MNCDUIT.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mendalami kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), meskipun dua sosok politikus terkemuka telah ditetapkan sebagai tersangka. Kedua tersangka yang dimaksud adalah politikus Partai NasDem, Satori (ST), dan politikus Partai Gerindra, Heri Gunawan (HG), yang hingga kini belum juga dilakukan penahanan.
Pada Senin (15/9) lalu, Satori dan Heri Gunawan kembali menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Padahal, KPK telah secara resmi mengumumkan status keduanya sebagai tersangka dalam dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang terkait dengan penyalahgunaan dana CSR BI dan OJK tersebut. Langkah ini menunjukkan keseriusan KPK dalam mengusut tuntas perkara yang melibatkan dana publik.
“Pemeriksaan hari ini terhadap saudara ST dan saudara HG, berkaitan dengan perkara dugaan gratifikasi dan TPPU berkait dengan program sosial di Bank Indonesia dan OJK,” demikian disampaikan oleh juru bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada kesempatan yang sama.
Dalam kapasitas mereka sebagai tersangka, Satori dan Heri Gunawan didalami secara mendalam mengenai peran serta keterlibatan mereka dalam konstruksi perkara. Investigasi KPK berfokus pada bagaimana proses pengesahan program CSR BI dan OJK—yang juga dikenal sebagai Program Sosial Bank Indonesia (PSBI)—berlangsung, dan sejauh mana pengaruh keduanya dalam penetapan program tersebut.
Lebih lanjut, penyidik juga menelusuri implementasi program CSR BI dan OJK di lapangan. KPK mencurigai adanya indikasi bahwa anggaran besar yang seharusnya diperuntukkan bagi penerima manfaat tidak sepenuhnya mengalir sesuai tujuan. Dugaan kuat mengarah pada penyimpangan dana yang dialihkan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu yang diduga memiliki kaitan dengan kedua tersangka.
Fakta yang terungkap dari proses penyidikan mengindikasikan bahwa dana CSR BI dan OJK tersebut diduga kuat telah digunakan untuk kepentingan pribadi, jauh dari peruntukan awalnya. Anggaran yang seharusnya menjadi pilar program sosial justru dimanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri.
Secara rinci, penyidik menemukan bahwa Heri Gunawan diduga menerima total Rp 15,86 miliar. Dana tersebut bersumber dari beberapa pos, termasuk Rp 6,26 miliar dari kegiatan PSBI Bank Indonesia, Rp 7,64 miliar dari program Penyuluhan Keuangan OJK, serta Rp 1,94 miliar dari sumber lain. Dana haram ini kemudian diduga dialihkan ke rekening pribadi melalui yayasan yang dikelola oleh Heri Gunawan, lalu digunakan untuk beragam keperluan pribadi, mulai dari pembelian aset, kendaraan, hingga pembangunan rumah makan mewah.
Sementara itu, Satori diduga menerima dana senilai Rp 12,52 miliar. Dana ini terdiri dari Rp 6,30 miliar dari PSBI BI, Rp 5,14 miliar dari OJK, dan Rp 1,04 miliar dari sumber lainnya. Untuk menyamarkan asal-usul dana tersebut, Satori diduga melakukan berbagai transaksi pencucian uang, seperti pembelian deposito, akuisisi tanah, pembangunan showroom, serta pembelian kendaraan dan aset lainnya, bahkan dengan meminta bantuan bank daerah untuk melancarkan skema penyamaran transaksi tersebut.
“Justru malah digunakan untuk kepentingan-kepentingan pribadi, baik pembelian aset ataupun keperluan lainnya, nah itu yang didalami atas peran-peran ataupun perbuatan dari saudara HG dan saudara ST,” tegas Budi Prasetyo, menyoroti modus operandi penyalahgunaan dana tersebut.
Dalam rangka pengusutan tuntas kasus ini, KPK juga telah memanggil dan memeriksa sejumlah petinggi dari Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendalami keterlibatan pihak-pihak lain, termasuk yayasan yang mengelola program CSR tersebut, serta menelisik bagaimana proses perencanaan dan pengesahan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) terbentuk.
Atas perbuatan mereka, Heri Gunawan dan Satori disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Keduanya juga dijerat dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, yang menegaskan keseriusan KPK dalam memberantas praktik korupsi dan pencucian uang di Indonesia.
KPK sedang mendalami kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Politikus Satori (NasDem) dan Heri Gunawan (Gerindra) telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang terkait dana tersebut. Keduanya kembali menjalani pemeriksaan sebagai tersangka oleh KPK untuk mendalami peran mereka dalam pengesahan dan implementasi program. Dana CSR diduga disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, jauh dari tujuan program sosialnya.
Heri Gunawan diduga menerima total Rp 15,86 miliar, yang dialihkan ke rekening pribadi melalui yayasan dan digunakan untuk pembelian aset hingga pembangunan rumah makan mewah. Sementara Satori dituduh menerima Rp 12,52 miliar dan melakukan pencucian uang melalui berbagai transaksi seperti pembelian deposito, tanah, dan kendaraan, bahkan dengan bantuan bank daerah. Atas perbuatan tersebut, keduanya dijerat Pasal 12 B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP serta UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.