Geopolitik Timur Tengah Panas, Harga Minyak Mentah Turun?

MNCDUIT.COM – JAKARTA. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) menunjukkan tren koreksi signifikan, utamanya dipicu oleh meredanya tensi geopolitik di Timur Tengah. Pencapaian kesepakatan tahap pertama antara Israel dan Hamas menjadi katalis utama yang menenangkan pasar komoditas global.

Per Kamis (9/10) pukul 13.55 WIB, mengutip data dari Trading Economics, harga minyak mentah WTI tercatat terkoreksi sebesar 1,78% dalam sebulan, kini berada di level US$ 62,54 per barel. Lebih jauh, jika ditinjau secara year to date (ytd), komoditas energi ini telah mengalami penurunan sebesar 12,80%, mencerminkan dinamika pasar yang bergejolak sepanjang tahun.Img AA11NmL9

Girta Putra Yoga, seorang ahli dari Research and Development ICDX, menyoroti beberapa faktor lain yang turut menekan pergerakan harga minyak. Ia menyebut keputusan China untuk memperketat kontrol ekspor tanah jarang, serta rilis laporan stok dari Energy Information Administration (EIA), sebagai elemen-elemen yang membebani harga minyak lebih lanjut.

Yoga menjelaskan, pada hari Rabu, Israel dan Hamas secara resmi menyepakati dan menandatangani tahap pertama dari rencana Presiden AS Donald Trump untuk Gaza. Kesepakatan gencatan senjata ini berpotensi besar membuka jalan bagi berakhirnya konflik regional di Timur Tengah yang telah berlangsung selama dua tahun. Trump sendiri menyatakan kebanggaannya atas hasil pertemuan ini, menggarisbawahi komitmen Hamas untuk membebaskan hingga 20 sandera dalam waktu dekat dan penarikan pasukan Israel ke garis yang telah dinegosiasikan.

Selain meredanya ketegangan di Timur Tengah, sentimen negatif juga datang dari Asia. Kementerian Perdagangan China baru-baru ini mengumumkan kebijakan baru yang akan memperketat kontrol ekspor atas tanah jarang. Pembatasan ini diperluas untuk mencakup perusahaan pertahanan dan pengguna di sektor semikonduktor di luar negeri. Lebih jauh, perusahaan Tiongkok dilarang bekerja sama dengan entitas asing terkait tanah jarang tanpa izin kementerian, sebuah langkah yang berpotensi memicu konflik dagang baru yang lebih luas antara China dengan negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat dan Eropa.

Dari sisi pasokan, laporan yang dirilis oleh EIA pada Rabu malam menunjukkan lonjakan persediaan minyak mentah AS. Untuk pekan yang berakhir pada 3 Oktober, stok minyak mentah AS naik sebesar 3,72 juta barel, melampaui prediksi awal yang hanya memperkirakan kenaikan 2,25 juta barel. Menurut Yoga, data ini secara jelas mengindikasikan adanya perlambatan permintaan di pasar minyak Amerika Serikat, menambah tekanan pada harga global.

Di tengah berbagai sentimen tersebut, ketegangan geopolitik lainnya muncul dari Rusia. Moskow mengancam akan menembak rudal jelajah Tomahawk dan mengebom lokasi peluncurannya jika Amerika Serikat memutuskan untuk memasok rudal tersebut ke Ukraina. Rusia mendesak Washington untuk bijak dalam pengambilan keputusan ini, karena pasokan Tomahawk akan dianggap sebagai eskalasi serius. Situasi ini mengisyaratkan potensi meningkatnya tensi antara Rusia dan AS, yang bisa berujung pada pemberian sanksi lebih lanjut terhadap Rusia.

Dari sudut pandang analisis teknis, Yoga memproyeksikan bahwa harga minyak mentah WTI berpotensi menemui posisi resistance terdekat di level US$ 65 per barel. Namun, jika pasar dihadapkan pada katalis negatif yang kuat, maka harga berpeluang turun hingga mencapai level support terdekat di US$ 60 per barel.

Ringkasan

Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) menunjukkan koreksi signifikan, utamanya dipicu oleh meredanya tensi geopolitik di Timur Tengah. Kesepakatan tahap pertama antara Israel dan Hamas menjadi katalis utama yang menenangkan pasar komoditas global. Per Kamis (9/10), harga WTI tercatat terkoreksi 1,78% dalam sebulan menjadi US$ 62,54 per barel, dan telah turun 12,80% secara year to date.

Selain meredanya ketegangan di Timur Tengah, beberapa faktor lain turut menekan pergerakan harga minyak. Keputusan China untuk memperketat kontrol ekspor tanah jarang serta lonjakan persediaan minyak mentah AS sebesar 3,72 juta barel yang melampaui prediksi, mengindikasikan perlambatan permintaan. Menurut analisis teknis, harga minyak mentah WTI berpotensi turun hingga mencapai level support US$ 60 per barel jika dihadapkan pada katalis negatif yang kuat.

You might also like