 
             
						MNCDUIT.COM JAKARTA. Harga komoditas energi global, terutama minyak dunia, kembali merasakan tekanan signifikan akibat kekhawatiran terhadap permintaan di tengah ketidakpastian ekonomi yang melingkupi pasar. Berdasarkan data Trading Economics pada Kamis (30/10) pukul 21.05 WIB, harga minyak mentah WTI tercatat anjlok 0,78% dalam sehari, mencapai US$ 59,988 per barel. Senada, harga batubara juga terkoreksi 0,34% menjadi US$ 103,9 per ton. Namun, di tengah tren penurunan ini, harga gas alam menunjukkan ketahanan dengan kenaikan 1,60% ke level US$ 3,87 per MMBtu.
Wahyu Laksono, Founder Traderindo.com, menggarisbawahi bahwa secara umum, performa komoditas energi memang belum menunjukkan kekuatan yang berarti. “Inilah yang dibutuhkan dunia, harga murah. Inflasi bisa dikendalikan,” ujarnya saat dihubungi Kontan pada Kamis (30/10). Pandangan ini menyoroti bahwa harga komoditas yang lebih rendah dapat menjadi katalis positif dalam upaya mengendalikan laju inflasi global.
Pelemahan yang terjadi pada minyak mentah dan batubara saat ini, menurut Wahyu, didorong oleh kekhawatiran melambatnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara konsumen utama. Cina, Amerika Serikat (AS), dan negara-negara Eropa menjadi sorotan utama sebagai pemicu penurunan permintaan ini. Selain itu, sentimen pasar juga menunjukkan bahwa kelebihan pasokan turut membuat harga komoditas energi tertekan. Wahyu Laksono juga menambahkan, “Ketika dolar AS menguat, komoditas menjadi lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain. Hal ini pada gilirannya dapat menekan permintaan dan harga.” Fenomena ini menciptakan tekanan ganda terhadap harga komoditas energi di pasar global.
Melihat ke depan, beberapa sentimen krusial perlu dicermati yang akan memengaruhi pergerakan komoditas energi pada sisa tahun ini. Untuk itu, pertanyaan seperti Komoditas Energi Kompak Tertekan Kamis (30/10), Bagaimana Prospeknya ke Depan? menjadi relevan bagi para pelaku pasar.
Faktor pertama adalah keputusan yang akan diambil oleh negara-negara anggota OPEC dan sekutunya terkait volume produksi minyak. Wahyu menjelaskan, “Sementara ini, OPEC masih menahan supply dengan mengendalikan cut supply,” mengindikasikan upaya berkelanjutan untuk menjaga stabilitas harga melalui pembatasan pasokan.
Faktor kedua yang patut diwaspadai adalah perkembangan situasi geopolitik global. Konflik yang melibatkan produsen minyak utama, seperti di Timur Tengah dan Eropa Timur, berpotensi memicu lonjakan harga yang tiba-tiba. Namun, Wahyu memberikan pandangan optimistis, “Sepertinya, konflik geopolitik Timur Tengah masih terkendali,” yang sedikit meredakan kekhawatiran akan volatilitas ekstrem dari sisi ini.
Terakhir, faktor ketiga yang sangat berpengaruh adalah datangnya musim dingin di belahan Utara. Wahyu menjelaskan, permintaan gas alam dan minyak mentah untuk kebutuhan pemanas secara umum akan meningkat signifikan selama periode ini. Oleh karena itu, “Cuaca yang sangat dingin dapat mendorong kenaikan harga, sedangkan musim dingin yang lebih hangat dapat menekan harga,” pungkasnya, menunjukkan sensitivitas pasar terhadap kondisi iklim.
Menjelang akhir tahun, Wahyu Laksono memproyeksikan rentang pergerakan harga untuk beberapa komoditas energi utama. Minyak WTI diperkirakan akan bergerak di kisaran US$ 58 hingga US$ 65 per barel. Sementara itu, gas alam berpotensi berada di rentang US$ 2,9 sampai US$ 3,25 per MMBtu, dan batubara diproyeksikan akan bergerak antara US$ 100 hingga US$ 108 per ton.
Harga komoditas energi global, seperti minyak mentah WTI dan batubara, mengalami penurunan akibat kekhawatiran terhadap permintaan dan kelebihan pasokan. Penguatan dolar AS juga turut menekan harga komoditas. Di sisi lain, harga gas alam menunjukkan kenaikan yang disebabkan oleh ekspektasi peningkatan permintaan menjelang musim dingin.
Proyeksi harga komoditas energi hingga akhir tahun dipengaruhi oleh keputusan OPEC terkait produksi minyak, situasi geopolitik global, dan kondisi cuaca musim dingin. Wahyu Laksono memperkirakan minyak WTI akan bergerak di kisaran US$ 58-65 per barel, gas alam US$ 2,9-3,25 per MMBtu, dan batubara US$ 100-108 per ton.