
MNCDUIT.COM JAKARTA. PT Perdana Karya Perkasa Tbk (PKPK) secara ambisius mematok target peningkatan signifikan pada kinerja keuangan dan operasionalnya di tahun 2025. Emiten pertambangan batubara ini juga menyatakan keyakinannya untuk mampu menaklukkan berbagai kendala, termasuk tantangan cuaca yang kerap memengaruhi aktivitas bisnis pertambangannya.
Haryanto Sofian, Direktur Utama Perdana Karya Perkasa, mengungkapkan bahwa perusahaan menargetkan pendapatan konsolidasi sebesar Rp 862,40 miliar pada tahun 2025. Angka fantastis ini mencerminkan kenaikan sebesar 252,26% dari realisasi pendapatan tahun 2024 yang tercatat Rp 244,82 miliar. Target pendapatan yang ambisius ini didasarkan pada Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAP) yang telah disusun oleh anak usaha utama PKPK, yakni PT Tri Oetama Persada (TOP). TOP sendiri memproyeksikan produksi dan penjualan batubara mencapai 1,1 juta ton pada tahun 2025.
Sebagai informasi, PT Tri Oetama Persada (TOP) merupakan entitas kunci PKPK yang beroperasi di sektor pertambangan batubara. TOP memegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUPOP) yang berlokasi strategis di Kalimantan Tengah. PKPK sendiri menguasai 69,96% saham TOP secara tidak langsung, menandakan kendali signifikan atas operasional pertambangan ini.
Dengan batubara berkalori 4.200 GAR dan asumsi harga batubara rata-rata di kisaran US$ 47—US$ 48 per ton serta kurs Rp 16.000 per dolar AS, PKPK optimis dapat meraup pendapatan melampaui Rp 800 miliar, sejalan dengan pencapaian target produksi. Keyakinan PKPK terhadap pencapaian target kinerja ini bukan tanpa dasar. Hingga Mei 2025, produksi batubara PKPK telah mencapai kisaran 300.000 ton. Dengan sisa waktu tujuh bulan di tahun 2025, perusahaan hanya perlu mengejar target produksi sebesar 810.000 ton lagi. Proyeksi ini semakin diperkuat dengan rencana PKPK untuk memulai pengiriman batubara yang telah diproduksi sekitar 180.000 ton per bulan, efektif mulai Juni ini.
Manajemen PKPK sepenuhnya menyadari bahwa faktor cuaca memegang peranan krusial dalam keberlangsungan dan stabilitas usaha pertambangan mereka. Meskipun sempat memprediksi datangnya musim kemarau pada Maret 2025, realitasnya menunjukkan curah hujan tinggi masih terus melanda area operasional hingga saat ini. Haryanto bahkan memperkirakan “kemarau basah” akan berlangsung hingga akhir tahun. Untuk mengantisipasi kondisi ini, PKPK telah menyusun strategi adaptif, dengan berencana memaksimalkan produksi batubara pada periode September dan Oktober, saat cuaca diperkirakan lebih kondusif. Sebaliknya, pada November dan Desember, yang merupakan puncak musim penghujan di Indonesia, produksi batubara PKPK kemungkinan akan mengalami perlambatan.
Terkait belanja modal (capex) tahun 2025, Haryanto tidak merinci besaran pasti yang dialokasikan PKPK. Namun, ia memastikan bahwa alokasi capex tersebut akan difokuskan untuk perbaikan jalan hauling di area pertambangan. Investasi ini diharapkan secara signifikan dapat mendukung dan meningkatkan produksi batubara perusahaan ke depannya.
PT Perdana Karya Perkasa Tbk (PKPK) menargetkan pendapatan konsolidasi Rp 862,40 miliar di tahun 2025, naik 252,26% dari realisasi 2024. Target ini didasarkan pada proyeksi produksi dan penjualan 1,1 juta ton batubara oleh anak usaha utamanya, PT Tri Oetama Persada (TOP). TOP memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUPOP) di Kalimantan Tengah dan dikendalikan secara tidak langsung oleh PKPK.
PKPK optimistis mencapai targetnya dengan asumsi harga batubara dan kurs tertentu, meski menyadari faktor cuaca sangat krusial. Perusahaan berencana memaksimalkan produksi pada September-Oktober untuk mengantisipasi musim hujan yang berkepanjangan hingga akhir tahun. Hingga Mei 2025, produksi batubara telah mencapai sekitar 300.000 ton, didukung rencana pengiriman 180.000 ton per bulan mulai Juni serta investasi pada perbaikan jalan *hauling*.