MNCDUIT.COM JAKARTA. Di pengujung tahun, saham-saham lapis kedua masih menunjukkan performa yang menjanjikan. Walaupun menawarkan potensi keuntungan, investor tetap perlu berhati-hati dalam berinvestasi pada jenis saham ini.
Kinerja IDX SMC Composite, yang menghimpun saham-saham lapis kedua, telah tumbuh 6,83% dalam sebulan terakhir, mencapai level 436,43 pada Jumat (21/11/2025). Pencapaian ini melampaui indeks LQ45 yang hanya tumbuh 3,15% dalam periode yang sama, mencapai level 845,68. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sendiri mencatatkan pertumbuhan 2,14% ke level 8.414,35.
Analis BRI Danareksa Sekuritas, Reza Diofanda, menjelaskan bahwa agresivitas saham-saham lapis kedua dalam beberapa pekan terakhir didorong oleh tiga faktor utama: aliran likuiditas ke sektor tematik, euforia aksi korporasi emiten, dan rotasi sementara dari saham berkapitalisasi besar (big caps) setelah rebalancing MSCI.
“Kondisi ini mendorong investor untuk mencari peluang alpha tambahan di luar LQ45, sehingga minat terhadap saham mid-small caps meningkat,” ujarnya pada Jumat (21/11/2025).
Kinerja Saham Lapis Kedua Mulai Tersendat, Begini Saran Analis
Namun, perlu diingat bahwa kenaikan harga saham lapis kedua tidak selalu mencerminkan kinerja fundamental emiten secara keseluruhan. Meskipun beberapa sektor seperti komoditas (terutama emas dan nikel), agribisnis (khususnya sawit), dan emiten logistik yang efisien menunjukkan kinerja keuangan yang solid, serta beberapa emiten konsumer non-siklikal mencatatkan margin stabil, sebagian besar kenaikan saham lapis kedua didorong oleh faktor jangka pendek. Faktor-faktor ini termasuk sentimen musiman, aksi korporasi, dan rotasi dana sementara.
Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, memperkirakan bahwa kinerja saham-saham lapis kedua akan tetap lebih unggul dibandingkan saham lainnya, didorong oleh reli positif efek fenomena Santa Claus, arus dana asing yang tidak merata ke saham big caps, dan peningkatan aktivitas aksi korporasi.
Untuk tahun 2026, Wafi memprediksi adanya kemungkinan rotasi parsial oleh pelaku pasar ke saham-saham big caps jika kinerja sektor perbankan dan telekomunikasi pulih. “Namun, saham mid-small caps tetap menarik untuk sektor tertentu seperti emas, nikel, pelayaran, industrial, data center, dan kendaraan listrik,” tambahnya pada Jumat (21/11/2025).
Reza Diofanda mengingatkan bahwa tidak semua saham lapis kedua akan terus mengalami kenaikan seperti beberapa bulan terakhir. Dalam situasi volatilitas global yang meningkat dan penurunan suku bunga acuan, investor cenderung menyeimbangkan portofolio mereka kembali ke saham blue chips yang lebih defensif. Selain itu, beberapa saham lapis kedua telah mengalami kenaikan signifikan, sehingga valuasinya menjadi kurang menarik.
“Hal ini berpotensi membuka peluang rotasi dana ke big caps, baik karena faktor risk management maupun karena beberapa saham berkapitalisasi besar kini justru menjadi value play secara fundamental,” jelas Reza.
Harga Terus Menanjak, Cek Saham Lapis Kedua yang Masih Prospektif Hingga Akhir Tahun
Chief Executive Officer (CEO) Edvisor Provina Visindo, Praska Putrantyo, menyatakan bahwa potensi penguatan saham-saham lapis kedua masih terbuka di tahun mendatang. Namun, pelaku pasar diperkirakan akan lebih selektif dalam memilih sektor seperti energi, bahan baku, dan konsumer, dengan memperhatikan faktor-faktor makroekonomi yang berkembang.
Praska menyarankan investor yang tertarik pada saham lapis kedua untuk selalu memantau likuiditas transaksi, valuasi, dan kinerja fundamental secara berkala.
“Aksi korporasi dan arus dana asing pada saham lapis kedua juga perlu dipantau,” imbuhnya pada Jumat (21/11/2025).
Dari berbagai pilihan saham lapis kedua, Praska merekomendasikan investor untuk melakukan buy on weakness pada saham PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) dengan target harga Rp 1.100 per saham, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) dengan target harga Rp 1.200 per saham, dan PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) dengan target harga Rp 1.200 per saham. Saham PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) juga dinilai menarik dengan target harga di kisaran Rp 1.900-Rp 2.000 per saham.
Sementara itu, Reza menyarankan investor untuk menghindari pembelian saham lapis kedua saat euforia sedang tinggi dan tetap disiplin menggunakan metode cut loss atau trailing stop. Hal ini dikarenakan volatilitas saham-saham yang tergabung dalam IDX SMC Composite cenderung lebih tinggi dibandingkan saham di LQ45.
Dia merekomendasikan investor untuk mempertimbangkan saham-saham seperti PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA) dengan target harga di kisaran Rp 270-Rp 290 per saham, PT Darma Henwa Tbk (DEWA) di kisaran Rp 400-Rp 480 per saham, serta PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) di kisaran Rp 160-Rp 180 per saham.
Saham lapis kedua menunjukkan performa yang baik, dengan indeks IDX SMC Composite tumbuh signifikan melebihi LQ45 dan IHSG. Kenaikan ini didorong oleh aliran likuiditas ke sektor tematik, euforia aksi korporasi, dan rotasi dari saham berkapitalisasi besar setelah rebalancing MSCI. Meskipun demikian, kenaikan saham lapis kedua tidak selalu mencerminkan fundamental emiten, dan sebagian besar didorong faktor jangka pendek.
Analis menyarankan investor untuk tetap selektif dan berhati-hati, memantau likuiditas, valuasi, dan fundamental secara berkala. Beberapa saham yang direkomendasikan antara lain DSNG, ENRG, TAPG, BNGA, OASA, DEWA, dan BWPT, dengan target harga yang telah ditentukan. Investor juga disarankan untuk menghindari pembelian saat euforia tinggi dan menggunakan metode cut loss atau trailing stop karena volatilitas yang tinggi.