
MNCDUIT.COM JAKARTA. Kinerja cemerlang mewarnai mayoritas indeks saham syariah hingga penutupan perdagangan Senin (28 Juli 2025). Bahkan, laju pertumbuhannya berhasil melampaui Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa IHSG telah mencatatkan penguatan sebesar 7,55% sejak awal tahun. Sementara itu, Indonesia Sharia Stock Index (ISSI) melesat lebih tinggi dengan pertumbuhan mencapai 17,82% (Year-to-Date/YtD).
Indeks syariah lainnya pun tak ketinggalan mencatatkan performa positif. IDX-MES BUMN 17 misalnya, mengalami kenaikan sebesar 13,32%, diikuti Jakarta Islamic Index (JII) yang menguat 9,91%, Jakarta Islamic Index 70 naik 7,91%, dan IDX Sharia Growth tumbuh 2,24%.
Alhamdulillah, Investor Saham Syariah Tumbuh 9,7%, Lampaui Capaian Tahun 2024
Kabar baik tak hanya datang dari sisi indeks. Kepala Divisi Pasar Modal Syariah BEI, Irwan Abdalloh, mengungkapkan bahwa jumlah investor saham syariah tumbuh signifikan sebesar 9,7% (YtD) hingga Juni 2025, mencapai angka 185.766 investor. Pencapaian ini berhasil melampaui total investor saham syariah sepanjang tahun 2024 yang tercatat sebanyak 169.397 investor.
Jumlah investor saham syariah ini berkontribusi sebesar 2,6% terhadap total investor saham di Indonesia yang mencapai 7,16 juta investor. Dari total investor syariah tersebut, terdapat 16.369 investor yang aktif melakukan transaksi.
Sepanjang Januari hingga Juni 2025, investor aktif ini mencatatkan nilai transaksi sebesar Rp 3,3 triliun, dengan frekuensi mencapai 972.000 kali transaksi dan volume transaksi sebanyak 7,3 miliar saham.
Equity Research Analyst Panin Sekuritas, Felix Darmawan, menjelaskan bahwa wajar jika indeks syariah mencatatkan kenaikan lebih tinggi dibandingkan IHSG. Hal ini disebabkan karena banyak saham dalam indeks syariah berasal dari sektor konsumer, energi, dan komoditas yang tengah menikmati momentum positif tahun ini.
Waspada, Penguatan IHSG Masih Rawan
Felix mencontohkan, saham-saham seperti PT Barito Pacific Tbk (BRPT) yang termasuk dalam indeks ISSI dan JII memberikan kontribusi signifikan terhadap kinerja indeks. Dalam sebulan terakhir, saham BRPT telah melonjak 14,34%, dan bahkan 170,65% sejak awal tahun.
Selain BRPT, Felix juga menyoroti saham PT Alamtri Resources Indonesia (ADRO) dan PT United Tractors Tbk (UNTR). Saham ADRO tercatat naik 8,38% dalam sebulan terakhir, meskipun terkoreksi 20,37% sejak awal tahun. Sementara itu, saham UNTR terkoreksi 9,90% YtD, namun menguat 14,45% dalam sebulan terakhir.
“Indeks syariah juga memiliki eksposur yang lebih rendah terhadap saham perbankan konvensional yang sempat tertahan akibat aksi jual bersih (net sell) asing dan tekanan margin akibat tren suku bunga tinggi sebelumnya,” jelas Felix kepada Kontan, Senin (28/7).
Memang, saham-saham bank dengan kapitalisasi pasar jumbo yang memiliki bobot besar pada IHSG cenderung mengalami pelemahan sejak awal tahun 2025. Koreksi terbesar dialami oleh saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar 17,54% Ytd, diikuti oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar 11,89%.
Saham Emiten Konglomerasi Menopang Laju Indeks Kompas100
Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga tercatat minus 3,43% YtD, serta PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar 3,22% YtD.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, menambahkan bahwa emiten yang masuk dalam indeks saham syariah telah melalui proses kurasi yang ketat berdasarkan POJK Nomor 35 Tahun 2017.
Regulasi tersebut mengatur bahwa emiten yang memenuhi syarat untuk masuk indeks syariah harus memiliki total utang berbasis bunga terhadap total aset maksimal 45%. Pendapatan nonhalal terhadap total pendapatan juga dibatasi maksimal 10%.
Bahkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperketat seleksi saham syariah dengan menerbitkan POJK Nomor 8 Tahun 2025 yang akan menurunkan kedua rasio tersebut secara bertahap mulai tahun 2026, dari 45% menjadi 33% dan dari 10% menjadi 5%.
“Dengan demikian, performa indeks saham syariah tentu akan jauh lebih baik karena ada rasio keuangan yang diperhatikan. Hal ini berbeda dengan IHSG yang merupakan kumpulan semua saham secara umum, tanpa klasifikasi tertentu,” jelas Nico.
Rekap Kinerja Indeks-Indeks Saham ASEAN 21-25 Juli dan Proyeksi Sepekan ke Depan
Ke depan, Felix memperkirakan sejumlah sentimen positif berpotensi mendorong kinerja indeks saham syariah, di antaranya stabilitas harga batu bara dan minyak kelapa sawit yang cenderung meningkat.
Selain itu, ia juga melihat bahwa konsumsi masyarakat kelas menengah bawah masih cukup kuat, ditambah dengan tren keuangan syariah yang semakin berkembang seiring dengan meningkatnya minat investor ritel terhadap saham-saham halal.
Namun, Felix juga mewanti-wanti adanya sentimen negatif yang dapat mempengaruhi pergerakan indeks saham syariah, seperti fluktuasi harga komoditas global, potensi aksi ambil untung (profit taking), dan potensi koreksi tajam di IHSG secara keseluruhan.
Jika momentum positif ini terus berlanjut, Felix memproyeksikan ISSI dapat tumbuh 18–20% YtD hingga akhir tahun, terutama jika saham-saham komoditas dan konsumer syariah terus menguat.
“Namun, jika terjadi koreksi global atau dari AS (Amerika Serikat), pertumbuhannya bisa tertahan di kisaran 14-15% YtD saja. Proyeksi ini tentu fleksibel tergantung perkembangan makroekonomi dan arus dana asing,” imbuh Felix.
Laju IHSG Ditopang Sejumlah Sentimen, Cek Rekomendasi Hari Ini, Jumat (25/7)
Saat ini, Nico merekomendasikan investor untuk mencermati saham-saham syariah berikut ini:
Indeks saham syariah mencatatkan kinerja yang lebih baik dibandingkan IHSG hingga akhir Juli 2025, dengan ISSI tumbuh 17,82% YtD. Pertumbuhan ini didorong oleh saham-saham dari sektor konsumer, energi, dan komoditas. Jumlah investor saham syariah juga meningkat signifikan, melampaui total investor sepanjang tahun 2024.
Analis merekomendasikan beberapa saham syariah untuk dicermati, seperti ACES, AADI, BRIS, dan BSDE. Meskipun prospek positif, investor perlu mewaspadai sentimen negatif seperti fluktuasi harga komoditas global dan potensi koreksi di IHSG. Proyeksi pertumbuhan ISSI hingga akhir tahun bervariasi tergantung kondisi makroekonomi dan arus dana asing.