Rupiah Loyo? Ini Strategi Investasi Valas Anti Boncos!

MNCDUIT.COM JAKARTA. Kurs rupiah terus menghadapi tekanan signifikan, melanjutkan tren pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah dinamika pasar global. Meskipun demikian, ada sedikit sinyal pemulihan di akhir pekan.

Di pasar spot, nilai tukar rupiah tercatat ditutup pada level Rp 16.738 per dolar AS pada perdagangan Jumat (26/9/2025). Angka ini menunjukkan penguatan tipis sebesar 0,07% dibandingkan sehari sebelumnya yang berada di Rp 16.749 per dolar AS. Namun, dalam rentang satu pekan, performa rupiah secara keseluruhan masih menunjukkan pelemahan sebesar 0,82%, mengindikasikan tekanan jangka pendek yang persisten.

Sementara itu, di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah justru mengalami penurunan. Pada Jumat (26/9/2025), nilai tukar rupiah Jisdor berada di level Rp 16.775 per dolar AS, melemah 0,14% dari posisi Rp 16.752 per dolar AS sehari sebelumnya. Pelemahan ini juga terlihat lebih dalam secara mingguan, dengan rupiah Jisdor anjlok 1,19% dalam sepekan terakhir.

Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengamati bahwa mayoritas mata uang dunia saat ini memang sedang tertekan oleh dominasi dolar AS. Namun, di tengah kondisi ini, beberapa mata uang regional Asia seperti dolar Singapura (SGD) dan baht Thailand (THB) justru menunjukkan penguatan yang kontras.

Lukman memprediksi bahwa otoritas moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) maupun Bank of Thailand kemungkinan akan melakukan intervensi untuk menahan laju penguatan SGD dan THB. Intervensi ini diperlukan guna menjaga daya saing ekspor mereka agar tidak terganggu, terutama mengingat inflasi di Singapura yang telah menurun cukup signifikan. Oleh karena itu, Lukman menilai kedua mata uang ini berpotensi menjadi bagian dari aset yang layak dipertimbangkan dalam portofolio investasi mata uang.

Di luar lingkup regional, Lukman juga menyoroti euro (EUR) dan franc Swiss (CHF) sebagai pilihan valuta asing (valas) utama yang menarik perhatian investor, terutama dalam merespons gejolak kebijakan suku bunga global. Ia menambahkan bahwa yen Jepang (JPY) juga masih memiliki daya tarik, sebab Bank of Japan diperkirakan akan menaikkan suku bunga setidaknya sekali, meski waktu pastinya belum ditentukan. Yang jelas, Jepang tidak akan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat.

Dalam konteks aset safe haven, franc Swiss (CHF) kian digandrungi investor sebagai alternatif pengganti dolar AS yang lebih stabil. Menurut Lukman, meskipun suku bunga di Swiss masih berpeluang dipangkas sekali, posisi CHF tetap kokoh di tengah ketidakpastian ekonomi global. EUR juga diproyeksikan akan stabil karena wilayah Eurozone diperkirakan tidak akan lagi memangkas suku bunga, bahkan ada kemungkinan kenaikan di tahun depan.

Sebaliknya, Federal Reserve (The Fed) diprediksi akan memangkas suku bunga sebanyak dua kali pada tahun ini dan sekali lagi pada tahun depan. Lukman menilai kondisi ini secara bertahap mengurangi daya tarik dolar AS. Sentimen kebijakan tarif yang pernah diusung Presiden Donald Trump serta berbagai faktor politik internal AS berpotensi menambah beban bagi ekonomi Amerika Serikat ke depan.

Lukman menyimpulkan bahwa status safe haven dolar AS perlahan mulai memudar, meskipun belum sepenuhnya ditinggalkan oleh investor. Oleh karena itu, dari jajaran mata uang utama dunia, Lukman merekomendasikan EUR dan CHF sebagai dua pilihan yang patut dilirik oleh para investor yang mencari stabilitas di tengah fluktuasi pasar global.

Ringkasan

Kurs rupiah terus menghadapi tekanan signifikan terhadap dolar AS, menunjukkan pelemahan mingguan meskipun sempat menguat tipis pada akhir perdagangan spot Jumat (26/9/2025) di Rp 16.738 per dolar AS. Di Jisdor BI, rupiah justru melemah dan anjlok lebih dalam secara mingguan. Mayoritas mata uang dunia saat ini memang tertekan oleh dominasi dolar AS.

Dalam kondisi ini, analis merekomendasikan beberapa mata uang untuk investasi, termasuk dolar Singapura (SGD) dan baht Thailand (THB) karena potensi intervensi bank sentral. Euro (EUR) dan franc Swiss (CHF) dipandang stabil di tengah kebijakan suku bunga global dan rekomendasi utama investor, dengan yen Jepang (JPY) juga menarik karena potensi kenaikan suku bunga BoJ. Daya tarik dolar AS diprediksi berkurang seiring perkiraan pemangkasan suku bunga The Fed.

You might also like