
JAKARTA — Badan Pengelola Investasi Danantara Indonesia, sebuah sovereign wealth fund yang berperan strategis, mengumumkan rencananya untuk secara aktif mendorong Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan entitas anak usahanya agar semakin gencar melantai di bursa melalui penawaran umum perdana saham (IPO). Langkah ini diharapkan dapat memperkuat struktur permodalan dan mendorong transparansi perusahaan-perusahaan pelat merah.
Saat ini, sebanyak 37 BUMN dan anak usahanya telah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), terdiri dari 14 BUMN induk dan 23 anak perusahaan, sebuah angka yang stabil sejak 2024. Chief Investment Officer (CIO) Danantara Indonesia, Pandu Sjahrir, menegaskan komitmen sovereign wealth fund ini untuk mengakselerasi pengembangan pasar modal Indonesia dari dua sisi: penawaran (supply) dan permintaan (demand). “Dari sisi supply, kami bertekad agar perusahaan-perusahaan yang berada dalam ekosistem Danantara siap menjadi emiten unggulan di bursa,” ungkap Pandu dalam gelaran Opening Ceremony dan Seminar Utama Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2025 di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (17/10/2025). Sebagai catatan, entitas anak PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO), menjadi BUMN terakhir yang sukses mencatatkan sahamnya pada 24 Februari 2023, berhasil menghimpun dana segar sebesar Rp9,06 triliun.
Di sisi lain, untuk memperkuat sisi permintaan, Danantara Indonesia memastikan alokasi signifikan dari total dana investasinya untuk pasar modal. Secara keseluruhan, entitas ini merencanakan total investasi hingga US$10 miliar, atau setara dengan Rp165,8 triliun. Pandu Sjahrir merinci bahwa sekitar 80% dari dana jumbo tersebut akan difokuskan untuk membiayai proyek-proyek domestik, sementara sisanya akan ditempatkan di pasar global. “Untuk tahun ini, mayoritas investasi—sekitar 80%—akan kami salurkan di dalam negeri, dengan sebagian di antaranya diarahkan ke pasar publik, instrumen obligasi, dan tentunya, pasar modal,” jelasnya.
Selain dorongan IPO BUMN dan alokasi investasi, Danantara juga memasang target ambisius untuk meningkatkan bobot saham Indonesia dalam indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI), dari posisi saat ini menjadi 5% hingga 8%. Upaya ini akan berjalan beriringan dengan peningkatan likuiditas pasar modal dan penguatan analisis fundamental. Pandu Sjahrir mengungkapkan keprihatinannya atas penyusutan posisi Indonesia dalam indeks MSCI, yang sempat berada di level 2,5% namun kini turun menjadi hanya 1%. “Dahulu kita mencapai 2,5%, kini tinggal 1%. Apakah tidak mungkin kita meraih 5% atau bahkan 8%?” ujarnya retoris, penuh optimisme. Ia berharap, ke depan, Bursa Efek Indonesia dapat mencatatkan volume perdagangan harian mencapai US$8 miliar, sejalan dengan peningkatan porsi Indonesia di MSCI menjadi 8%.
—
Disclaimer: Artikel ini disajikan semata-mata sebagai informasi dan tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual efek. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab pribadi pembaca. Redaksi tidak bertanggung jawab atas potensi kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi yang diambil.
Badan Pengelola Investasi Danantara Indonesia berencana mendorong BUMN dan anak usahanya untuk gencar melantai di bursa melalui penawaran umum perdana saham (IPO). Langkah ini bertujuan memperkuat struktur permodalan dan transparansi, sekaligus mengakselerasi pengembangan pasar modal Indonesia dari sisi penawaran dan permintaan. Saat ini, 37 BUMN dan anak usahanya telah tercatat di BEI, dengan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) sebagai BUMN terakhir yang IPO pada Februari 2023.
Untuk memperkuat sisi permintaan, Danantara Indonesia akan mengalokasikan investasi signifikan, dengan target total US$10 miliar, di mana 80% akan difokuskan untuk proyek domestik termasuk pasar modal. Selain dorongan IPO, Danantara juga menargetkan peningkatan bobot saham Indonesia dalam indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) dari 1% menjadi 5% hingga 8%. Upaya ini diharapkan sejalan dengan peningkatan likuiditas pasar modal dan penguatan analisis fundamental.