
MNCDUIT.COM NEW YORK. Harga emas mengalami penurunan pada Rabu setelah Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed), memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya dan mengisyaratkan laju penurunan suku bunga yang lebih lambat di masa mendatang. Ketua The Fed, Jerome Powell, turut memperkuat pandangan tersebut dengan menyatakan bahwa pihaknya masih mengantisipasi “sejumlah inflasi yang signifikan” dalam beberapa bulan mendatang.
Pada pukul 15:19 waktu setempat, harga emas spot tercatat merosot 0,4% menjadi US$ 3.374,75 per ons. Meskipun demikian, harga emas berjangka AS menunjukkan sedikit penguatan, ditutup naik 0,03% ke posisi US$ 3.408,10 per ons, menunjukkan dinamika pasar yang bervariasi.
Meskipun harga emas sempat mengalami kenaikan sesaat setelah pengumuman The Fed yang mempertahankan suku bunga acuan pada kisaran 4,25%–4,50% dan memproyeksikan adanya pemangkasan suku bunga sebesar setengah poin persentase hingga akhir tahun 2025, optimisme pasar dengan cepat memudar. Hal ini terjadi menyusul pernyataan Ketua Powell yang lebih berhati-hati mengenai prospek inflasi dan kebijakan moneter ke depan.
“Powell berulang kali menegaskan bahwa dengan tingkat pengangguran yang rendah dan stabil, The Fed berada dalam posisi yang tepat untuk menunggu dan melihat perkembangan. Ia menyampaikan bahwa pertemuan bulan September bisa menjadi momen penting, namun hal ini tidak cukup untuk mendorong aset atau emas yang mengharapkan sinyal kebijakan yang lebih dovish,” ujar Tai Wong, seorang pedagang logam independen. Ia menambahkan, agar sentimen bullish pada emas dapat menguat, harga perlu menembus kembali level US$ 3.400 per ons.
Para pembuat kebijakan The Fed masih memproyeksikan pemotongan suku bunga sebesar setengah poin persentase pada tahun ini. Namun, mereka merevisi laju pemotongan selanjutnya menjadi masing-masing seperempat poin persentase pada tahun 2026 dan 2027. Powell juga menekankan bahwa seluruh proyeksi kebijakan ini bersifat fleksibel dan dapat berubah tergantung pada data ekonomi yang masuk, khususnya terkait dengan perkembangan inflasi.
Di sisi lain, ketegangan geopolitik juga menjadi faktor yang memengaruhi pasar. Presiden AS Donald Trump pada hari Rabu menyatakan kemungkinan akan bertemu dengan pihak Iran untuk membahas konflik yang berlangsung antara Israel dan Iran. Ketegangan geopolitik semacam ini, bersamaan dengan kondisi suku bunga rendah, umumnya meningkatkan daya tarik emas sebagai aset lindung nilai atau safe haven.
“Tren global yang terus mencari alternatif penyimpanan nilai di luar dolar AS tetap kuat, didorong oleh meningkatnya minat terhadap aset yang lebih independen dari kontrol eksternal,” jelas Ryan McIntyre, Managing Partner di Sprott Inc., menggarisbawahi posisi unik emas di tengah ketidakpastian global.
Sementara itu, pergerakan di pasar logam mulia lainnya juga patut dicermati. Harga perak spot turun 1,5% ke level US$ 36,70 per ons. Berbeda halnya, harga platinum melonjak signifikan 4,3% menjadi US$ 1.319,03 per ons, setelah sebelumnya sempat menyentuh level tertinggi sejak Februari 2021 dengan kenaikan hingga 5%. Sebaliknya, harga paladium turun tipis 0,5% ke US$ 1.046,75 per ons.
Dalam catatan terpisah, Goldman Sachs memberikan pandangan bahwa reli pada harga platinum dan perak dalam beberapa waktu terakhir cenderung bersifat spekulatif dan kurang ditopang oleh fundamental pasar yang kuat.
Harga emas mengalami penurunan setelah Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) mempertahankan suku bunga acuannya dan mengisyaratkan laju penurunan suku bunga yang lebih lambat. Ketua The Fed, Jerome Powell, menyatakan masih mengantisipasi inflasi yang signifikan dan menekankan fleksibilitas kebijakan. The Fed memproyeksikan pemotongan suku bunga setengah poin persentase tahun ini, dilanjutkan seperempat poin pada 2026 dan 2027.
Meskipun sempat menguat, optimisme pasar memudar menyusul pernyataan Powell yang berhati-hati. Di sisi lain, ketegangan geopolitik menjadi faktor yang meningkatkan daya tarik emas sebagai aset lindung nilai. Sementara harga perak turun, platinum melonjak signifikan, meskipun Goldman Sachs menilai reli tersebut bersifat spekulatif.