
Indeks unggulan di Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni LQ45, terus menghadapi tekanan. Hingga akhir perdagangan Kamis (5/6) lalu, indeks LQ45 mencatatkan penurunan sebesar 3,02% sepanjang tahun berjalan ini.
Kinerja ini tertinggal dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang justru masih menguat 0,47% dalam periode yang sama, parkir di level 7.113,42 pada penutupan perdagangan Kamis (5/6).
Meskipun demikian, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, mencermati bahwa pergerakan indeks LQ45 saat ini telah memasuki kategori uptrend, kendati secara year-to-date masih menunjukkan kinerja negatif. “Hal ini dikarenakan saham-saham dengan kapitalisasi pasar besar atau market cap yang menjadi konstituennya, rata-rata menunjukkan pergerakan uptrend yang optimal,” jelas Nafan kepada Kontan akhir pekan lalu.
Berlandaskan analisis tersebut, Nafan memproyeksikan potensi penguatan indeks LQ45 pada paruh kedua tahun 2025. Proyeksi ini seiring dengan gelontoran paket stimulus ekonomi masif dari pemerintah, yang bertujuan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi kuartal kedua 2025 di kisaran 5%. Program stimulus tersebut telah diterapkan mulai tanggal 5 Juni 2025, mencakup diskon transportasi, diskon tarif tol, diskon tarif listrik, penebalan bantuan sosial dan pemberian bantuan pangan, bantuan subsidi upah (BSU), serta perpanjangan diskon Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).
“Stimulus ini akan mendorong tingkat konsumsi masyarakat sehingga akan berdampak positif bagi sejumlah sektor, salah satunya sektor konsumer,” tambah Nafan, menyoroti dampak langsung terhadap fundamental perusahaan.
Selain faktor domestik, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, menambahkan bahwa pergerakan konstituen indeks LQ45 juga akan sangat dipengaruhi oleh sentimen global. “Mulai dari potensi penurunan suku bunga The Fed hingga prospek kesepakatan antara Amerika Serikat (AS) dengan China,” jelas Nico.
Di samping itu, potensi pembagian dividen juga menjadi katalis menarik bagi pergerakan indeks ini. Masih ada sejumlah emiten penghuni indeks LQ45 yang belum menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), di mana salah satu agenda utamanya adalah pembagian dividen. Beberapa saham yang dikenal loyal dalam pembagian dividen antara lain PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Dari daftar emiten yang belum menggelar RUPST, Nico menyebut sektor tambang menjadi salah satu yang paling sering dilirik karena umumnya menawarkan dividend yield yang tinggi. “Namun, jika investor tidak tertarik pada dividend yield, menunggangi volatilitas pasar untuk mendapatkan capital gain bisa menjadi salah satu pilihan yang dapat diperhatikan,” saran Nico.
Mengamini pandangan tersebut, Senior Equity Research Kiwoom Sekuritas, Sukarno Alatas, menyatakan bahwa jika dilihat dari potensi dividend yield, maka PTBA adalah yang paling menarik. Ini berkaca dari kinerja solid dan historis dividend payout ratio-nya. Dalam perhitungan Sukarno, dengan asumsi dividend payout ratio PTBA sebesar 50%, potensi dividend yield untuk laba tahun buku 2024 berada di kisaran 7,7%.
Lebih lanjut, Sukarno merekomendasikan sejumlah saham dari indeks LQ45 yang patut masuk dalam daftar pantauan untuk semester II-2025 karena tergolong undervalued, yaitu BBNI, BBTN, CTRA, INKP, ITMG, dan JMSR. Sementara itu, pilihan saham Nico meliputi ACES dengan target harga Rp 670, ADRO di Rp 2.600, AKRA di Rp 1.580, ARTO di Rp 2.800, ASII di Rp 5.500, BBCA di Rp 11.170, BBRI di Rp 4.730, dan BBNI di Rp 4.300.
Selain itu, Nico juga mengajak investor untuk mencermati saham BMRI dengan target harga Rp 6.300, BRIS di Rp 3.500, EXCL di Rp 2.750, INDF di Rp 9.300, ICBP di Rp 13.960, ITMG dengan target Rp 26.300, dan JPFA di Rp 2.300.
Indeks LQ45 mencatatkan penurunan 3,02% secara *year-to-date* hingga 5 Juni 2025, meskipun saat ini telah memasuki fase *uptrend*. Proyeksi penguatan indeks ini pada paruh kedua tahun 2025 didorong oleh paket stimulus ekonomi masif dari pemerintah yang dimulai sejak 5 Juni 2025. Stimulus ini, termasuk diskon transportasi dan bantuan sosial, diharapkan meningkatkan konsumsi masyarakat dan berdampak positif bagi sektor konsumer.
Selain faktor domestik, pergerakan konstituen LQ45 juga dipengaruhi sentimen global seperti potensi penurunan suku bunga The Fed. Potensi pembagian dividen juga menjadi katalis, dengan sejumlah emiten loyal dividen seperti PTBA dan INDF. Analis merekomendasikan saham-saham seperti BBNI, BBTN, ITMG yang tergolong *undervalued*, serta pilihan lain di berbagai sektor untuk semester II-2025.