MNCDUIT.COM – JAKARTA. PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), perusahaan pengelola jaringan minimarket Alfamart, mencatatkan penurunan laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar 3,49% secara tahunan (YoY) hingga September 2025. Laba bersih AMRT tercatat Rp 2,31 triliun, sedikit lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 2,39 triliun. Penurunan ini terjadi meskipun perseroan berhasil membukukan pertumbuhan pendapatan bersih yang solid.
Secara kumulatif, hingga kuartal III 2025, AMRT menunjukkan kinerja pendapatan yang impresif dengan kenaikan 7,09% YoY, mencapai Rp 94,47 triliun dari Rp 88,21 triliun. Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis Setyo Wibowo, menilai pertumbuhan pendapatan ini ditopang oleh peningkatan penjualan pada segmen food dan non-food, serta agresifnya ekspansi jaringan toko. Ia menambahkan bahwa meskipun biaya promosi dan operating expenses (Opex) menekan margin, pertumbuhan pendapatan tetap kuat dengan gross margin stabil di angka 21,5%.
Senada, Analis Panin Sekuritas, Novi Vianita, mengamini bahwa dorongan utama di balik kenaikan pendapatan Sumber Alfaria Trijaya hingga kuartal III 2025 adalah pembukaan gerai-gerai baru secara masif dan berbagai program promosi, termasuk bonus serta fitur loyalty member Alfagift. Kontributor terbesar masih berasal dari segmen makanan dengan porsi 70%, senilai Rp 21,3 triliun atau tumbuh 5,6% YoY. Segmen minuman juga tak kalah sigap, mencatat kenaikan 6,1% YoY menjadi Rp 9,3 triliun. Namun demikian, Novi menyoroti adanya penurunan marjin kotor menjadi 20,6%, yang diakibatkan peningkatan kebutuhan persediaan seiring ekspansi gerai dan operasional dua pusat distribusi (DC) baru.
Di balik pertumbuhan pendapatan tersebut, AMRT juga menghadapi tantangan berupa pembengkakan beban pokok pendapatan yang naik 6,95% YoY menjadi Rp 74,17 triliun pada periode yang sama. Selain itu, beban operasional lainnya turut mengalami peningkatan signifikan. Beban penjualan dan distribusi perseroan melonjak dari Rp 15,04 triliun menjadi Rp 16,55 triliun, diikuti kenaikan beban umum dan administrasi dari Rp 1,57 triliun menjadi Rp 1,7 triliun. Peningkatan beban-beban ini menjadi faktor krusial yang menekan profitabilitas Alfamart.
Secara kuartalan, kinerja AMRT pada kuartal III menunjukkan pendapatan sebesar Rp 30,6 triliun, turun 1,2% secara quarter-on-quarter (QoQ) namun tetap tumbuh 5,7% YoY. Novi Vianita menjelaskan bahwa sedikit tekanan QoQ ini mencerminkan pergeseran pola belanja konsumen, yang kini cenderung beralih ke toko-toko kecil di dekat rumah serta tren down-trading menuju produk yang lebih terjangkau. Hal ini berdampak pada kontribusi penjualan dari wilayah Luar Jawa yang menurun 3,7% QoQ menjadi Rp 12 triliun, dan wilayah Jawa yang turun 2,4% QoQ menjadi Rp 10,6 triliun. Kendati demikian, wilayah Jabodetabek justru menunjukkan pemulihan dengan kontribusi penjualan Rp 8 triliun, naik 4,5% QoQ.
Di tengah tantangan pergeseran perilaku konsumen, Analis Sucor Sekuritas Christofer Kojongian justru melihat AMRT diuntungkan oleh adanya peralihan pola belanja dari supermarket modern ke minimarket yang lebih terjangkau. Menurutnya, kekuatan fundamental Sumber Alfaria Trijaya terletak pada portofolio produknya yang luas, mencapai lebih dari 15.000 SKU (Stock Keeping Unit), serta jaringan toko nasional yang masif dengan lebih dari 23.000 gerai yang menjangkau hingga wilayah tier-2 dan tier-3. Dukungan dari lebih dari 1.800 pemasok aktif juga memastikan ketersediaan produk selalu terjaga. Faktor-faktor ini menjadikan model bisnis AMRT sangat defensif, tercermin dari pertumbuhan same store sales growth (SSSG) yang secara konsisten melampaui pertumbuhan penjualan ritel nasional.
