
MNCDUIT.COM – JAKARTA. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) secara resmi mengumumkan hasil lelang pita frekuensi radio 1,4 GHz pada Rabu (15/10/2025). Keputusan ini diproyeksikan akan menjadi titik balik yang signifikan, mengubah lanskap industri telekomunikasi nasional dan memicu kompetisi yang lebih sehat di antara para operator seluler.
Dalam lelang yang dinanti-nantikan ini, PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) dan PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) berhasil muncul sebagai pemenang. PT Telemedia Komunikasi Pratama, anak perusahaan WIFI, sukses mengamankan lisensi untuk Wilayah 1 yang meliputi Jawa, Maluku, dan Papua dengan penawaran impresif sebesar Rp 403,8 miliar. Sementara itu, PT Eka Mas Republik, entitas di bawah DSSA, berhasil memenangkan Wilayah 2 dan 3 dengan penawaran masing-masing Rp 300,9 miliar dan Rp 100,9 miliar. Setiap pemenang berhak atas bandwidth sebesar 80MHz dengan masa penggunaan selama 10 tahun. Ironisnya, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) yang juga turut berpartisipasi dalam lelang, tidak berhasil memperoleh alokasi spektrum apa pun.
Lelang Pita Frekuensi 1,4 GHz Tuntas, Peta Industri Telekomunikasi Bakal Berubah
Harry Su, Managing Director Research and Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, menyoroti dampak hasil lelang ini terhadap segmen fixed broadband (FBB). Menurutnya, ketersediaan akses internet dengan harga yang lebih terjangkau akan mendorong persaingan menjadi lebih intens. Selain itu, fixed wireless access (FWA) diprediksi akan menjadi kunci utama dalam mengakselerasi penetrasi FBB, memperluas jangkauan dan meningkatkan adopsi layanan di seluruh pelosok negeri. Harry juga menambahkan bahwa “Price war cellular diekspektasi akan sedikit mereda terutama di Pulau Jawa, namun akan tetap saling berebut market share lebih kencang di luar Pulau Jawa mengingat dominasi TLKM masih terlalu tinggi dibandingkan PT Indosat Tbk (ISAT) dan PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk (EXCL),” ujarnya kepada Kontan pada Sabtu (18/10/2025).
Analis Mirae Asset Sekuritas, Daniel Widjadja, menegaskan bahwa alokasi spektrum 1,4GHz yang baru ini akan merevolusi industri broadband Indonesia, dengan WIFI (Starlite) sebagai penerima manfaat terbesar. Dengan akses eksklusif ke 61,2% rumah tangga, WIFI berada dalam posisi strategis untuk mencapai pertumbuhan pelanggan jangka panjang yang substansial. Yang menarik, perusahaan ini mendapatkan lisensinya dengan biaya yang jauh lebih rendah, yakni hanya US$ 0,002/MHz/populasi, dibandingkan dengan US$ 0,026 dan US$ 0,016/MHz/populasi di wilayah lain. Daniel menjelaskan lebih lanjut, “Spektrum ini akan memungkinkan WIFI untuk memperluas jangkauan melampaui batasan Fiber to the Home (FTTH) kurang dari 5km saat ini, yang memungkinkan konektivitas yang lebih cepat, lebih luas, dan lebih efisien bagi pasar massal.”
Kinerja Emiten Telekomunikasi Masih Tertekan pada Semester I-2025
Mengulas kembali sejarah, Daniel Widjadja mengingatkan bahwa lelang spektrum terakhir untuk layanan FWA diadakan pada tahun 2013, di mana PT Internux (Bolt) memenangkan pita 2,3GHz dengan bandwidth 15 MHz untuk beroperasi di wilayah Jabodetabek. Bolt sukses meluncurkan layanan BWA 4G LTE dengan harga Rp 274.000, termasuk modem dan data prabayar 8GB, dan berhasil menarik lebih dari 2 juta pelanggan dalam waktu dua tahun, sekaligus mendorong adopsi digital dini secara nasional. “Dengan spektrum 1,4GHz yang baru diberikan, kami berharap layanan FWA dapat memperluas akses internet yang lebih luas di seluruh Indonesia, mempercepat penetrasi konektivitas dan mendukung agenda transformasi digital negara ini,” ucap Daniel optimis.
