
MNCDUIT.COM – Di tengah gejolak pasar dan tren pelemahan yang menimpa sektor perbankan, sebuah manuver tak terduga muncul dari salah satu raksasa keuangan global. JPMorgan Chase & Co. dilaporkan aktif memborong jutaan lembar saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) sepanjang kuartal II/2025.
Aksi korporasi ini seketika menjadi sorotan tajam, terutama karena dilakukan di saat banyak saham bank nasional lainnya justru mengalami tekanan jual. Data yang dihimpun dari Bloomberg mengungkap, sepanjang periode April hingga Juni 2025, JPMorgan secara signifikan menambah kepemilikan sahamnya di BBRI sebesar 117,42 juta lembar. Dengan penambahan ini, total kepemilikan saham BBRI oleh institusi keuangan raksasa asal Amerika Serikat tersebut kini mencapai 1,54 miliar lembar. Manuver ini merupakan antitesis dari kebijakan mereka di awal tahun, di mana JPMorgan justru melepas lebih dari 500 juta saham BBRI.
Yang lebih menarik, pembelian saham BBRI ini terjadi di tengah aksi jual gencar yang dilakukan JPMorgan terhadap saham dua bank besar lainnya, yakni Bank Mandiri (BMRI) dan Bank Central Asia (BBCA). Fenomena ini sontak memicu pertanyaan krusial: Apa yang membuat saham BBRI begitu menarik bagi investor institusional sekelas JPMorgan di tengah kelesuan pasar?
Membaca Sinyal Investor Besar
Reza Priyambada, Direktur Reliance Sekuritas Indonesia Tbk., menilai bahwa langkah JPMorgan ini jauh dari sekadar strategi spekulatif jangka pendek. Menurutnya, keputusan tersebut lebih kental dengan cerminan kepercayaan mendalam terhadap arah bisnis Bank Rakyat Indonesia (BRI) serta fondasi fundamental perusahaan yang dinilai sangat kuat.
“Ini bisa jadi sinyal jelas bahwa investor institusional memandang potensi jangka panjang yang menjanjikan pada BRI, terlepas dari dinamika dan tekanan pasar yang bersifat jangka pendek,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima JawaPos.com. Reza menambahkan, aksi borong saham BBRI ini juga selaras dengan strategi transformasi menyeluruh yang tengah digencarkan oleh BRI, mulai dari penguatan digitalisasi hingga manajemen risiko yang lebih adaptif.
Fundamental jadi Penentu
Per 1 Juli 2025, harga saham BBRI tercatat di level Rp 3.700 per lembar, masih dalam tren koreksi dari posisi sebelumnya. Namun demikian, konsensus para analis tetap memancarkan optimisme yang kuat. Sebanyak 31 analis merekomendasikan ‘beli’, sementara 5 analis menyarankan ‘tahan’, dengan target harga rata-rata 12 bulan ke depan di kisaran Rp 4.703,61. Angka ini menjanjikan potensi kenaikan sekitar 27 persen bagi investor BBRI.
Optimisme pasar ini tidak dapat dilepaskan dari arah transformasi strategis perusahaan. Direktur Utama BRI, Hery Gunardi, menegaskan bahwa pihaknya sedang mengakselerasi program “BRIVolution Reignite”. Ini adalah serangkaian transformasi komprehensif yang meliputi restrukturisasi bisnis, digitalisasi, serta penguatan tata kelola perusahaan. “Kami tetap fokus pada penguatan fundamental, dari sisi pendanaan, penyaluran kredit berkualitas, manajemen risiko yang adaptif, hingga pengembangan kapabilitas SDM,” ujar Hery, mempertegas komitmen perusahaan. BRI sendiri membidik ambisi besar untuk menjadi bank paling menguntungkan di Asia Tenggara pada tahun 2030, dengan penekanan kuat pada pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.
Di tengah sorotan publik terkait dugaan penyimpangan dalam pengadaan mesin EDC periode 2020–2024, BRI dengan tegas menyatakan komitmennya terhadap prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG). Pihak manajemen menegaskan akan bersikap kooperatif penuh dalam proses hukum yang berjalan seraya berupaya menjaga dan memperkuat kepercayaan pasar. Pendekatan ini dipersepsikan sebagai bentuk keseriusan BRI dalam menjalankan fungsinya sebagai bank milik negara, sekaligus institusi yang memiliki peran vital dalam melayani sektor riil, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta masyarakat luas.
Apa Artinya bagi Investor Ritel?
Langkah strategis JPMorgan dan sentimen positif dari para analis tentu dapat menjadi referensi berharga bagi sebagian investor ritel. Namun, sangat penting untuk diingat bahwa setiap keputusan investasi saham harus selalu disesuaikan dengan profil risiko masing-masing individu. Selain itu, pemahaman mendalam bahwa pergerakan harga saham sangat dipengaruhi oleh beragam faktor, termasuk kondisi ekonomi makro dan dinamika pasar global, adalah kunci. Fenomena seperti ini juga menyuguhkan pelajaran penting bahwa di balik gejolak dan volatilitas pasar modal, investor institusional sering kali memiliki pandangan jangka panjang yang kokoh, didasarkan pada riset mendalam terhadap fundamental emiten.
JPMorgan Chase & Co. dilaporkan memborong 117,42 juta lembar saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) pada kuartal II/2025, meningkatkan total kepemilikannya menjadi 1,54 miliar lembar. Aksi ini menarik perhatian karena terjadi di tengah tekanan jual pada saham bank nasional lainnya, termasuk penjualan saham Bank Mandiri dan Bank Central Asia oleh JPMorgan sendiri. Langkah ini diinterpretasikan sebagai sinyal kepercayaan mendalam investor institusional terhadap potensi dan fundamental BBRI jangka panjang.
Pembelian saham ini sejalan dengan strategi transformasi “BRIVolution Reignite” yang digencarkan BRI, berfokus pada restrukturisasi bisnis, digitalisasi, dan penguatan tata kelola perusahaan. Konsensus analis menunjukkan optimisme yang kuat, dengan mayoritas merekomendasikan ‘beli’ dan target harga rata-rata yang menjanjikan potensi kenaikan. BRI berkomitmen pada penguatan fundamental untuk menjadi bank paling menguntungkan di Asia Tenggara pada 2030, serta menjaga kepercayaan pasar di tengah isu hukum yang ada.