
MNCDUIT.COM JAKARTA. PT Bank Central Asia Tbk (BCA) akhirnya angkat bicara menanggapi isu yang beredar luas mengenai potensi akuisisi 51% saham bank swasta terkemuka ini oleh pemerintah. Isu ini mencuat seiring dengan narasi yang menghubungkan rencana tersebut dengan penyelesaian utang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di masa lampau.
Menanggapi desas-desus yang berkembang, Corporate Secretary BCA, I Ketut Alam Wangsawijaya, melalui keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada hari ini, 20 Agustus 2025, secara tegas membantah informasi mengenai adanya utang BCA kepada negara senilai Rp 60 triliun yang disebut-sebut diangsur Rp 7 triliun setiap tahunnya. Ia menjelaskan bahwa angka Rp 60 triliun yang dimaksud sebenarnya merujuk pada aset obligasi pemerintah yang dimiliki BCA dalam neraca keuangannya, bukan utang. Lebih lanjut, Alam menekankan bahwa seluruh kewajiban utang BCA kepada negara telah sepenuhnya diselesaikan pada tahun 2009 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selain itu, BCA juga membantah keras informasi yang menyatakan bahwa pembelian 51% saham BCA senilai sekitar Rp 5 triliun didasari oleh anggapan nilai pasar BCA kala itu mencapai Rp 117 triliun. “Angka Rp 117 triliun yang sering disebut dalam narasi merujuk pada total aset BCA, bukan nilai pasar perusahaan saat itu,” tegas Alam. Ia menjelaskan bahwa nilai pasar suatu perusahaan ditentukan oleh harga sahamnya di bursa efek dikalikan dengan jumlah total saham yang beredar.
BCA Cetak Laba Rp 34,7 Triliun per Juli 2025, Naik 10,54%
Seiring dengan status BCA yang telah melakukan Penawaran Umum Perdana (IPO) pada tahun 2000, harga sahamnya terbentuk melalui mekanisme pasar yang transparan. Alam mengungkapkan, pada saat proses strategic private placement dilakukan, nilai pasar BCA berdasarkan harga saham rata-rata di Bursa Efek Indonesia adalah sekitar Rp 10 triliun. Angka inilah yang menjadi acuan valuasi yang sebenarnya saat transaksi berlangsung, jauh berbeda dari angka Rp 117 triliun yang diklaim. “Dengan demikian, nilai akuisisi 51% saham oleh konsorsium FarIndo yang berhasil memenangkan tender, merupakan cerminan dari kondisi pasar yang objektif saat itu,” imbuhnya.
Sebagai penutup, Alam Wangsawijaya juga menegaskan bahwa seluruh proses tender yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) telah dilaksanakan secara transparan dan akuntabel, sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik.
BBCA Chart by TradingView
Implikasi dari isu yang beredar ini terlihat pada pergerakan saham BCA. Dalam dua hari terakhir, saham emiten dengan kode BBCA ini mengalami koreksi. Pada perdagangan akhir sesi pertama hari ini, 20 Agustus 2025, saham BCA ditutup melemah 1,47% menjadi Rp 8.375 per saham.
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) secara tegas membantah isu yang beredar mengenai potensi akuisisi 51% sahamnya oleh pemerintah, yang disebut-sebut terkait dengan penyelesaian utang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Corporate Secretary BCA, I Ketut Alam Wangsawijaya, mengklarifikasi bahwa angka Rp 60 triliun yang disebutkan dalam narasi merujuk pada aset obligasi pemerintah yang dimiliki BCA, bukan utang. Ia juga menegaskan bahwa seluruh kewajiban utang BCA kepada negara telah sepenuhnya diselesaikan pada tahun 2009 sesuai ketentuan yang berlaku.
BCA juga membantah klaim bahwa pembelian 51% saham didasari nilai pasar Rp 117 triliun, menjelaskan bahwa angka tersebut adalah total aset, sementara nilai pasar BCA saat proses penempatan strategis adalah sekitar Rp 10 triliun. Alam Wangsawijaya menegaskan bahwa akuisisi 51% saham oleh konsorsium FarIndo mencerminkan kondisi pasar yang objektif dan seluruh proses tender oleh BPPN dilaksanakan secara transparan. Isu ini menyebabkan saham BCA (BBCA) mengalami koreksi dalam beberapa hari terakhir.