Lab Grown Diamond: Fakta, Harga, dan Alasan Populer di Pasar

Img AA1GhMaz

MNCDUIT.COM – JAKARTA. Selama ini, berlian dikenal sebagai aset investasi yang sangat langka dan eksklusif, terutama karena harganya yang fantastis.

Namun, paradigma tersebut kini mulai bergeser dengan semakin populernya berlian buatan laboratorium atau yang dikenal dengan lab grown diamond. Berlian jenis ini menawarkan harga yang jauh lebih terjangkau, sehingga membuka peluang bagi pasar yang lebih luas untuk memiliki permata mewah ini.

Secara fundamental, lab grown diamond memiliki kandungan yang 100% identik dengan berlian alami (berlian tambang), yaitu sama-sama tersusun dari karbon yang mengalami proses pengkristalan. Perbedaan mendasar terletak pada proses pembentukannya. Berlian alami terbentuk secara geologis selama miliaran tahun di dalam bumi, sementara lab grown diamond, sesuai namanya, diciptakan menggunakan teknologi pemanas buatan yang hanya membutuhkan waktu produksi beberapa pekan.

Ada dua metode utama dalam produksi lab grown diamond: yang pertama adalah HPHT (high pressure high temperature), dan yang kedua adalah CVD (Chemical Vapor Deposition). Metode CVD ini secara khusus dirancang untuk meniru proses geologis alami pembentukan berlian tambang. Adapun cara paling efektif untuk membedakan kedua jenis berlian ini adalah dengan menguji kandungan nitrogen di dalamnya.

Daftar 10 Negara Afrika Penghasil Berlian Terbesar

Dikarenakan tidak melalui proses alami, lab grown diamond hampir tidak mengandung nitrogen sama sekali, terutama pada berlian yang diproduksi dengan metode CVD. Sebaliknya, jika ditemukan jejak atau bahkan kandungan nitrogen yang signifikan dalam berlian, besar kemungkinan permata tersebut adalah berlian alami. Di luar tes tersebut, secara visual, lab grown diamond dan berlian alami tidak dapat dibedakan dengan mata telanjang. Verifikasi keaslian umumnya hanya bisa dilakukan melalui sertifikat resmi yang menyertai berlian tersebut.

Untuk diketahui, sertifikat berlian yang diakui secara luas baik di tingkat nasional maupun internasional adalah sertifikat dari Gemological Institute of America (GIA) dan International Gemological Institute (IGI). Umumnya, lab grown diamond cenderung menggunakan sertifikat IGI, sedangkan berlian alami lebih sering bersertifikat GIA. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan lab grown diamond juga bisa menggunakan sertifikat GIA, yang biasanya akan membuat harganya otomatis lebih mahal.

Mengingat proses produksinya yang sangat berbeda, harga kedua jenis berlian ini juga memiliki rentang yang jauh. Sebagai perbandingan, per 1 karat berlian alami dibanderol sekitar US$1.065. Sementara itu, untuk ukuran yang sama, lab grown diamond hanya dihargai sekitar US$320. Perbedaan harga yang mencolok ini justru menjadi daya tarik utama lab grown diamond dalam menarik minat pasar yang lebih luas.

Pamornya Meningkat

Nike April, Brand Development Manager Vue Jewelry, salah satu toko berlian terkemuka di Jakarta, mengungkapkan bahwa popularitas lab grown diamond di Indonesia terus meningkat. Meskipun demikian, ia tidak menampik bahwa asumsi bahwa lab grown diamond adalah berlian palsu masih cukup marak di tengah masyarakat. “Di Indonesia, sejauh ini (lab grown diamond) belum 100% diterima. Ini bisa karena faktor gengsi, atau karena pasar memang lebih menyukai sesuatu yang sudah lama diyakini,” ujar Nike kepada Kontan, Kamis (5/6).

