
MNCDUIT.COM – JAKARTA. Bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve atau The Fed, secara resmi mengambil keputusan strategis dengan menurunkan suku bunga acuan federal funds rate sebesar 25 basis poin (0,25%). Penyesuaian ini menempatkan suku bunga di kisaran 4%–4,25%, sebuah langkah yang diawasi ketat oleh pasar global.
Keputusan penting ini diumumkan melalui pernyataan hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang berlangsung pada 17 September 2025. Respons pasar terhadap kebijakan moneter The Fed ini langsung terlihat pada pergerakan nilai tukar mata uang utama.
Mengutip Bloomberg pada Senin (22/9/2025) pukul 19.17 WIB, pasangan valuta asing (valas) menunjukkan dinamika signifikan: EUR/USD tercatat di US$ 1,1785 per Euro, GBP/USD menguat ke US$ 1,3499 per Poundsterling, dan AUD/USD berada di level US$ 0,6596 per Dolar Australia. Sementara itu, pasangan USD/JPY bergerak di level 147,89 per US$ dan USD/CHF di 0,7938 per US$.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memaparkan analisis mendalam mengenai prospek mata uang global pasca-keputusan The Fed. Menurut Josua, Yen Jepang (JPY) cenderung rentan terhadap pelemahan, terutama karena Bank of Japan (BoJ) tetap pada sikap hati-hati, menahan suku bunga, dan baru memberi isyarat normalisasi yang sangat bertahap. Bahkan rencana pelepasan exchange-traded funds (ETF) dalam skala kecil tidak mengubah sikap BoJ yang konservatif, sehingga USD/JPY bertahan di kisaran tinggi. Josua menambahkan bahwa meskipun ada risiko kenaikan suku bunga, peluang penundaan hingga awal tahun 2026 menjaga Yen tetap lemah dalam waktu dekat.
Di sisi lain, Euro (EUR) menemukan pijakan yang kuat. Josua menjelaskan bahwa meredanya spekulasi pemotongan suku bunga oleh European Central Bank (ECB) dan sinyal bahwa suku bunga saat ini mendekati tingkat netral menjadi penopang utama. Lebih lanjut, pemulihan bertahap aktivitas ekonomi di kawasan Euro serta diferensiasi kebijakan dengan The Fed turut menjadi faktor pendukung. Namun, risiko politik di Perancis dan volatilitas data ekonomi dapat menimbulkan gejolak jangka pendek bagi mata uang tunggal ini.
Dolar Australia (AUD) menunjukkan sensitivitas tinggi terhadap prospek ekonomi Tiongkok dan sikap kebijakan moneter Reserve Bank of Australia (RBA). Dengan perkiraan bahwa RBA hanya akan melakukan satu kali penurunan suku bunga lagi sebelum menahannya, AUD memperoleh penopang jangka menengah. Kendati demikian, data harga dan pertumbuhan domestik akan menjadi penentu waktu penguatan mata uang ini.
Franc Swiss (CHF) cenderung tertahan oleh preferensi Swiss National Bank (SNB) untuk menghindari penguatan berlebihan. Bank sentral Swiss siap meningkatkan transparansi dan dapat melakukan intervensi jika CHF terlalu kuat. Meskipun harga emas yang tinggi memberikan dukungan terbatas, potensi intervensi SNB tetap menjadi faktor pembatas penguatan Franc Swiss.
Poundsterling (GBP) Inggris diuntungkan oleh keputusan Bank of England (BoE) yang menahan suku bunga serta persepsi bahwa risiko fiskal sudah cukup tercermin di pasar. Namun, arah pergerakan GBP selanjutnya akan sangat ditentukan oleh rancangan anggaran musim gugur dan dinamika imbal hasil gilt atau obligasi pemerintah Inggris.
Josua menyimpulkan bahwa Euro dan Poundsterling, keduanya, memperoleh dukungan dari menyusutnya selisih suku bunga kebijakannya dengan suku bunga The Fed dan prospek domestik yang membaik.
