Haji Isam dan Lahan Sawit di Hutan: Klarifikasi dari Emiten CPO

Emiten kelapa sawit milik pengusaha terkemuka Haji Isam, PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) dan PT Pradiksi Gunatama Tbk (PGUN), telah memberikan klarifikasi resmi mengenai isu kepemilikan lahan kelapa sawit yang diduga berada di dalam kawasan hutan tanpa perizinan yang sah. Penjelasan ini menjadi sorotan penting bagi investor dan publik, mengingat keduanya merupakan pemain signifikan di industri CPO.

Awalnya, PGUN menegaskan bahwa berdasarkan izin usaha yang mereka miliki, perseroan tidak menguasai atau menanami lahan kelapa sawit di dalam kawasan hutan. Namun, situasi menjadi lebih kompleks setelah adanya undangan klarifikasi dari Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) pada 14 Maret 2025, yang dilanjutkan dengan pertemuan tindak lanjut pada 20 Maret 2025. Dari pertemuan tersebut, ditemukan indikasi bahwa sebagian dari Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 10/Kerang seluas 16.404,4059 hektare atas nama PT Senabangun Anekapertiwi, yang kini telah efektif bergabung ke dalam PGUN sejak 22 Desember 2022, terindikasi berada di dalam kawasan hutan.

Direktur Utama PGUN, Khairuddin Simatupang, menjelaskan bahwa penetapan lahan tersebut sebagai kawasan hutan merupakan hal yang baru. HGU Nomor 10/Kerang sendiri diterbitkan pada 18 April 1998, jauh sebelum lahan tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan melalui Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SK Menteri LHK) Nomor SK.6628/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/10/2021 pada 27 Oktober 2021. Dengan demikian, PGUN mengklaim telah memperoleh hak untuk menguasai, memanfaatkan, dan mengelola lahan tersebut berdasarkan izin usaha yang sah sesuai peruntukannya sebelum status lahan berubah menjadi kawasan hutan. Saat ini, proses penyelesaian penguasaan tanah dan pengeluaran lahan dari kawasan hutan masih terus berjalan bersama instansi terkait.

Lahan yang menjadi fokus pembahasan ini seluruhnya berlokasi di Provinsi Kalimantan Timur. Rinciannya meliputi 419,025 hektare yang berstatus cagar alam dan tidak dimanfaatkan atau ditanami kelapa sawit. Selain itu, terdapat 298,071 hektare hutan produksi, di mana 86,15 hektare dimanfaatkan dan ditanami sawit oleh masyarakat, 67,92 hektare dimanfaatkan dan ditanami sawit oleh perusahaan, serta 144,001 hektare berupa semak belukar. Menariknya, Sekretaris Perusahaan PGUN, Muhammad Reza, menegaskan bahwa hingga saat ini perseroan belum menerima tagihan denda terkait perubahan ketentuan perizinan lahan ini.

Reza menambahkan, “Proses tersebut tidak akan mengganggu kinerja operasional, karena nilainya tidak material,” saat dikonfirmasi oleh Kontan pada Selasa (14/10/2025). Meskipun demikian, PGUN berkomitmen untuk terus memantau perkembangan proses penyelesaian legalitas lahan dan akan selalu menyampaikan informasi secara transparan jika ada perkembangan material di kemudian hari. Perseroan menargetkan penyelesaian legalitas lahan secara bertahap dan menyeluruh dalam kurun waktu 12 hingga 18 bulan, terhitung sejak persiapan klarifikasi resmi dan pengajuan inventarisasi penguasaan tanah dalam kawasan pada Oktober 2025.

Di sisi lain, induk usaha PGUN, yaitu JARR, juga telah memberikan klarifikasi serupa. PT Jhonlin Agro Raya Tbk menegaskan bahwa mereka tidak memiliki lahan kelapa sawit yang berada di dalam kawasan hutan tanpa perizinan yang sah. Perseroan juga belum menerima surat pemberitahuan, surat tagihan, atau sanksi administratif dari Satgas Penguatan Tata Kelola Hutan (PKH), KLHK, Kejaksaan Agung, atau instansi terkait lainnya. JARR menyatakan akan mengevaluasi rencana mitigasi yang ada, seperti langkah hukum untuk menentang potensi denda, atau rencana cadangan untuk memindahkan operasional jika penertiban menjadi tidak terhindarkan.

Direktur Utama JARR, Indra Irawan, dalam keterbukaan informasi pada 10 Oktober 2025, menegaskan prinsip perseroan bahwa “harga saham perseroan ditentukan oleh mekanisme pasar dan sentimen positif dari publik.” Pernyataan ini sekaligus menyoroti dinamika pasar terhadap isu-isu legalitas lahan. Sentimen positif ini tampak tercermin pada kinerja saham kedua emiten. Melansir data RTI, saham JARR tercatat melonjak 318,67% dalam sebulan terakhir dan meroket 2.141,94% sejak awal tahun (YTD). Sementara itu, saham PGUN juga membukukan kenaikan signifikan sebesar 421,08% dalam sebulan dan melesat 6.167,69% secara YTD, menunjukkan kepercayaan pasar yang kuat terhadap prospek kedua perusahaan di tengah proses klarifikasi ini.

Ringkasan

Emiten kelapa sawit PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) dan PT Pradiksi Gunatama Tbk (PGUN) telah memberikan klarifikasi mengenai isu kepemilikan lahan sawit yang diduga berada di dalam kawasan hutan tanpa perizinan yang sah. PGUN mengonfirmasi bahwa sebagian Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 10/Kerang, yang telah bergabung ke perseroan, terindikasi berada di kawasan hutan setelah pertemuan dengan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan. HGU tersebut diterbitkan pada tahun 1998, jauh sebelum lahan ditetapkan sebagai kawasan hutan melalui SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2021.

PGUN menyatakan telah memperoleh hak atas lahan tersebut berdasarkan izin usaha yang sah sebelum statusnya berubah, dan kini proses penyelesaian legalitas lahan bersama instansi terkait sedang berjalan, ditargetkan selesai dalam 12-18 bulan tanpa mengganggu kinerja operasional secara material. Di sisi lain, JARR menegaskan tidak memiliki lahan kelapa sawit di kawasan hutan tanpa perizinan yang sah dan belum menerima sanksi apa pun terkait isu ini. Meskipun menghadapi isu tersebut, kinerja saham kedua emiten menunjukkan peningkatan signifikan, mencerminkan kepercayaan pasar.

You might also like