Dolar AS Perkasa! Lirik Valas Alternatif Ini untuk Diversifikasi Investasi

MNCDUIT.COM JAKARTA. Indeks dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan tren penguatan dalam beberapa waktu terakhir. Meskipun dolar AS perkasa, sejumlah mata uang asing (valas) lainnya tetap menawarkan daya tarik yang menjanjikan sebagai aset investasi bagi para investor.

Menurut data Bloomberg, indeks dolar AS (DXY) mengalami koreksi tipis sebesar 0,05% ke level 100,112 pada Jumat (21/11) pukul 14.05 WIB. Namun, secara umum, indeks dolar AS sedang dalam tren peningkatan. Dalam sebulan terakhir, indeks ini telah menguat sebesar 1,19%. Bahkan, pada Rabu (19/11/2025), indeks dolar AS sempat mencapai level 100,228, level tertinggi dalam lima bulan terakhir.

Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, menjelaskan bahwa penguatan indeks dolar AS sebagian besar dipengaruhi oleh ekspektasi kebijakan moneter The Fed. Meskipun sempat muncul spekulasi mengenai pemangkasan suku bunga, data pasar tenaga kerja AS justru menunjukkan stabilisasi. Selain itu, pernyataan pejabat The Fed yang menekankan bahwa inflasi AS masih di atas target, memberikan sinyal bahwa bank sentral perlu menahan diri dari pemangkasan suku bunga.

Ekspektasi ini, ditambah dengan risalah FOMC yang mengungkapkan perbedaan pendapat di antara para pejabat The Fed mengenai kebijakan moneter, semakin memperkuat keyakinan bahwa suku bunga acuan AS akan tetap tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama.

“Hal ini meningkatkan daya tarik imbal hasil US Treasury dan mata uang dolar AS,” ujarnya pada Jumat (21/11/2025).

Indeks Dolar Menguat, Investor Mulai Berburu Aset Berbasis USD

Sutopo menambahkan, di tengah dominasi dolar AS, mata uang yang tetap menarik bagi investor biasanya memiliki fundamental domestik yang kuat atau menerapkan kebijakan moneter yang ketat. Selain itu, valas dengan imbal hasil kompetitif atau yang didukung oleh kenaikan harga komoditas utama juga layak dipertimbangkan oleh investor.

“Misalnya, mata uang yang didukung komoditas seperti dolar Kanada atau dolar Australia bisa menarik jika prospek permintaan global membaik, atau mata uang dari negara yang bank sentralnya masih secara agresif memerangi inflasi,” jelasnya.

Lebih lanjut, investor juga akan mencari mata uang dengan tingkat suku bunga riil positif yang tinggi atau yang menawarkan perlindungan dari devaluasi. Potensi pertumbuhan valas di luar dolar AS, menurut Sutopo, bergantung pada seberapa lama ekspektasi pemotongan suku bunga acuan The Fed ditunda dan bagaimana respons bank sentral domestik terhadap tekanan inflasi maupun pertumbuhan ekonomi masing-masing.

Harga Emas Memudar Terbebani Penguatan Dolar AS

Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, berpendapat bahwa ketika indeks dolar AS melonjak, mata uang lain cenderung tertekan. Namun, beberapa pasangan valas masih bisa menjadi pilihan alternatif bagi investor, seperti EUR/USD, GBP/USD, dan JPY/USD.

Mata uang euro (EUR) cukup aktif diperdagangkan, meskipun sensitif terhadap dinamika data ekonomi Eropa dan AS. Poundsterling (GBP) juga menawarkan likuiditas tinggi, tetapi volatilitasnya juga cukup tinggi. Sementara itu, yen Jepang (JPY) dianggap menarik karena faktor geopolitik Jepang-China dan kebijakan Bank Sentral Jepang.

“Ketiga pasangan ini dianggap paling likuid dan ramai diperdagangkan di pasar valas,” terang Ibrahim, Jumat (21/11/2025).

Meskipun demikian, Ibrahim mengingatkan bahwa investasi pada valas selain dolar AS memiliki risiko yang cukup besar. Selain volatilitas yang tinggi, adanya margin trading juga dapat membahayakan investor pemula. Kesalahan dalam mengambil posisi satu lot saja dapat menyebabkan kerugian dan menghabiskan modal investor.

Bursa Asia Mixed, Pasar Cermati Data Ekonomi AS yang Terbatas dan Pelemahan Yen

Di sisi lain, Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, menambahkan bahwa franc Swiss (CHF) masih memiliki daya tarik tinggi di mata investor yang mencari valas dengan karakteristik safe haven. Akibatnya, CHF cukup ramai diperdagangkan di pasar valas.

“Dari tiga mata uang safe haven seperti CHF, USD, dan JPY, tampaknya CHF masih sangat diminati investor,” tukasnya, Jumat (21/11/2025).

Strategi Investasi

Terlepas dari kondisi pasar, para analis menyarankan agar alokasi valas dalam portofolio investor disesuaikan dengan profil risiko masing-masing. Mengingat kekuatan dolar AS saat ini, Sutopo merekomendasikan alokasi valas yang lebih konservatif, yang difokuskan untuk tujuan diversifikasi dan lindung nilai.

Untuk investor konservatif, alokasi valas dapat berkisar antara 10%—20% dari total portofolio, dengan fokus pada mata uang safe haven dan berlikuiditas tinggi. Sementara itu, investor dengan profil risiko moderat dapat meningkatkan porsi valas hingga 20%—35%, yang mencakup kombinasi mata uang safe haven dan mata uang komoditas yang menawarkan yield kompetitif.

“Valas selain dolar AS sangat layak dipegang untuk jangka panjang asalkan didukung oleh fundamental negara yang stabil,” jelas Sutopo.

Senada dengan itu, Ibrahim menyarankan agar investor mengalokasikan sekitar 20% dari portofolio mereka ke valas, mengingat volatilitas instrumen ini. Karena risikonya yang besar, investor disarankan untuk hanya menggunakan dana menganggur saat berinvestasi valas.

Ringkasan

Indeks dolar AS sedang menguat dipengaruhi oleh ekspektasi kebijakan moneter The Fed yang cenderung mempertahankan suku bunga tinggi. Meskipun demikian, beberapa mata uang lain tetap menarik bagi investor dengan fundamental domestik yang kuat, kebijakan moneter ketat, atau didukung oleh kenaikan harga komoditas. Dolar Kanada dan dolar Australia, serta mata uang negara yang bank sentralnya agresif memerangi inflasi, bisa menjadi pilihan.

Beberapa opsi valas selain dolar AS yang likuid termasuk EUR/USD, GBP/USD, dan JPY/USD, meskipun memiliki risiko tinggi. Franc Swiss (CHF) juga menarik sebagai safe haven. Para analis menyarankan alokasi valas disesuaikan dengan profil risiko, dengan porsi konservatif 10%-20% dan moderat 20%-35%, serta hanya menggunakan dana menganggur karena volatilitasnya.

You might also like