
JAKARTA – Indonesia tengah mengambil langkah strategis untuk memperkuat dominasi kepemilikan di tambang emas raksasa yang dioperasikan oleh PT Freeport Indonesia. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, secara tegas menyatakan bahwa Indonesia berencana meminta tambahan kepemilikan saham sebesar 12% dalam perusahaan tambang kelas dunia tersebut.
Langkah progresif penambahan saham ini merupakan implementasi langsung dari arahan Presiden Prabowo Subianto. Bahlil menjelaskan bahwa dengan tambahan divestasi ini, pemerintah Indonesia akan secara resmi menjadi pemegang saham mayoritas di PT Freeport Indonesia, perusahaan tambang tembaga dan emas terbesar di Tanah Air. Saat ini, kepemilikan saham Indonesia adalah 51%, dan penambahan 12% ini akan menggenapkannya menjadi 63%, menempatkan negara sebagai pengendali utama.
“Saham kita sekarang kan 51%, tetapi dalam Pemerintahan sebelumnya pun, saya juga ikut terlibat dalam pembahasan ini. Atas arahan perintah Bapak Presiden Prabowo kita menambah 12% dan divestasi ini nilainya sangat kecil sekali. Nah, tapi [transaksi] ini terjadi setelah 2041,” ungkap Bahlil pada Jumat (24/10/2025), memberikan gambaran mengenai peta jalan transaksi yang penting ini.
Pemerintah menargetkan negosiasi finalisasi dengan pihak Freeport dapat dimulai pada awal November 2025. Penentuan waktu ini sejalan dengan perkiraan penanganan tuntas insiden longsor di tambang bawah tanah (underground) yang sebelumnya menelan tujuh korban jiwa. Bahlil memastikan, “Semua jenazah sudah ditemukan dan evakuasi selesai. Saat ini inspektur tambang sedang memeriksa penyebab kejadian. Insyaallah bulan depan [November] sudah ada tanda-tanda perbaikan, dan kita mulai pembicaraan untuk finalisasi penambahan saham.”
Meskipun ada perubahan dalam struktur kepemilikan, Bahlil menegaskan bahwa skema baru ini tidak akan mengubah kewajiban Pajak Penghasilan (PPh) Badan PT Freeport Indonesia. Perusahaan tambang tersebut akan tetap membayar PPh Badan sebesar 25%, meskipun tarif umum PPh badan nasional kini berada di bawah angka 22%. “Kami ingin memastikan negara mendapat manfaat optimal,” tegas Bahlil, menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga penerimaan negara.
Selain kontribusi pajak yang signifikan, PT Freeport Indonesia juga berkomitmen untuk memberikan dampak positif lebih luas. Perusahaan akan membangun fasilitas kesehatan dan pendidikan di Papua, serta memprioritaskan keterlibatan pengusaha lokal Papua dalam proyek-proyek mereka. Ini merupakan bagian dari upaya menciptakan nilai tambah dan kesejahteraan bagi masyarakat di sekitar wilayah operasional.
Mengenai nilai akuisisi tambahan saham, Bahlil menambahkan bahwa angka tersebut belum dapat diungkapkan kepada publik. Namun, arah kebijakan pemerintah sudah kokoh dan jelas. Produksi PT Freeport Indonesia saat ini bersumber dari hasil eksplorasi yang dimulai pada tahun 2003–2004, dengan puncak produksi yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2035 sebelum secara alami mengalami penurunan. “Oleh karena itu, pembicaraan perpanjangan dan eksplorasi baru harus segera dilakukan agar kita tidak kehilangan waktu,” pungkas Bahlil, menekankan urgensi untuk segera menyusun strategi jangka panjang demi keberlanjutan sektor pertambangan emas dan tembaga di Indonesia.
Indonesia berencana menambah kepemilikan saham sebesar 12% di PT Freeport Indonesia, atas arahan Presiden Prabowo Subianto. Dengan penambahan ini, saham Indonesia akan menjadi 63%, menjadikannya pemegang saham mayoritas dan pengendali utama. Negosiasi finalisasi diharapkan dimulai awal November 2025, setelah penanganan insiden longsor tambang, namun transaksi divestasi ini akan efektif setelah tahun 2041.
Meskipun ada perubahan struktur kepemilikan, PT Freeport Indonesia akan tetap membayar Pajak Penghasilan (PPh) Badan sebesar 25% untuk memastikan manfaat optimal bagi negara. Perusahaan juga berkomitmen membangun fasilitas kesehatan dan pendidikan di Papua, serta melibatkan pengusaha lokal. Pemerintah menekankan urgensi pembicaraan perpanjangan kontrak dan eksplorasi baru untuk keberlanjutan produksi setelah perkiraan puncak pada 2035.