
MNCDUIT.COM JAKARTA. Kinerja keuangan PT Adaro Andalan Indonesia (AADI) pada semester I-2025 menunjukkan performa yang kurang memuaskan. Penurunan harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) batubara menjadi faktor utama yang memicu tekanan pada kinerja AADI sepanjang paruh pertama tahun ini.
Meskipun demikian, pada kuartal II-2025, AADI berhasil membukukan laba bersih yang signifikan, mencapai US$ 232,7 juta. Angka ini merepresentasikan peningkatan sebesar 18,7% secara kuartalan (QoQ) dan lonjakan impresif 68,4% secara tahunan (YoY), menunjukkan adanya dinamika positif dalam periode tersebut.
Thomas Radityo, seorang analis dari Ciptadana Sekuritas Asia, menjelaskan bahwa kenaikan laba bersih pada kuartal kedua ini terutama didukung oleh keuntungan bersifat non-recurring (sekali waktu) yang berasal dari pencatatan akuntansi terkait Alamtri Power. Selain itu, Thomas menambahkan, penjualan saham Citra Mineral (CITA) juga turut berperan penting dalam menopang profitabilitas perseroan pada periode tersebut, sebagaimana diungkapkannya dalam riset tanggal 1 September 2025.
Pada periode yang sama, pendapatan AADI tercatat sebesar US$ 1,23 miliar, menunjukkan peningkatan 6,1% QoQ, namun masih mencatatkan penurunan sebesar 8% secara tahunan.
Pendapatan & Laba Bersih Adaro Andalan Indonesia (AADI) Menyusut pada Semester I-2025
Secara keseluruhan untuk semester I-2025, gambaran kinerja AADI menunjukkan pelemahan yang lebih jelas. Pendapatan usaha perseroan merosot 9,7% YoY menjadi US$ 2,40 miliar. Akibatnya, laba bersih AADI terkoreksi tajam hingga 50,09% YoY, hanya mencapai US$ 428,68 juta.
Pelemahan kinerja ini, menurut Thomas, dipicu oleh penurunan ASP batubara sebesar 12,0% yang terjadi pada kuartal II-2025. Meskipun pada kuartal yang sama ASP batubara tercatat turun tipis 1,3% menjadi US$ 67,1 per ton, kenaikan volume penjualan batubara sebesar 7,3% QoQ mampu memberikan kompensasi terhadap tekanan harga tersebut.
Sementara itu, manajemen biaya AADI menunjukkan hasil yang beragam. Beban operasional perseroan pada kuartal II-2025 tercatat turun 3,4% QoQ. Namun, di sisi lain, beban pokok penjualan justru mengalami peningkatan sebesar 8,6% secara kuartalan. Thomas menyoroti bahwa penurunan beban operasional yang terjadi tidak cukup kuat untuk membendung tekanan yang diakibatkan oleh kenaikan beban pokok penjualan.
Meski demikian, Thomas mengamati bahwa efisiensi biaya AADI selama semester I-2025 secara keseluruhan lebih baik dari perkiraan. Hal ini terbukti dari biaya tunai yang lebih rendah, turun 12,7% YoY, serta rasio kupas (strip ratio) yang mencapai 3,8x, lebih baik dibandingkan 4,0x pada semester I-2024.
Berkat efisiensi tersebut, estimasi laba bersih untuk tahun fiskal 2025 direvisi naik sebesar 6,3%. Oleh karena itu, Thomas menilai prospek keuangan AADI tetap solid di tengah tantangan yang ada.
Di sisi lain, Thomas mengingatkan bahwa terdapat beberapa risiko investasi yang perlu dicermati oleh investor. Ini termasuk fluktuasi harga batubara yang volatil dan regulasi pemerintah yang berpotensi berubah.
Ia juga menambahkan, “Kinerja operasional yang lebih rendah dari ekspektasi, serta perubahan kebijakan internasional, juga merupakan risiko terhadap rekomendasi kami.” Faktor-faktor ini bisa memengaruhi proyeksi dan rekomendasi yang telah diberikan.
Dengan mempertimbangkan berbagai aspek, Thomas merekomendasikan untuk ‘beli’ saham AADI. Meskipun demikian, target harga yang ditetapkan direvisi turun dari Rp 8.250 menjadi Rp 8.000 per saham hingga akhir tahun.
Kinerja keuangan PT Adaro Andalan Indonesia (AADI) pada semester I-2025 kurang memuaskan akibat penurunan harga jual batubara rata-rata. Meski demikian, AADI membukukan laba bersih signifikan sebesar US$ 232,7 juta pada kuartal II-2025, meningkat 18,7% QoQ dan 68,4% YoY. Peningkatan ini didukung oleh keuntungan non-recurring dari pencatatan akuntansi Alamtri Power dan penjualan saham Citra Mineral, menurut analis Thomas Radityo.
Secara keseluruhan untuk semester I-2025, pendapatan usaha AADI merosot 9,7% YoY menjadi US$ 2,40 miliar dan laba bersih terkoreksi tajam 50,09% YoY menjadi US$ 428,68 juta. Penurunan ini disebabkan oleh ASP batubara yang lebih rendah, meskipun efisiensi biaya seperti biaya tunai dan rasio kupas menunjukkan hasil yang lebih baik. Thomas Radityo merekomendasikan ‘beli’ saham AADI dengan target harga yang direvisi turun menjadi Rp 8.000, di tengah risiko fluktuasi harga batubara dan perubahan regulasi.