Dengan harganya yang lebih terjangkau, lab grown diamond sangat diminati oleh generasi muda. Nike menyebutkan bahwa minat terhadap produk lab grown diamond terutama berasal dari kalangan usia 23–34 tahun, sementara generasi yang lebih tua masih cenderung menghindari jenis berlian ini. Padahal, dari berbagai sudut pandang, Nike menilai lab grown diamond sama sekali tidak lebih buruk dari berlian alami. Bahkan, ia menekankan bahwa lab grown diamond unggul dalam hal proses pembuatannya yang lebih ramah lingkungan dibandingkan penambangan. “Perbedaannya hanya dari proses pembuatannya. Secara karakter fisik dan komposisi, keduanya memiliki struktur kristal karbon yang identik dengan tingkat kekerasan dan radians yang juga sama,” pungkas Nike.

Belum Punya Secondary Market

Meskipun demikian, lab grown diamond agaknya memiliki kelemahan di sisi likuiditas. Nike mengakui bahwa lab grown diamond belum memiliki pasar sekunder yang kuat di Indonesia, yang berarti penjualan kembali atau buyback lab grown diamond masih sulit dilakukan. Namun, di sisi lain, Perencana Keuangan Aidil Akbar Madjid berpendapat bahwa pada dasarnya berlian memang kurang ideal dijadikan aset investasi. “Sebagai perencana keuangan saya tidak menyarankan (investasi berlian), karena nilai reselling-nya pasti turun dan sangat subjektif,” sebut Aidil kepada Kontan, Kamis (4/6).

Berlian Biru 10 Karat di Lelang Sotheby’s Diperkirakan Terjual Seharga Rp 330 Miliar

Aidil menjelaskan bahwa industri berlian secara inheren adalah bisnis kartel, sehingga penentuan harganya sangat subjektif. Berbeda dengan logam mulia yang memiliki harga patokan global yang jelas, berlian, yang bukan merupakan komoditas, tidak memiliki patokan harga yang baku. Ia juga menambahkan bahwa secara tren, konsumsi berlian umumnya lebih bersifat untuk menunjukkan status sosial. “Ketika dijual, pasti tetap rugi karena pedagang yang menentukan harganya,” imbuhnya. Nike juga menyampaikan hal serupa, mengakui bahwa tidak jarang konsumen berlian alami mengeluhkan penurunan harga 10% hingga 30% saat melakukan penjualan kembali atau tukar tambah. Terkait penentuan harga, Nike menyebutkan bahwa pedagang domestik umumnya mengikuti harga pasaran global, meskipun demikian, penentuan harga di pasar berlian global itu sendiri tetap tidak memiliki acuan yang pasti. Secara keseluruhan, Aidil mengamini bahwa perkembangan lab grown diamond ini secara bertahap melunturkan sifat eksklusif berlian, “Menyebabkan harga berlian cenderung stagnan dan akan sulit untuk naik tinggi,” pungkasnya.

Ringkasan

Berlian buatan laboratorium atau *lab grown diamond* memiliki komposisi karbon 100% identik dengan berlian alami, namun dibentuk dalam waktu singkat menggunakan teknologi seperti HPHT atau CVD. Perbedaan utamanya terletak pada proses produksi dan harga yang jauh lebih terjangkau, misalnya US$320 per karat dibandingkan US$1.065 untuk berlian alami. Meskipun secara visual tidak dapat dibedakan, identifikasi dapat dilakukan melalui uji kandungan nitrogen atau sertifikat resmi seperti IGI yang umumnya digunakan untuk *lab grown diamond*.

Popularitas *lab grown diamond* meningkat di Indonesia, terutama di kalangan generasi muda yang tertarik dengan harganya dan proses pembuatannya yang lebih ramah lingkungan. Namun, pasar sekunder untuk *lab grown diamond* di Indonesia masih belum kuat. Secara umum, berlian, termasuk *lab grown diamond*, dinilai kurang ideal sebagai aset investasi karena harga jual kembali yang cenderung turun dan penentuan harga yang subjektif.

You might also like