
MNCDUIT.COM , JAKARTA — Bank Indonesia memastikan tidak akan membeli SBN di pasar primer untuk membantu pemerintah, termasuk di antaranya dalam rangka pembiayaan program-program prioritas Presiden Prabowo Subianto seperti Koperasi Desa Merah Putih hingga 3 Juta Rumah.
Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso mengungkap bahwa SKB Burden Sharing antara Kemenkeu dan BI sudah diteken pekan lalu.
“Tentunya tadi SKB-nya baru ditandatangani, kalau enggak salah tanggal 4 atau tanggal 5 gitu ya,” paparnya saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/9/2025).
: Menkeu Purbaya: Belum Ada Pembahasan Burden Sharing dengan BI
Ramdan lalu memastikan bahwa burden sharing antara otoritas fiskal dan moneter kali ini berbeda dengan yang dilakukan saat darurat pandemi Covid-19. Bank sentral, terangnya, hanya akan membeli SBN di pasar sekunder. Tujuannya untuk membantu likuiditas pasar uang hingga perbankan.
“Kita akan tetap melakukan pembelian SBN terutama di pasar sekunder,” katanya.
: : Penjelasan Lengkap BI – Kemenkeu soal Burden Sharing Program Prabowo
Saat pandemi Covid-19, pemerintah diketahui turut membeli SBN di pasar primer selama tiga tahun sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2020. Artinya, kebijakan itu sudah kedaluwarsa mengingat Indonesia sudah tidak lagi berstatus darurat pandemi.
Kini, pembelian surat utang di pasar primer hanya dilakukan dalam bentuk instrumen jangka pendek yakni Surat Perbendaharaan Negara (SPN).
“Sehingga memang apa yang dilakukan BI setelah undang-undang itu adalah kembali kepada Undang-Undang Bank Indonesia. Artinya apa? BI hanya boleh membeli di pasar primer untuk SPN, surat perbendaharaan negara, yang jangka pendek. Adapun yang jangka panjang obligasi negara itu hanya boleh dibeli di pasar sekunder,” jelasnya,
Sebagaimana diketahui, BI sampai saat ini masih aktif membeli SBN pemerintah. Totalnya mencapai Rp200 juta per awal September 2025.
Adapun, burden sharing khusus untuk pembiayaan program prioritas Presiden Prabowo, atau Asta Cita, otoritas fiskal dan moneter akan berbagi beban bunga utang sebesar 2,9% untuk program perumahan rakyat, serta 2,15% untuk Kopdes Merah Putih. Formulanya adalah yield SBN 10 tahun dikurangi hasil penempatan dana pemerintah di perbankan, lalu sisanya dibagi dua antara Kemenkeu dan BI.
“Hasilnya adalah separuh akan menjadi beban pemerintah, separuh akan menjadi beban Bank Indonesia. Yang dari beban Bank Indonesia bagaimana pembebanannya? Pembebanannya adalah dengan mmemberikan tambahan bunga untuk rekening pemerintah yang ditempatkan di Bank Indonesia,” jelas Ramdan.
Oleh sebab itu, Ramdan menegaskan bahwa dalam burden sharing antara pemerintah dan bank sentral kali ini, otoritas moneter tidak akan mencetak uang baru. Sebab, pembelian instrumen utang pemerintah hanya dari pasar sekunder.
“Tidak ada namanya BI mencetak uang baru, karena pembelian akan dilakukan di pasar sekunder. Berarti di pasar sekunder sebenarnya uangnya sudah ada, tinggal pergantian kepemilikan dari SBN tersebut,” pungkasnya.