Nikel Tertekan Surplus! Harga Logam Industri Lainnya Bagaimana?

MNCDUIT.COM – JAKARTA. Harga logam industri menunjukkan pergerakan yang bervariasi, mencerminkan kondisi fundamental yang berbeda-beda pada setiap komoditas.

Menurut data dari London Metal Exchange (LME), harga tembaga untuk kontrak tiga bulan mengalami kenaikan signifikan sebesar 1,45% menjadi US$ 10.975 per ton. Sementara itu, berdasarkan laporan Trading Economics pada Kamis (27/11) pukul 16.13 WIB, harga aluminium justru melemah 0,88% menjadi US$ 2.846 per ton, dan harga nikel mengalami penurunan tipis sebesar 0,20% menjadi US$ 14.816 per ton.

Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, berpendapat bahwa kenaikan harga pada beberapa logam industri didorong oleh meningkatnya ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Akan tetapi, berbeda dengan tembaga dan aluminium, harga nikel masih tertekan akibat kondisi pasokan yang berlebihan atau oversupply.

Kinerja Indeks Sektor Barang Material Mulai Tertinggal, Cek Rekomendasi Sahamnya

Lukman menambahkan bahwa harga nikel idealnya berada di kisaran US$ 14.000–15.000 per ton, mengingat kondisi pasokan yang melimpah. Ia menekankan bahwa stimulus dari China, kebijakan terkait overcapacity, dan arah kebijakan suku bunga The Fed akan menjadi faktor penentu utama pergerakan harga logam hingga akhir tahun.

“Investor juga perlu mewaspadai kekhawatiran terkait potensi bubble AI, yang jika meledak, dapat menekan harga logam secara keseluruhan,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (27/11/2025).

Sementara itu, Founder Traderindo.com, Wahyu Laksono, melihat pelemahan harga nikel sebagai sinyal struktural yang lebih bearish dibandingkan dengan komoditas logam lainnya. Ia menyoroti peningkatan pasokan global, terutama dari Indonesia, sebagai faktor utama yang membebani harga nikel.

“Harga nikel saat ini berada di bawah level support jangka panjang yang krusial. Ini bukan sekadar koreksi, tetapi merupakan tren bearish yang kuat,” tegas Wahyu. Menurutnya, jika level psikologis US$ 14.000 per ton berhasil ditembus, maka potensi penurunan harga lebih dalam akan semakin terbuka.

Menjelang akhir tahun, Wahyu berpendapat bahwa sentimen pada pasar logam industri akan lebih dipengaruhi oleh dinamika permintaan global, transisi energi, serta arah kebijakan moneter Amerika Serikat. Tembaga dan aluminium berpotensi mendapatkan dukungan dari sektor kendaraan listrik (EV), energi terbarukan, dan harapan bahwa The Fed akan melonggarkan kebijakan suku bunganya. Sebaliknya, nikel masih harus bergulat dengan tekanan akibat surplus pasokan dan perlambatan permintaan baterai.

Menakar Prospek IHSG Tembus Level 9.000 pada Akhir Tahun 2015, Ini Kata Analis

Kenaikan harga tembaga juga didukung oleh prospek ekonomi global yang lebih stabil, sementara aluminium berada dalam tren pemulihan teknikal yang didorong oleh potensi pemulihan ekonomi Tiongkok. Di sisi lain, nikel cenderung bergerak turun tanpa adanya katalis fundamental yang cukup kuat untuk memicu pembalikan arah.

Mengenai prospek harga ke depan, Lukman memperkirakan bahwa harga tembaga berpotensi menguji level US$ 11.000–11.100 per ton hingga akhir tahun. Aluminium diperkirakan akan bergerak menuju US$ 2.900 per ton, sementara nikel diperkirakan akan tetap tertahan di sekitar US$ 14.500 per ton. Wahyu menegaskan bahwa outlook jangka pendek untuk tembaga masih bullish, aluminium cenderung mencoba melanjutkan tren pemulihan, sedangkan nikel tetap berada di bawah tekanan dengan risiko menembus level support US$ 14.000 jika surplus pasokan terus meningkat.

Terkait strategi investasi, Lukman menyarankan agar investor fokus pada komoditas dengan fundamental yang solid seperti tembaga, terutama dengan mempertimbangkan prospek jangka panjang yang didorong oleh transisi energi. Ia juga menilai bahwa aluminium berpotensi mengalami koreksi pada tahun depan jika Tiongkok menghentikan pembatasan produksi.

Untuk nikel, strategi yang disarankan adalah buy low – sell high selama harga masih bergerak dalam rentang US$ 14.000 – US$ 15.000.

Wahyu juga menekankan pentingnya bagi investor untuk membedakan pendekatan investasi berdasarkan tren masing-masing logam. Ia menyarankan strategi buy on dips untuk tembaga dan aluminium, serta berhati-hati terhadap nikel yang masih menunjukkan tren bearish yang kuat.

Ringkasan

Harga logam industri menunjukkan variasi. Tembaga naik didorong ekspektasi penurunan suku bunga The Fed dan prospek ekonomi global, sedangkan aluminium melemah tipis namun berpotensi pulih karena harapan pemulihan ekonomi Tiongkok. Nikel tertekan oleh oversupply global, terutama dari Indonesia, dan berada di bawah level support jangka panjang.

Analis memprediksi tembaga berpotensi menguji US$11.000 per ton, aluminium menuju US$2.900 per ton, dan nikel tertahan di US$14.500 per ton. Strategi investasi yang disarankan bervariasi, dengan fokus pada tembaga dan aluminium yang memiliki fundamental solid, serta kehati-hatian pada nikel yang tertekan surplus pasokan.

You might also like