MNCDUIT.COM JAKARTA. Kinerja indeks sektoral di Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan performa yang mengesankan sepanjang tahun 2025, dengan mayoritas sektor mencatatkan penguatan signifikan. Data BEI per tanggal 12 November 2025 mengungkapkan bahwa dari 11 indeks saham sektoral, sebagian besar berhasil membukukan kenaikan dua digit, bahkan hingga tiga digit. Hanya satu indeks, yakni IDX Financials, yang mengalami penguatan satu digit sebesar 4,74% secara year to date (YTD).
Sektor IDX Technology menjadi bintang utama dengan lonjakan fantastis sebesar 161,82%, mengukir level 10.467,24 pada penutupan pasar Rabu (12/11/2025). Menyusul di belakangnya adalah IDX Industrials dengan kenaikan 71,06% YTD, dan IDX Basic Materials yang tumbuh 60,73% YTD.
Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto, menyoroti bahwa meroketnya kinerja sektor IDX Technology didorong oleh performa cemerlang emiten konstituennya. “Ini karena kinerja saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII) yang tahun ini berkinerja sangat baik,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (12/11/2025).
Valuasi saham emiten teknologi memang telah mencapai puncaknya. Saham DCII, misalnya, telah melesat 523,63% YTD, mencatatkan price to earning ratio (PER) 568,97x dan rasio price to book value (PBV) 168,19x. Angka-angka ini menunjukkan antusiasme investor yang luar biasa terhadap potensi pertumbuhan di sektor ini.
Saham Teknologi
Head of Research KISI Sekuritas, Muhammad Wafi, menjelaskan bahwa penguatan signifikan pada sektor-sektor unggulan ditopang oleh euforia terhadap saham digital dan manufaktur, serta ketersediaan likuiditas global yang melimpah. “Sementara itu, sektor yang relatif tertahan karena tekanan margin, penurunan net interest margin (NIM) bank, dan rotasi dana ke sektor siklikal,” paparnya kepada Kontan, Rabu (12/11).
Menurut Wafi, kenaikan IDX Technology secara spesifik didorong oleh pemulihan emiten-emiten besar seperti DCII, PT Multipolar Technology Tbk (MLPT), PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), dan PT Global Digital Niaga Tbk (BELI). Perbaikan ini diakibatkan oleh restrukturisasi yang berhasil serta efisiensi operasional yang ketat. Adapun IDX Industrials menguat berkat sektor logistik, konstruksi, dan manufaktur ekspor, sementara IDX Basic Materials terangkat oleh kenaikan harga komoditas logam. “Sebagian (kenaikan) spekulatif, tapi fundamental beberapa emiten juga membaik,” tambah Wafi.
Di sisi lain, Customer Engagement & Market Analyst Department Head BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS), Chory Agung Ramdhani, mengemukakan bahwa sentimen yang membebani IDX Financials berasal dari ketidakpastian global dan potensi perlambatan ekonomi dunia. Ini terjadi meskipun ekonomi Indonesia sendiri menunjukkan ketahanan dengan pertumbuhan 5,04% secara year-on-year (YoY) pada kuartal III 2025. “Lalu, masih adanya bayang-bayang ketidakpastian global dapat menjadi sentimen pemberat,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (12/11/2025).
Sebaliknya, kenaikan IDX Technology secara umum didorong oleh antusiasme investor yang tinggi terhadap emiten digital dan startup. Namun, Chory menambahkan bahwa kenaikan drastis pada sektor ini lebih banyak didorong oleh sentimen, spekulasi ekspektasi pertumbuhan masa depan, dan pergerakan emiten dengan bobot kapitalisasi pasar yang besar. Untuk IDX Industrials, kenaikannya terkait erat dengan pemulihan dan peningkatan kegiatan ekonomi secara umum, terutama pada sektor manufaktur, peralatan berat, dan infrastruktur. “Kinerja positif perusahaan industri akan terlihat dari peningkatan pesanan dan utilisasi kapasitas,” tuturnya.
Adapun IDX Basic Materials diuntungkan oleh kenaikan harga komoditas global, seperti emas, serta ekspektasi permintaan yang tinggi dari sektor hilirisasi dalam negeri dan pemulihan ekonomi global yang berkelanjutan.
Prospek dan Rekomendasi
Rully Arya Wisnubroto memproyeksikan adanya potensi rotasi sektoral di akhir tahun 2025 atau awal tahun 2026, dengan harapan fokus pasar akan kembali tertuju pada kinerja fundamental para emiten. Sektor-sektor yang dinilai masih memiliki fundamental kuat dan layak diperhatikan ke depan meliputi keuangan, telekomunikasi, konsumer, dan pakan ternak.
Muhammad Wafi juga sepakat bahwa rotasi sektoral berpeluang muncul di akhir Desember 2025 atau awal tahun 2026. Fenomena ini didorong oleh aksi window dressing serta evaluasi portofolio yang dilakukan para investor. Sektor-sektor yang berpotensi menunjukkan kinerja baik di masa mendatang adalah consumer cyclical, telekomunikasi, dan perbankan. “Ini didorong perbaikan konsumsi, suku bunga rendah, serta arus masuk dana asing,” ungkapnya.
Senada, Chory Agung Ramdhani berpandangan bahwa rotasi kinerja sektoral sangat mungkin terjadi di pasar saham, khususnya menjelang akhir tahun dan memasuki tahun baru. Sisa sebulan terakhir di tahun tersebut sering kali diwarnai oleh beragam aksi pelaku pasar, seperti window dressing, reaksi pasar terhadap kinerja kuartal III dan IV, serta awal siklus kebijakan makroekonomi di tahun berikutnya.
Berdasarkan sentimen tersebut, Chory memprediksi sektor-sektor yang kemungkinan besar akan menjadi jawara atau kembali diminati adalah IDX Financials (keuangan), IDX Property & Real Estate (properti), dan IDX Consumer Cyclicals (barang konsumsi primer dan sekunder). IDX Financials akan terdorong oleh sentimen siklus penurunan suku bunga The Fed dan Bank Indonesia (BI), yang diharapkan mendorong pertumbuhan kredit, mengurangi beban biaya dana bank, serta menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi domestik.
Sementara itu, IDX Property & Real Estate akan diuntungkan oleh siklus penurunan suku bunga yang berdampak pada penurunan suku bunga KPR/KPA, memicu permintaan properti, dan mendorong peningkatan marketing sales emiten. Terakhir, IDX Consumer Cyclicals akan mendapatkan dorongan dari stabilitas inflasi dan pemulihan daya beli masyarakat. “Program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) berpotensi meningkatkan permintaan barang konsumsi tertentu, khususnya pangan,” katanya.
Chory Agung Ramdhani juga merekomendasikan beli untuk beberapa saham unggulan: BBCA dengan target harga Rp 11.900 per saham, TLKM dengan target harga Rp 4.000 per saham, ASII dengan target harga Rp 6.700 per saham, dan BRMS dengan target harga Rp 1.080 per saham.