
MNCDUIT.COM , JAKARTA – Sejumlah saham blue chip tercatat lesu sepanjang 2025. Saham yang sejak lama telah menjadi pendorong utama IHSG, kini kalah pamor dibandingkan kinerja saham-saham terafiliasi konglomerat.
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia menilai, secara historis saham perbankan kerap kali menjadi tulang punggung IHSG beberapa tahun belakangan. Namun, kini kinerja saham perbankan besar Tanah Air justru lesu.
Adapun sepanjang tahun berjalan 2025 (YtD), sejumlah saham blue chip tampak tidak bertenaga. Dari sektor perbankan, saham BBRI terkoreksi 6,86%, BMRI terkoreksi 9,65%, hingga BBCA terkoreksi 15,25%. Hanya BBNI yang masih mencatatkan pertumbuhan tipis 1,61% YtD.
Di tengah kucuran likuiditas ke perbankan, Liza justru menilai hal ini berpotensi menekan prospek saham perbankan besar. Hal itu terutama terjadi jika perbankan Tanah Air yang mendapatkan suntikan likuiditas tidak mampu menyalurkannya.
“Walaupun likuiditas sudah banyak dikucurkan, tapi apakah akan terserap? Sementara prakteknya kita tahu, perbankan itu pada engap-engapan menyalurkan kredit,” katanya saat ditemui di Jakarta, Kamis (18/12/2025).
Meskipun begitu, Liza menilai peluang rebound saham-saham perbankan besar masih terbuka. Namun, hal tersebut harus terlebih dahulu dibuktikan oleh kemampuan emiten dalam menyalurkan kredit ke masyarakat. Dengan begitu, peluang masuknya investor asing ke saham-saham blue chip perbankan dinilai bakal terbuka makin lebar.
: : Saham Perbankan Tertinggal di Tengah Penurunan Suku Bunga, Peluang Reversal Menguat
Dus, Liza menilai bahwa penggerak pasar saham pada tahun mendatang adalah emiten-emiten yang mampu menampilkan pendanaan yang jelas dan strategi yang terang ke depannya.
“Perusahaan yang memiliki pendanaan atau setidaknya strategi yang jelas itu lebih baik lagi. Ada investor yang masuk, yang dananya kencang, itu lebih oke,” kata Liza.
: : Rotasi Sektoral, Saham Bank Diramal Topang Laju IHSG 2026
Di satu sisi, Economist and Strategist Sinarmas Sekuritas Isfhan Helmy menilai bahwa peluang menguatnya saham-saham konglomerat pada 2026 masih terang. Namun, tidak semua saham terafiliasi konglomerat Tanah Air dinilai mampu berkinerja moncer pada tahun mendatang.
Hal itu terutama akan disebabkan oleh rebalancing indeks MSCI pada 2026. Saham-saham yang secara fundamental hampir mendekati ketentuan MSCI, seperti PANI, DEWA, hingga PTRO diprediksi mampu menguat ke depannya.
“Jadi tidak semua saham konglomerat itu akan bisa masuk MSCI dengan gampang. Artinya, mereka harus punya extra effort untuk membawa floating market cap naik 200–300% lagi,” katanya dalam acara 2026 Outlook Sinarmas Sekuritas, Kamis (18/12/2025).
Terlebih, MSCI kini tengah menggodok metodologi anyar mengenai free float. Hal ini akan membuat kian selektif saham-saham konglomerat untuk dapat masuk ke indeks ternama itu.
Dengan begitu, dia menilai bahwa peluang penguatan saham-saham konglomerat pada tahun mendatang akan lebih terbatas, bergantung pada kinerja emiten yang mampu mendekati metodologi anyar MSCI.
“Jadi kami lihat, mungkin untuk [saham konglomerat] masuk [MSCI] akan lebih susah. Jadi kami lihat tahun depan mungkin konglomerat masih bisa jalan, tapi tidak semua konglomerat itu naik,” katanya.
______
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.