Pedagang E-commerce Siap-Siap! Pajak Online Segera Diberlakukan?

Img AA1BhmeO

MNCDUIT.COM – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akhirnya angkat bicara mengenai rencana pungutan pajak terhadap para pedagang daring yang beroperasi di platform situs penjualan online atau e-commerce raksasa, termasuk Shopee, Tokopedia, TikTok Shop, dan Lazada.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, mengonfirmasi bahwa rencana strategis ini masih dalam tahap finalisasi peraturan baru. Pihaknya berkomitmen untuk memberikan penjelasan yang komprehensif dan transparan kepada publik begitu aturan pemerintah terkait penunjukan e-commerce sebagai pemungut pajak resmi diterbitkan. “Saat ini, rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak masih dalam tahap finalisasi aturan oleh pemerintah. Begitu aturannya resmi diterbitkan, kami akan sampaikan secara terbuka dan lengkap,” ujar Rosmauli dalam keterangan resminya, Kamis (26/6).

DJP lebih lanjut menjelaskan bahwa inisiatif penunjukan e-commerce sebagai pemungut pajak bagi para pedagangnya ini didasari pada tujuan utama untuk menyederhanakan administrasi perpajakan. Di samping itu, kebijakan ini juga dirancang untuk menciptakan perlakuan yang adil bagi seluruh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di tanah air, baik yang menjalankan bisnis secara daring maupun luring. “Prinsip utamanya adalah untuk menyederhanakan administrasi pajak dan menciptakan perlakuan yang adil antara pelaku usaha UMKM online dan UMKM offline,” tegasnya, menegaskan filosofi di balik regulasi yang sedang disusun.

Mengutip laporan dari Reuters, besaran pajak yang direncanakan akan dikenakan bagi para pedagang online adalah sebesar 0,5 persen dari pendapatan penjualan mereka. Implementasi kebijakan ini secara spesifik akan ditujukan bagi pedagang dengan omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar, menunjukkan fokus pemerintah pada segmen UMKM tertentu.

Konteks kebijakan pajak e-commerce ini muncul di tengah pesatnya ekspansi industri digital di Indonesia. Sektor e-commerce mencatat estimasi nilai barang dagangan kotor (GMV) sebesar USD 65 miliar pada tahun lalu, dengan proyeksi pertumbuhan yang fantastis mencapai USD 150 miliar pada tahun 2030. Angka ini menggambarkan potensi ekonomi digital yang sangat besar di tanah air.

Namun demikian, di sisi lain, data menunjukkan adanya tantangan pada pendapatan negara. Pada periode Januari hingga Mei, pendapatan negara tercatat mengalami penurunan sebesar 11,4 persen secara tahunan (year on year/yoy), mencapai Rp 995,3 triliun atau setara USD 61 miliar. Penurunan ini dipicu oleh beberapa faktor, termasuk rendahnya harga komoditas global, perlambatan pertumbuhan ekonomi, serta gangguan pada sistem pengumpulan pajak yang disebabkan oleh peningkatan sistem.

Ringkasan

Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak mengonfirmasi rencana pungutan pajak bagi pedagang daring di platform e-commerce besar seperti Shopee dan Tokopedia. Rencana strategis ini masih dalam tahap finalisasi aturan pemerintah, dengan tujuan menyederhanakan administrasi perpajakan. Kebijakan ini juga dirancang untuk menciptakan perlakuan adil bagi seluruh pelaku UMKM, baik online maupun offline. Besaran pajak yang diusulkan adalah 0,5% dari pendapatan penjualan, menyasar pedagang dengan omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar.

DJP berkomitmen untuk menjelaskan aturan secara transparan setelah resmi diterbitkan kepada publik. Inisiatif ini muncul di tengah pesatnya ekspansi industri digital di Indonesia, di mana sektor e-commerce mencatat potensi ekonomi yang sangat besar. Namun, data menunjukkan pendapatan negara mengalami penurunan 11,4% secara tahunan pada Januari hingga Mei. Penurunan ini dipicu oleh beberapa faktor, termasuk rendahnya harga komoditas global dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

You might also like