
JAKARTA — Pasar saham tengah diselimuti antusiasme setelah pemerintah mengumumkan kebijakan pengaliran dana mengendap sebesar sekitar Rp200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke sistem perbankan. Stimulus likuiditas ini segera memicu beragam analisis dan rekomendasi dari para ahli terkait prospek saham bank pelat merah atau Bank BUMN. Deretan bank raksasa seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) pun menjadi sorotan utama investor.
Maximilianus Nicodemus, Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, mengakui bahwa sentimen pasar terhadap kebijakan ini sangat positif dalam jangka pendek. “Secara jangka pendek, tentu bagus, pasar senang kalau ada stimulus pro pertumbuhan,” ujarnya kepada Bisnis. Ia menjelaskan bahwa tambahan likuiditas ini berpotensi besar mempercepat roda perekonomian nasional dan mendukung program-program prioritas pemerintah. Namun, Nicodemus turut mengingatkan para investor untuk tetap berhati-hati. Ia menyoroti potensi risiko terhadap kualitas aset, di mana pertumbuhan kredit yang terlalu cepat tanpa diimbangi pengelolaan risiko yang kuat dapat menekan kinerja perbankan. “Kalau pertumbuhan kredit naik, tapi kualitas aset turun, itu justru jadi kerugian tersendiri,” tegasnya, sembari menambahkan bahwa keberlanjutan sentimen pasar terhadap saham bank BUMN perlu dicermati mengingat kinerja beberapa di antaranya masih dalam fase pemulihan, berbeda dengan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang terus mencatatkan pertumbuhan laba solid. “Kalau untuk saham BUMN, masalahnya mereka kinerjanya juga lagi struggle juga, jadi wait and see,” tambahnya.
Berbeda pandangan dengan potensi risiko, Oktavianus Audi dari Kiwoom Sekuritas justru melihat peluang akumulasi saham di bank pelat merah untuk jangka menengah. Audi merekomendasikan ‘beli’ untuk BBRI dengan target harga 4.250 dan BMRI pada 5.600. Ia menjelaskan bahwa jika dana stimulus Rp200 triliun ini disalurkan melalui perbankan, akan terjadi perluasan basis penyaluran kredit yang signifikan. Efek ganda dari kebijakan ini diperkirakan dapat menambah likuiditas sebesar 3,2% hingga 4,3% terhadap jumlah uang beredar (M2). Lebih lanjut, Audi juga menekankan bahwa langkah ini memberikan sinyal penting terkait ekspektasi inflasi. “Sinyal ekspektasi dan inflasi, aksi fiskal moneter yang tampak saling koordinasi berpotensi mengubah ekspektasi inflasi, terlebih jika penggunaan untuk konsumsi masal,” paparnya.
Secara umum, pasar juga menanggapi positif potensi penekanan biaya dana atau cost of fund perbankan akibat peningkatan likuiditas. Dengan likuiditas yang lebih leluasa, perbankan diharapkan dapat menyalurkan kredit produktif secara lebih masif, yang pada akhirnya akan mempercepat realisasi proyek-proyek pemerintah dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun, Audi mengingatkan bahwa efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada kecepatan dan ketepatan arah penyaluran dana, serta respons aktif dari sektor perbankan sebagai penerima. “Jika penyaluran tepat sasaran dan BI mengelola sterilisasinya dengan baik, skenario ini positif bagi pasar,” jelasnya. Ia juga memproyeksikan bahwa sektor perbankan, konstruksi, dan barang konsumsi berpotensi menjadi penerima manfaat utama, diikuti oleh sektor properti, semen, dan ritel yang akan terdorong secara sekunder.
Senada dengan sentimen positif yang ada, Nafan Aji Gusta, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, mengkonfirmasi bahwa pernyataan Menteri Keuangan terkait penarikan dana Rp200 triliun tersebut menjadi pemicu utama kenaikan harga saham bank BUMN pada perdagangan hari ini. “Ini menarik bagi investor ritel untuk mempertimbangkan masuk ke saham bank BUMN,” ungkapnya. Mirae Asset sendiri mengeluarkan rekomendasi ‘beli bertahap’ atau accumulative buy untuk BBNI dengan rentang target harga 4.470 hingga 5.000, serta untuk BBRI di 4.220 hingga 4.730, dan BMRI antara 5.075 hingga 7.175. Khusus untuk BBTN, Mirae Asset menyarankan penambahan kembali kepemilikan atau re-accumulating add dengan target 1.350 hingga 1.610.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Pemerintah mengumumkan pengaliran dana mengendap sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke sistem perbankan, memicu antusiasme di pasar saham. Stimulus likuiditas ini secara langsung menjadi sorotan bagi saham bank-bank BUMN seperti PT Bank Mandiri (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI), PT Bank Negara Indonesia (BBNI), dan PT Bank Tabungan Negara (BBTN). Kebijakan ini dinilai positif karena berpotensi mempercepat roda perekonomian dan mendukung program pemerintah melalui penyaluran kredit yang lebih masif.
Para analis menyambut sentimen positif ini, dengan beberapa merekomendasikan akumulasi saham bank pelat merah untuk jangka menengah. Dana stimulus ini diperkirakan dapat memperluas basis penyaluran kredit dan menekan biaya dana perbankan. Namun, ada pula peringatan mengenai risiko terhadap kualitas aset jika pertumbuhan kredit terlalu cepat tanpa diimbangi pengelolaan risiko. Efektivitas kebijakan sangat bergantung pada ketepatan penyaluran dana dan respons perbankan.