Indonesia, sebuah negara dengan visi ambisius menjadi negara maju pada tahun 2045, kini menghadapi tantangan krusial dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Dalam sorotan seorang pengusaha sekaligus Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI periode 2020–2024, Sandiaga Uno, kunci utama untuk mencapai target tersebut terletak pada SDM bermental entrepreneur. Beliau menegaskan bahwa semangat kewirausahaan ini bukan hanya untuk para pebisnis, melainkan harus meresapi berbagai sektor, termasuk pemerintahan dan akademisi.
Pernyataan tersebut disampaikan Sandiaga dalam acara “Meet The Leaders” bertajuk “Entrepreneurship: Indonesia’s Springboard to Shared Prosperity and Global Relevance” di Universitas Paramadina, Jakarta, Sabtu (11/10). Menurutnya, mentalitas entrepreneur adalah fondasi penting yang akan mendorong inovasi dan kemajuan di segala lini, mempersiapkan bangsa untuk lompatan besar menuju masa depan yang gemilang.
Sandiaga Uno menguraikan tiga pilar utama yang membentuk karakter seorang entrepreneur sejati. Pilar pertama adalah inovasi, yang ia ibaratkan dengan melihat “gelas setengah penuh”. Ini berarti seorang wirausahawan mampu mengidentifikasi peluang bahkan di tengah badai tantangan, alih-alih hanya terpaku pada kekurangan atau sisi negatifnya. Konsep ini diperkuat oleh filosofi Jawa, di mana setiap kejadian, sekecil atau seberat apa pun, selalu menyimpan hikmah atau sisi “untung” yang bisa dipetik. Mentalitas positif inilah yang menjadi motor penggerak untuk terus berkarya.
Pilar kedua adalah adaptasi. Sandiaga menekankan bahwa pengusaha harus memiliki keberanian untuk beradaptasi cepat dan mengambil risiko terukur, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global. Ia menyoroti fenomena banyak pengusaha besar yang memilih bersikap wait and see menyusul pergantian pemerintahan. Namun, Sandiaga meyakini adanya “kontinuitas” kebijakan dari pemerintahan sebelumnya, yang semestinya menjadi landasan bagi para pelaku usaha untuk terus bergerak maju dan tidak terpaku pada penantian.
Pilar ketiga adalah kolaborasi. Meskipun banyak pihak yang menyuarakan kekhawatiran tentang krisis ekonomi, Sandiaga Uno menyajikan perspektif berbeda. Dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif sebesar 5,12% pada kuartal sebelumnya, ia berpendapat bahwa kondisi tersebut jauh dari krisis. Sebaliknya, Indonesia dinilai memiliki peluang besar untuk berkembang, asalkan mampu memaksimalkan kolaborasi di tengah gejolak global. Kolaborasi menjadi kunci untuk memperkuat daya saing dan ketahanan ekonomi nasional.
Lebih lanjut, Sandiaga Uno menyoroti peran krusial sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional. Di Indonesia, terdapat sekitar 65 juta pelaku UMKM, namun ia menyayangkan bahwa kurang dari 5% di antaranya benar-benar bermental entrepreneur, dengan mayoritas masih bergerak di sektor informal. Meskipun demikian, sektor ini telah memberikan kontribusi signifikan, mencapai 61% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap lebih dari 97% tenaga kerja.
Kendati demikian, tantangan besar masih membayangi. Tingkat transformasi digital di kalangan pelaku UMKM masih rendah, dengan kurang dari 30% yang telah terintegrasi ke dalam ekosistem ekonomi digital. Padahal, digitalisasi merupakan gerbang utama untuk meningkatkan daya saing dan memperluas jangkauan pasar. Menghadapi ini, Sandiaga memperingatkan bahwa tanpa pengelolaan yang baik, bonus demografi yang dimiliki Indonesia dapat berubah menjadi bencana demografi.
Oleh karena itu, Sandiaga menegaskan bahwa bonus demografi harus disinergikan dengan bonus inovasi, adaptasi, dan kolaborasi. Dengan demikian, “generation impact” atau generasi muda yang berdaya saing dapat menjadi lokomotif utama untuk mengantarkan Indonesia menuju cita-cita mulia Indonesia Emas 2045.
Sandiaga Uno menekankan pentingnya mentalitas *entrepreneur* bagi Sumber Daya Manusia Indonesia di segala sektor untuk mencapai visi negara maju 2045. Beliau menguraikan tiga pilar utama mentalitas ini: inovasi, yang berarti melihat peluang di tengah tantangan; adaptasi, yaitu keberanian bergerak cepat dan mengambil risiko terukur; serta kolaborasi, untuk memanfaatkan pertumbuhan ekonomi positif Indonesia.
Meskipun jutaan UMKM berkontribusi besar pada perekonomian, kurang dari 5% di antaranya memiliki mental *entrepreneur* dan tingkat digitalisasi masih rendah. Sandiaga memperingatkan bahwa bonus demografi harus disinergikan dengan inovasi, adaptasi, dan kolaborasi agar tidak menjadi bencana demografi. Hal ini krusial untuk menciptakan “generation impact” dan mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045.