Untuk strategi investasi, Josua menyarankan pendekatan “beli saat melemah” untuk AUD, terutama ketika data Tiongkok membaik atau inflasi Australia tetap tinggi, mengingat RBA diperkirakan akan menempuh pelonggaran terbatas. Ia juga merekomendasikan lindung nilai berjangka bagi importir yang sensitif terhadap komoditas.
Terkait JPY, Josua menilai pelemahan Yen dapat berlanjut selama BoJ belum menaikkan suku bunga dengan tegas. Ia menyarankan eksportir Jepang untuk menunda penjualan valuta asing, sementara investor yang ingin diversifikasi dapat menggunakan opsi lindung nilai untuk membatasi risiko penguatan Yen mendadak akibat intervensi.
“CHF berperan sebagai safe haven saat risiko pasar naik, namun potensi intervensi SNB membatasi penguatan,” terang Josua.
Lebih lanjut dalam konteks Dolar AS secara global, Josua melihat tren jangka menengah indeks dolar AS (DXY) condong melemah sejalan dengan pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Menurutnya, adanya dukungan struktural dolar dari kemajuan regulasi stablecoin berarti pelemahan USD kemungkinan akan terjadi secara bertahap. Oleh karena itu, posisi arah terhadap USD sebaiknya dibangun bertahap dan dengan disiplin manajemen risiko yang ketat.
“Hingga akhir tahun, Euro dan Poundsterling relatif lebih menarik untuk strategi akumulasi bertahap; Dolar Australia menarik secara siklikal namun selektif; Yen tetap rentan sampai BoJ secara tegas melakukan normalisasi; dan CHF efektif sebagai pelindung portofolio, dengan perhatian pada langkah SNB,” jelas Josua.
Mengakhiri analisanya, Josua Pardede memproyeksikan pasangan valas EUR/USD pada akhir tahun akan berada di sekitar US$ 1,15 per Euro, ditopang oleh divergensi Fed-ECB yang mulai mengerucut dan pemulihan bertahap kawasan Euro. GBP/USD diperkirakan mencapai sekitar US$ 1,35 per Poundsterling, dengan ruang kenaikan yang hati-hati selama disiplin fiskal terjaga dan BoE tidak menambah pemangkasan suku bunga.
Untuk AUD/USD, Josua memproyeksikan di sekitar US$ 0,66 per Dolar Australia, sejalan dengan pandangan RBA yang relatif lebih ketat dibanding bank sentral lain di Asia-Pasifik serta potensi perbaikan siklus global. USD/JPY diproyeksikan sekitar ¥ 140 per Dolar AS, konsisten dengan pendekatan BoJ yang sangat bertahap, sehingga pelemahan Yen baru akan mereda jika muncul kejutan hawkish atau intervensi.
Sementara itu, USD/CHF diperkirakan bergerak di kisaran 0,79 – 0,82 per Dolar AS, dengan bias datar-menguat tipis untuk USD karena SNB cenderung membatasi penguatan CHF yang terlalu tajam.
Federal Reserve memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4%–4,25% pada 17 September 2025, memicu reaksi signifikan di pasar valuta asing global. Pasca-kebijakan ini, pasangan mata uang seperti EUR/USD, GBP/USD, dan AUD/USD menguat. Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menganalisis bahwa Yen Jepang (JPY) rentan melemah akibat sikap hati-hati Bank of Japan (BoJ).
Di sisi lain, Euro (EUR) dan Poundsterling (GBP) diproyeksikan menguat didukung oleh meredanya spekulasi pemotongan suku bunga ECB dan BoE, serta prospek domestik yang membaik. Josua juga melihat indeks dolar AS (DXY) condong melemah bertahap dalam jangka menengah. Untuk strategi investasi, ia menyarankan akumulasi bertahap Euro dan Poundsterling, dengan Yen tetap rentan hingga normalisasi kebijakan BoJ.