
MNCDUIT.COM JAKARTA. Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tampak tertekan hebat, ditutup melemah 0,88% ke level 6.907,14 pada Jumat (20/6). Pelemahan tajam ini sebagian besar dipicu oleh tekanan eksternal yang signifikan terhadap pasar modal domestik.
Menurut VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, ada dua faktor utama yang membebani pergerakan IHSG. Pertama, memanasnya tensi geopolitik di Timur Tengah, terutama dengan keterlibatan anggota G7 termasuk Amerika Serikat (AS). Kekhawatiran pasar pun meningkat drastis, berpotensi memicu lonjakan inflasi global yang berdampak langsung pada sentimen investor.
Kedua, tertahannya suku bunga acuan, baik BI rate di dalam negeri maupun Fed Funds Rate (FFR) oleh bank sentral AS. Kondisi ini menciptakan sentimen negatif di pasar, mengingat potensi tekanan pada daya beli masyarakat serta hambatan dalam permintaan kredit, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
IHSG Ambruk 3,61%, Cermati Saham yang Banyak Dijual Asing Sepekan Terakhir
Dari sisi domestik, Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, Indy Naila, menambahkan bahwa pergerakan IHSG juga sangat dipengaruhi oleh berita-berita seputar defisit APBN Indonesia. Isu ini menimbulkan pandangan yang kurang optimis mengenai prospek pertumbuhan ekonomi di tanah air, mendorong investor untuk mengambil sikap hati-hati.
Dampak dari sentimen negatif ini terlihat jelas dari derasnya aksi jual bersih (net sell) oleh investor asing, khususnya pada saham-saham perbankan raksasa. Pada Jumat (20/6), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mencatatkan penjualan oleh asing sebesar Rp 576,8 miliar, disusul oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebesar Rp 445,7 miliar. Selanjutnya, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) tercatat sebesar Rp 308,9 miliar, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBNI) sebesar Rp 129,4 miliar. Secara keseluruhan, investor asing membukukan net sell mencapai Rp 2,73 triliun di seluruh pasar saham pada hari tersebut.
Indy menjelaskan bahwa investor tampaknya masih cenderung mengambil posisi risk-on di sektor perbankan. Ini dikarenakan data-data ekonomi makro yang menunjukkan pemulihan yang belum optimal, ditambah lagi penyaluran kredit yang belum menunjukkan peningkatan signifikan. Kekhawatiran terhadap profitabilitas bank yang belum sepenuhnya pulih serta ketidakjelasan prospek suku bunga menjadi alasan utama di balik kehati-hatian investor.
Hal ini diperkuat dengan data yang menunjukkan penurunan pertumbuhan kredit sebesar 8,43% secara tahunan (year on year/yoy) pada Mei 2025, mengindikasikan perlambatan aktivitas ekonomi yang berpotensi menekan kinerja perbankan.
Dalam jangka pendek, Oktavianus memperkirakan IHSG masih akan terus berada dalam tekanan. Ia memproyeksikan rentang pergerakan indeks berada di level 6.800-6.900, terutama jika ketegangan geopolitik semakin memanas, seperti skenario terbentuknya sekutu antara Israel-Iran. Pasar, menurutnya, akan sangat sensitif terhadap kelanjutan konflik di Timur Tengah.
IHSG Bearish, Intip Saham yang Paling Banyak Diburu Asing di Akhir Pekan
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Oktavianus merekomendasikan dua saham pilihan untuk jangka pendek berdasarkan momentum dan analisis teknikal. Ia menyarankan spekulatif buy untuk PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) dengan target harga Rp 570, serta spekulatif buy untuk PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dengan target harga Rp 8.400.
Sementara itu, Indy Naila menjagokan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) dengan target harga Rp 1.400 – Rp 1.500, dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dengan target harga Rp 2.600, sebagai pilihan investasi di tengah volatilitas pasar.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,88% ke level 6.907,14, sebagian besar tertekan oleh faktor eksternal dan domestik. Ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan tertahannya suku bunga acuan global menjadi penyebab eksternal, sementara isu defisit APBN Indonesia turut membebani dari sisi domestik. Kondisi ini meningkatkan kekhawatiran pasar terhadap potensi inflasi global dan melambatnya pertumbuhan ekonomi.
Dampak sentimen negatif ini terlihat dari aksi jual bersih investor asing senilai Rp 2,73 triliun, terutama pada saham perbankan besar. Investor cenderung berhati-hati karena pemulihan ekonomi yang belum optimal dan ketidakjelasan prospek profitabilitas bank. IHSG diperkirakan akan terus berada dalam tekanan di rentang 6.800-6.900, terutama jika ketegangan geopolitik berlanjut.