
MNCDUIT.COM , JAKARTA – Dolar AS mengalami tekanan signifikan, anjlok ke level terendah dalam tujuh pekan pada Selasa (9/9/2025). Pelemahan mata uang Negeri Paman Sam ini dipicu oleh ekspektasi revisi data tenaga kerja yang diperkirakan lebih lemah, yang pada gilirannya semakin menguatkan spekulasi mengenai pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).
Berdasarkan data yang dihimpun Reuters, indeks dolar terpantau merosot hingga 97,344 dalam perdagangan di sesi Asia, sebuah level yang belum terlihat sejak 24 Juli 2025. Penurunan ini terjadi menjelang rilis revisi data ketenagakerjaan AS untuk periode April 2024 hingga Maret 2025. Para ekonom memproyeksikan revisi ke bawah yang cukup substansial, diperkirakan mencapai 800.000 pekerjaan. Jika prediksi ini terbukti, hal tersebut berpotensi menandakan bahwa The Fed mungkin tertinggal dalam upayanya mencapai target lapangan kerja maksimal. Alex Hill, Managing Director Electus Financial di Auckland, menyoroti kondisi ini, “Angka ketenagakerjaan memburuk dengan cepat, dan itu mendorong pelemahan dolar AS secara perlahan, meski kami perkirakan pelemahan ini akan semakin cepat,” ujarnya, seperti dikutip Bloomberg.
Di tengah gejolak pasar ini, perhatian juga tertuju pada dinamika politik di Washington. Penasihat Gedung Putih dilaporkan tengah menyiapkan laporan yang menyoroti dugaan kelemahan pada Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS). Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump telah memecat Kepala BLS Erika McEntarfer bulan lalu, dengan tuduhan tanpa bukti bahwa lembaga tersebut memalsukan data ketenagakerjaan.
: Proyeksi Suku Bunga The Fed dari JP Morgan hingga Goldman Sachs, Mulai Dipangkas Bulan Ini
Tidak hanya itu, para investor obligasi AS juga menyuarakan kekhawatiran mengenai risiko jangka panjang yang mereka anggap belum sepenuhnya dihargai oleh pasar. Risiko-risiko ini mencakup tekanan fiskal serta desakan kuat dari Gedung Putih agar The Fed bertindak lebih agresif dalam memangkas suku bunga.
: : Ini 3 Nama Calon Ketua The Fed Pilihan Donald Trump
: : Menkeu AS Scott Bessent Ogah Dicalonkan jadi Gubernur The Fed, Sisa 3 Kandidat
Di pasar keuangan, alat pemantau CME Group FedWatch menunjukkan bahwa pelaku pasar kini memperkirakan peluang sebesar 89,4% The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan bulan September. Bahkan, ada kemungkinan 10,6% untuk pemangkasan yang lebih besar, yakni 50 basis poin. Sebagai respons terhadap pelemahan dolar dan ekspektasi pelonggaran moneter, harga emas bergerak mendekati rekor tertinggi, naik tipis 0,1% menjadi US$3.636,58 per troy ounce.
Di bursa mata uang global, euro menguat ke US$1,1774, mendekati level tertinggi sejak 28 Juli, dengan kenaikan 0,1% di sesi Asia. Namun, penguatan mata uang tunggal Eropa ini sedikit tertahan oleh krisis politik di Prancis, menyusul jatuhnya pemerintahan Perdana Menteri Francois Bayrou oleh parlemen pada Senin (8/9/2025) terkait rencana pengendalian utang negara. Sementara itu, yen Jepang berhasil menguat 0,2% ke 147,22 per dolar AS, setelah sempat melemah sehari sebelumnya menyusul pengunduran diri Perdana Menteri Shigeru Ishiba dan spekulasi yang berkembang mengenai calon penggantinya.
Di pasar Asia-Pasifik lainnya, dolar Australia diperdagangkan di level US$0,6598, menguat 0,1% di awal perdagangan. Dolar Selandia Baru, atau yang dikenal sebagai kiwi, juga menunjukkan kekuatan, naik 0,1% ke US$0,5943. Sebaliknya, yuan offshore relatif stagnan di angka 7,1212 per dolar AS, sementara pound sterling mencatat kenaikan tipis 0,1% ke US$1,3556.
Dolar AS mengalami tekanan signifikan, anjlok ke level terendah dalam tujuh pekan pada 9 September 2025. Pelemahan ini dipicu oleh ekspektasi revisi data tenaga kerja yang diperkirakan lebih lemah, memperkuat spekulasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed). Pelaku pasar memperkirakan probabilitas tinggi The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan bulan September, dengan tekanan juga datang dari Gedung Putih agar kebijakan moneter lebih agresif.
Dampak dari pelemahan dolar dan ekspektasi pelonggaran moneter ini terlihat pada harga emas yang bergerak mendekati rekor tertinggi. Di pasar mata uang global, euro, yen Jepang, dolar Australia, dan dolar Selandia Baru menunjukkan penguatan, sedangkan pound sterling mencatat kenaikan tipis. Yuan offshore sendiri relatif stagnan di tengah gejolak pasar ini.