MNCDUIT.COM – Gelombang keraguan yang sempat menghantui benak suporter PSIS Semarang mengenai keseriusan manajemen akhirnya terjawab. Faris, yang sebelumnya menjabat sebagai CEO Persela Lamongan, mengambil langkah tegas dengan mengundurkan diri. Keputusan ini diambil untuk meredam potensi konflik kepentingan yang meresahkan para pendukung.
Kekhawatiran ini memang santer terdengar di kalangan suporter, terutama karena PSIS dan Persela berkompetisi di liga yang sama, yaitu Grup Timur Pegadaian Championship. Sebelum pengunduran diri Faris, banyak yang khawatir keputusan-keputusan strategis klub dapat dipengaruhi oleh kepentingan ganda dari pemegang saham.
Sebagai respons atas keresahan tersebut, Faris memilih jalan mundur sebagai wujud komitmennya dalam menjaga integritas klub. Keputusan ini dipandang sebagai langkah bijak untuk melindungi PSIS dari isu keberpihakan yang berpotensi mencemari atmosfer kompetisi.
Skor Kacamata di Babak Pertama Derbi Jatim! Persebaya Surabaya Ditahan Imbang Arema FC
Wareng, Ketua Panser Biru, turut memberikan tanggapannya melalui akun Instagram pribadinya, @kepareng_wareng. Ia berpendapat bahwa kepemilikan saham di lebih dari satu klub bukanlah fenomena baru dalam sepak bola Indonesia.
“Aku juga awalnya mikir Persela mas Fariz, mbak Datu PSIS itu apa tidak konflik kepentingan ya? Ternyata setelah tak pikir-pikir, pas Liga 1 kemarin kita juga begitu, sekarang pas Liga 2 pun kita juga kayak gitu dan kayaknya tidak masalah,” tulisnya, mengungkapkan pemikirannya terkait potensi konflik kepentingan.
Wareng kemudian mencontohkan beberapa situasi di Liga 1 di mana pemilik saham sebuah klub juga memiliki keterlibatan di klub lain, namun tidak menimbulkan permasalahan yang berarti.
Masih Menepi! Jari Kaki Terbentur di Rumah, Cole Palmer Absen Lagi Saat Chelsea Hadapi Burnley, Barcelona, dan Arsenal
Menurutnya, selama terdapat pemegang saham pengendali yang jelas, struktur manajemen tetap dapat terkontrol dengan baik. Hal ini memberikan jaminan bahwa keputusan klub tidak akan terpengaruh secara signifikan oleh kepentingan pihak lain.
“Pas Liga 1 pemilik saham PSIS, Persija, PSS, dll sama juga tidak masalah, lha di PSIS pemegang saham pengendali YS kae,” tambahnya, memberikan contoh konkret. Ia juga menyinggung kondisi serupa yang terjadi di Liga 2, seperti keterlibatan AVJ di Kendal Tornado FC dan hubungannya dengan saham di PSIS.
Meskipun demikian, Wareng tetap memberikan apresiasi tinggi kepada Faris atas keputusannya untuk mengundurkan diri demi menjaga kepercayaan para suporter. Langkah ini menunjukkan bahwa Faris menempatkan kepentingan klub dan suporter di atas segalanya.
“Tapi salut buat mas Faris memilih mundur dari Persela sesuai tuntutan suporter. Tidak kayak si itu, mundur bukan karena tuntutan suporter tapi karena harga saham sudah cocok,” ucapnya, menyindir pihak lain yang mungkin memiliki motif berbeda.
Keputusan Faris diyakini akan menenangkan suasana di kalangan suporter PSIS. Langkah ini juga sekaligus menjadi bukti bahwa manajemen klub tetap memprioritaskan transparansi dan integritas sebagai landasan utama dalam menjalankan roda organisasi.
Dengan berakhirnya polemik ini, para pendukung berharap PSIS dapat kembali fokus sepenuhnya untuk mengejar target prestasi yang telah dicanangkan di kompetisi musim ini. Semangat dan dukungan penuh dari suporter tentu akan menjadi energi tambahan bagi tim untuk meraih hasil maksimal.
Faris, mantan CEO Persela Lamongan, mengundurkan diri untuk menghindari konflik kepentingan terkait kepemilikan sahamnya di PSIS Semarang, mengingat kedua tim berada di liga yang sama. Ketua Panser Biru, Wareng, menanggapi bahwa kepemilikan saham di beberapa klub bukan hal baru di sepak bola Indonesia, dan selama ada pemegang saham pengendali, manajemen tetap terkontrol.
Wareng mencontohkan situasi serupa di Liga 1 dan Liga 2, di mana pemilik saham terlibat di beberapa klub tanpa masalah berarti. Meskipun demikian, ia mengapresiasi keputusan Faris yang mundur demi menjaga kepercayaan suporter PSIS, yang menunjukkan prioritas terhadap kepentingan klub dan transparansi.