MNCDUIT.COM JAKARTA. Pasar modal Indonesia kembali menyorot kehadiran investor global. Kali ini, perhatian tertuju pada PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON) dengan masuknya SAS Rue La Boétie, sebuah perusahaan holding asing, sebagai salah satu pemegang saham utamanya.
SAS Rue La Boétie, entitas holding yang dikenal mengendalikan raksasa finansial Credit Agricole, kini tercatat memiliki 42 juta lembar saham WTON. Jumlah ini merepresentasikan 0,48% dari total sekitar 8,71 miliar saham beredar WTON, menempatkannya di posisi kesembilan sebagai pemegang saham WTON terbesar. Berdasarkan data dari Simply Wall St, nilai investasi perusahaan asal Prancis ini mencapai Rp 4,1 miliar, dengan asumsi harga saham WTON saat ini berada di level Rp 98 per lembar.
Dominasi kepemilikan WTON masih dipegang oleh induk perusahaannya, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), dengan porsi signifikan sebesar 60% atau setara 5,23 miliar saham yang bernilai Rp512,5 miliar. Selanjutnya, daftar pemegang saham institusional mencakup Koperasi Karya Mitra Satya dengan 4,59% (400,3 juta saham senilai Rp39,2 miliar) dan BPJS Ketenagakerjaan Program JHT dengan 2,79% (242,7 juta saham senilai Rp23,8 miliar). Selain itu, terdapat Taspen (Asuransi) 1,38%, Yayasan Wijaya Karya 0,99%, dan PT Panin Asset Management 0,63%. Dengan kepemilikan 0,48%, SAS Rue La Boétie berhasil mengungguli Dana Pensiun Bank Rakyat Indonesia yang memiliki 0,41%, memperkuat posisinya di jajaran sepuluh besar pemegang saham WTON.
Yushadi, Sekretaris Perusahaan WIKA Beton, mengonfirmasi kehadiran investor dari institusi luar negeri tersebut. Ia menekankan bahwa masuknya SAS Rue La Boétie sebagai investor institusional global bukan hanya menambah diversifikasi basis pemegang saham WTON yang sebelumnya didominasi oleh entitas domestik dan BUMN, tetapi juga mencerminkan kepercayaan terhadap pasar. Investasi senilai Rp4,1 miliar ini, setara dengan sekitar US$274.400 berdasarkan kurs saat ini, bertepatan dengan momentum peluncuran stimulus ekonomi pemerintah sebesar Rp216 triliun. Stimulus ini berfokus pada program infrastruktur dan padat karya yang menargetkan penciptaan 215.000 lapangan kerja hingga akhir tahun 2025. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun turut mencatat peningkatan partisipasi investor asing pada saham-saham sektor konstruksi dan infrastruktur. Yushadi menambahkan, kehadiran investor institusional asing di WTON ini selaras dengan tren arus masuk dana global ke pasar modal Indonesia secara keseluruhan.
Meskipun demikian, kinerja saham WTON menunjukkan gambaran yang beragam. Dalam sebulan terakhir, saham WTON tercatat mengalami koreksi sebesar 8,57%. Namun, jika dilihat sejak awal tahun (year-to-date/YTD), WTON masih berhasil membukukan kenaikan signifikan sebesar 24,68%. Data dari RTI menunjukkan price to earnings ratio (PER) WTON berada di angka 96,21x, sedangkan price to book value (PBV) mencapai 0,23x.
Dari sisi finansial, anak usaha WIKA ini mencatatkan penurunan performa pada semester I 2025. Laba bersih WTON anjlok 75,7% secara year-on-year (YoY) menjadi Rp 4,38 miliar, sementara pendapatan usaha juga terkoreksi 28,6% YoY menjadi Rp 1,56 triliun hingga akhir Juni 2025. Kendati demikian, WTON menunjukkan optimisme dari sisi operasional. Per Agustus 2025, perseroan telah mengantongi kontrak baru senilai Rp 2,53 triliun, dan menargetkan perolehan kontrak baru hingga Rp8 triliun pada tahun 2025.
SAS Rue La Boétie, perusahaan induk Credit Agricole, kini menjadi salah satu pemegang saham utama PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON) setelah mengakuisisi 42 juta lembar saham. Investasi senilai Rp4,1 miliar ini mewakili 0,48% saham beredar, menempatkannya di posisi kesembilan pemegang saham terbesar WTON. Masuknya investor institusional global ini dikonfirmasi oleh Sekretaris Perusahaan WIKA Beton, Yushadi, yang menyebutnya sebagai refleksi kepercayaan terhadap pasar dan diversifikasi basis pemegang saham.
Meskipun kinerja saham WTON terkoreksi 8,57% dalam sebulan terakhir, secara tahun berjalan (YTD) sahamnya masih naik 24,68%. Dari sisi finansial, WTON mencatat penurunan laba bersih dan pendapatan usaha pada semester I 2025. Namun, perusahaan menunjukkan optimisme operasional dengan perolehan kontrak baru Rp2,53 triliun per Agustus 2025, menargetkan Rp8 triliun hingga akhir tahun ini.