Prospek kinerja AMRT semakin cerah dengan adanya program Bantuan Tunai Langsung (BLT) dari Pemerintah. Christofer memperkirakan BLT sebesar Rp 900 ribu per rumah tangga kepada 35 juta keluarga berpendapatan rendah selama kuartal IV 2025 akan menjadi pendorong signifikan konsumsi rumah tangga dalam jangka pendek. Alfamart, dengan jaringannya yang luas, dinilai berada pada posisi strategis untuk menangkap peluang belanja tersebut. Abdul Azis dari Kiwoom Sekuritas juga sepakat, menyatakan bahwa stimulus ini akan membangkitkan mobilitas masyarakat dalam berbelanja, yang pada gilirannya akan meningkatkan traffic ke gerai-gerai AMRT, meskipun ketidakpastian ekonomi masih membayangi.
Dengan sentimen positif tersebut, Christofer memproyeksikan kinerja laba bersih AMRT akan tumbuh solid. Ia memprediksi laba bersih Sumber Alfaria Trijaya akan mencapai Rp 3,5 triliun pada tahun 2025, tumbuh 13% YoY, dan melonjak hingga Rp 4,1 triliun pada tahun 2026, naik 15% YoY. Proyeksi ini didukung oleh ekspansi gerai Lawson, pemulihan margin dari bisnis Lawson, serta strategi produk yang tangguh dalam mengantisipasi pergeseran konsumsi ke produk yang lebih ekonomis. Lebih jauh lagi, Christofer memperkirakan pertumbuhan laba tahunan rata-rata (CAGR) sebesar 14% hingga 2028, ditopang oleh pemulihan daya beli, leverage operasional yang kuat, dan inisiatif efisiensi biaya berkelanjutan.
Melihat potensi dan fundamental yang kuat, para analis memberikan rekomendasi positif untuk saham AMRT. Christofer Kojongian merekomendasikan beli saham AMRT dengan target harga Rp 3.000, didorong oleh peralihan dasar valuasi ke tahun penuh 2026. Ia menggarisbawahi keunggulan kompetitif Alfamart sebagai peritel modern terbesar, rekam jejak tangguh di berbagai siklus ekonomi, serta neraca keuangan yang solid. Novi Vianita juga merekomendasikan beli saham AMRT dengan target harga Rp 2.600, dengan sentimen utama target pembukaan 1.000 gerai baru di 2025, dukungan program BSU dan BLT pemerintah, serta penguatan omnichannel melalui berbagai promosi di Alfagift. Sementara itu, Abdul Azis Setyo Wibowo merekomendasikan trading buy untuk saham AMRT, dengan target harga antara Rp 2.100 – Rp 2.090 dan level support di Rp 1.890 – Rp 1.850.
PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) mencatatkan penurunan laba bersih 3,49% secara tahunan menjadi Rp 2,31 triliun hingga September 2025. Penurunan ini terjadi meskipun pendapatan bersih perseroan tumbuh solid 7,09% menjadi Rp 94,47 triliun, didorong oleh ekspansi gerai masif serta peningkatan penjualan segmen makanan dan non-makanan. Namun, kenaikan beban pokok pendapatan dan beban operasional lainnya menekan profitabilitas, menyebabkan penurunan marjin kotor.
Meskipun menghadapi tantangan pergeseran pola belanja konsumen, AMRT diuntungkan oleh peralihan ke minimarket dengan portofolio produk dan jaringan gerai yang luas. Prospek kinerja perseroan diperkirakan cerah, didukung oleh program Bantuan Tunai Langsung (BLT) pemerintah yang diproyeksikan mendorong konsumsi rumah tangga. Analis memproyeksikan laba bersih AMRT akan tumbuh solid, mencapai Rp 3,5 triliun pada 2025 dan Rp 4,1 triliun pada 2026, dengan mayoritas analis merekomendasikan “beli” atau “trading buy” untuk sahamnya.