
MNCDUIT.COM, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) baru saja menorehkan kinerja gemilang sepanjang kuartal III/2025. Kini, pertanyaan besar pun muncul: mampukah laju penguatan IHSG terus berlanjut hingga kuartal terakhir tahun ini, membawa optimisme bagi pasar modal Indonesia?
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG menunjukkan performa yang impresif, melambung 17,26% dalam tiga bulan terakhir. Kenaikan signifikan ini mendorong IHSG mencapai level 8.123,24 pada penutupan perdagangan kemarin, Senin (29/9/2025), mengukuhkan posisinya sebagai salah satu indeks dengan kinerja terbaik.
Tak hanya itu, IHSG juga berhasil memecahkan rekor tertinggi sepanjang sejarah atau all-time high (ATH) pada pekan lalu, tepatnya 24 September 2025, ditutup pada level 8.126,55. Pencapaian luar biasa ini turut mengangkat kapitalisasi pasar saham Indonesia yang kini telah menembus angka Rp14.995 triliun.
Mengiringi tren positif tersebut, menjelang berakhirnya kuartal III/2025, pasar saham Tanah Air kembali menjadi magnet bagi investor asing. Arus dana asing tercatat masuk signifikan, dengan nilai beli bersih atau net buy asing mencapai Rp5,16 triliun hanya dalam sepekan terakhir kuartal tersebut, menunjukkan kepercayaan global terhadap prospek pasar domestik.
Menurut Nafan Aji Gusta, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, optimisme pasar atas “September ceria” 2025 sangat terasa. Dalam risetnya pada Selasa (30/9/2025), Nafan memproyeksikan bahwa kinerja positif IHSG berpotensi besar berlanjut pada kuartal IV, mencakup bulan Oktober hingga Desember, didukung oleh data rata-rata lima tahun terakhir.
Bahkan, dalam skenario paling optimistis, IHSG diproyeksikan bisa mencapai level 10.500 dalam kurun waktu kurang dari satu dekade ke depan, khususnya jika berhasil menembus resistensi kuat di level 7.911. Ini menggambarkan potensi pertumbuhan jangka panjang pasar saham Indonesia.
Menatap sisa tahun ini, beberapa sentimen krusial diperkirakan akan turut membentuk pergerakan IHSG. Dari ranah global, kondisi ekonomi dunia yang mulai menunjukkan resiliensi di tengah badai ketidakpastian menjadi faktor penopang. Selain itu, dampak pengenaan tarif resiprokal dari Amerika Serikat terhadap Indonesia dinilai masih relatif rendah dibandingkan negara-negara lain seperti Tiongkok, Kanada, Afrika Selatan, Myanmar, Laos, India, maupun Brasil, memberikan sedikit kelegaan bagi ekspor.
Namun, bayangan tekanan inflasi global tetap menjadi perhatian. Gubernur The Fed, Jerome Powell, cenderung bersikap dovish dan sangat berhati-hati dalam merumuskan kebijakan pelonggaran moneter. Jika data US Core PCE Agustus 2025 melonjak di atas 2,9% dan semakin menjauh dari target inflasi 2% The Fed, peluang penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada Oktober 2025 akan terbuka lebar, sebuah langkah yang tentu akan direspons positif pasar.
Senada dengan potensi kebijakan longgar The Fed, Bank Indonesia (BI) juga telah mengadopsi kebijakan moneter akomodatif. Setelah memangkas BI Rate sebanyak lima kali dengan total 125 basis poin sejak awal 2025, ada ekspektasi kuat bahwa BI akan kembali melanjutkan penurunan suku bunga acuannya menjelang akhir tahun ini, memberikan dorongan likuiditas di pasar.
Dari sisi domestik, stimulus ekonomi yang digulirkan oleh Pemerintah Indonesia juga menjadi pendorong kuat bagi IHSG. Paket kebijakan ini dirancang untuk memperkuat daya tahan ekonomi di tengah dinamika global, sekaligus menjaga momentum pertumbuhan.
Meski demikian, Reydi Octa, seorang Pengamat Pasar Modal Indonesia, menyuarakan pandangan yang lebih berhati-hati. Menurutnya, IHSG memang berpotensi melanjutkan penguatan di kuartal IV/2025, namun dengan ruang yang terbatas. Ia menilai, setelah kenaikan signifikan sejak kuartal II/2025, diperlukan katalis dan sentimen kuat, baik dari global maupun domestik, untuk menjaga momentum penguatan IHSG hingga akhir tahun.
Reydi menambahkan, beberapa faktor kunci yang patut dicermati adalah fluktuasi nilai tukar rupiah dan strategi Bank Indonesia dalam menstabilkannya, penetapan suku bunga baik di tingkat domestik maupun global, penguatan yield treasury AS yang berpotensi memicu outflow dari IHSG, serta bagaimana kinerja laporan keuangan emiten pada kuartal III/2025 akan diterima pasar. Pernyataan ini disampaikannya kepada Bisnis pada Selasa (30/9/2025), menggarisbawahi kompleksitas dinamika pasar yang harus diantisipasi.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat kinerja gemilang sepanjang kuartal III/2025, melonjak 17,26% dan mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah di level 8.126,55. Pencapaian ini turut mendongkrak kapitalisasi pasar hingga Rp14.995 triliun dan menarik arus dana asing yang signifikan. Menurut Mirae Asset Sekuritas, kinerja positif IHSG diproyeksikan berlanjut di kuartal IV, didukung data historis dan berpotensi mencapai 10.500 dalam jangka panjang.
Sentimen global seperti resiliensi ekonomi dan potensi pelonggaran moneter The Fed, serta kebijakan akomodatif Bank Indonesia dan stimulus domestik, diharapkan menjadi pendorong. Namun, Pengamat Pasar Modal Indonesia mengingatkan bahwa penguatan IHSG di kuartal IV mungkin terbatas dan membutuhkan katalis kuat. Faktor-faktor seperti fluktuasi rupiah, kebijakan suku bunga, penguatan yield treasury AS, dan kinerja emiten perlu dicermati.