Meskipun demikian, Harry Su melihat bahwa faktor ekonomi dan daya beli masyarakat akan menjadi penentu krusial bagi kinerja sektor telekomunikasi hingga akhir tahun. Pemulihan ekonomi yang diikuti peningkatan daya beli diharapkan dapat meningkatkan Average Revenue Per User (ARPU) serta profitabilitas perusahaan telekomunikasi, yang pada gilirannya akan mempercepat perluasan penetrasi jaringan di daerah-daerah di Indonesia yang belum terjangkau. Digitalisasi di berbagai sektor juga diproyeksikan akan meningkatkan penggunaan data secara signifikan. “Purchasing power yang belum kembali pulih masih menekan ARPU industri, meskipun natal dan tahun baru (nataru) diharapkan bisa membantu meningkatkan penggunaan data,” terang Harry.
Laba Emiten Menara Telekomunikasi Tumbuh Tipis di Semester I-2025
Di sisi lain, Aurelia Barus, Analis Indo Premier Sekuritas, mengungkapkan hasil survei Indo Premier Sekuritas yang menunjukkan kenaikan rata-rata harga paket seluler di seluruh operator sebesar 14% secara qoq (kuartalan) pada kuartal III – 2025. PT XL Axiata Tbk (EXCL) mencatatkan kenaikan tertinggi dengan 43% qoq, didorong oleh kenaikan harga paket XL (naik 46% qoq) dan Smartfren (naik 55% qoq), sementara Axis justru turun 13% qoq setelah penghapusan diskon. Harga rata-rata paket Telkomsel (TSEL) juga naik 13% qoq, didukung kenaikan harga pada paket Telkomsel dan by.U seiring perubahan penawaran produk. Sebaliknya, harga paket rata-rata Indosat (ISAT) turun 2% qoq, terutama karena peluncuran lebih banyak paket kelas menengah, meskipun paket Tri masih naik 3% qoq. “Dengan asumsi ARPU seluler meningkat 3% qoq, dipimpin oleh EXCL dan Telkomsel. Sementara jumlah pelanggan turun 1% qoq, dipengaruhi oleh EXCL, kami memperkirakan total EBITDA kuartal III – 2025 sebesar Rp 30,7 triliun (naik 6% qoq), sehingga membawa EBITDA hingga September 2025 ke Rp 88,4 triliun (turun 2% yoy),” ujar Aurelia kepada Kontan, Jumat (17/10/2025).
Menyikapi perkembangan ini, Harry merekomendasikan Buy saham ISAT dengan target harga Rp 2.400 per saham dan Buy saham TLKM dengan target harga Rp 3.200 per saham. Sementara itu, Aurelia merekomendasikan Buy saham EXCL dengan target harga Rp 3.500 per saham. Daniel sendiri merekomendasikan Hold saham TLKM dengan target harga Rp 3.200 per saham, serta Buy saham ISAT dan EXCL dengan target harga masing-masing Rp 2.500 per saham dan Rp 3.300 per saham.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah mengumumkan hasil lelang pita frekuensi radio 1,4 GHz pada 15 Oktober 2025, yang diprediksi akan mengubah lanskap industri telekomunikasi nasional. PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) dan PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) muncul sebagai pemenang. WIFI mengamankan lisensi Wilayah 1, sementara DSSA memenangkan Wilayah 2 dan 3, masing-masing dengan bandwidth 80MHz untuk 10 tahun. PT Telkom Indonesia (TLKM) tidak berhasil memperoleh alokasi spektrum dalam lelang ini.
Para analis memproyeksikan lelang ini akan meningkatkan persaingan di segmen *fixed broadband* (FBB) dan menjadikan *fixed wireless access* (FWA) kunci utama dalam akselerasi penetrasi internet. WIFI dipandang sebagai penerima manfaat terbesar karena akses eksklusif dan biaya lisensi yang lebih rendah, memungkinkan perluasan jangkauan konektivitas yang lebih cepat dan efisien. Meskipun ada tekanan pada *purchasing power* yang mempengaruhi *Average Revenue Per User* (ARPU), pemulihan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan profitabilitas sektor telekomunikasi. Rekomendasi saham dari berbagai analis meliputi *Buy* untuk ISAT dan EXCL, serta *Buy* atau *Hold* untuk TLKM.