kondisi atau peristiwa signifikan yang berdampak negatif secara finansial maupun hukum terhadap kelangsungan usahanya, dan tidak mampu menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.

Kedua, apabila Perusahaan Tercatat gagal memenuhi persyaratan pencatatan yang telah ditetapkan oleh Bursa.

Ketiga, jika saham Perusahaan Tercatat telah mengalami suspensi efek, baik di pasar reguler, pasar tunai, maupun di seluruh pasar, selama paling kurang 24 bulan terakhir.

: IPO Disaring Ketat, BEI Ungkap Cuma 4 Emiten Masih Bertahan di Pipeline

Latar belakang kasus Sritex ini tak lepas dari peran Iwan Setiawan Lukminto, yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Utama SRIL. Sebelumnya, Iwan juga pernah menduduki posisi Direktur Utama SRIL dari tahun 2014 hingga 2022.

Mengutip pemberitaan Bisnis.com sebelumnya, Iwan Setiawan Lukminto (ISL) diduga kuat menyalahgunakan uang kredit perusahaan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Dugaan ini diungkapkan langsung oleh Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung RI, Abdul Qohar.

Abdul Qohar merinci bahwa pinjaman kredit dari sejumlah bank, baik milik pemerintah daerah maupun nasional, seharusnya dialokasikan sebagai modal kerja. Namun, ia menyatakan, “Terdapat fakta hukum bahwa data tersebut tidak dipergunakan sebagaimana tujuan dari pemberian kredit yaitu untuk modal kerja, tetapi disalahgunakan,” saat ditemui di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (21/5/2025).

Lebih lanjut, Abdul Qohar menambahkan bahwa dana kredit tersebut justru dialihkan oleh Iwan Setiawan untuk melunasi utang Sritex kepada pihak lain dan dibelanjakan untuk akuisisi aset yang tidak produktif. Salah satu contoh aset yang dimaksud adalah pembelian tanah yang tersebar di wilayah Yogyakarta dan Solo. Meski demikian, Abdul Qohar tidak merinci jumlah pasti kredit yang telah disalahgunakan oleh Iwan.

Ringkasan

Bursa Efek Indonesia (BEI) menunda proses delisting saham PT Sri Rezeki Isman Tbk. (SRIL) sambil menanti rampungnya likuidasi aset perusahaan. Proses ini menjadi penting pasca penetapan Komisaris Utama SRIL, Iwan Setiawan, sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. Saham SRIL sendiri telah disuspensi BEI sejak Mei 2021, lebih dari tiga tahun, tanpa batas waktu pasti untuk penyelesaian likuidasi yang bergantung pada kurator.

Kasus ini berlatar belakang dugaan penyalahgunaan dana kredit perusahaan oleh Iwan Setiawan, yang sebelumnya juga menjabat Direktur Utama SRIL. Kredit yang semestinya untuk modal kerja dialihkan untuk melunasi utang lain dan mengakuisisi aset tidak produktif seperti tanah. Dugaan penyalahgunaan ini diungkapkan oleh Kejaksaan Agung.

You might also like