
MNCDUIT.COM JAKARTA. Pasar alat kesehatan (alkes) Tanah Air bersiap menyambut gelombang produk dari Amerika Serikat (AS), menyusul tercapainya kesepakatan tarif dagang strategis antara AS dan Indonesia. Perjanjian ini dipercaya akan membanjiri pasar domestik dengan berbagai inovasi alkes dari Negeri Paman Sam.
Berdasarkan informasi yang dirilis oleh Gedung Putih pada Selasa (22/7/2025), salah satu poin krusial dalam kesepakatan tersebut adalah pembebasan kewajiban pelabelan dan sertifikasi bagi produk alkes AS saat memasuki pasar Indonesia. Ini berarti, produk yang telah mengantongi sertifikat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) serta izin edar awal untuk alat medis dan produk farmasi akan mendapatkan kemudahan akses. Selain itu, beberapa kewajiban pelabelan akan dihapus, dan ekspor kosmetik, alat kesehatan, serta produk manufaktur lainnya akan dibebaskan dari sejumlah persyaratan tertentu yang sebelumnya berlaku.
Menanggapi potensi serbuan alkes impor ini, Head of Corporate External Communication PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), Hari Nugroho, menegaskan komitmen perusahaannya untuk memperkuat kapabilitas produksi lokal. Strategi utama KLBF adalah membangun kolaborasi strategis dengan perusahaan multinasional, guna memastikan daya saing produk dalam negeri.
Kolaborasi konkret Kalbe Farma terwujud melalui transfer teknologi dengan GE Healthcare, anak perusahaan General Electric (GE) yang berfokus pada teknologi dan layanan kesehatan. Kemitraan ini mencakup proyek pembangunan pabrik CT-Scan pertama di Indonesia, dengan target ambisius memproduksi sebanyak 306 unit hingga tahun 2027. “Inisiatif ini kami lakukan untuk menghasilkan kualitas produk yang mampu bersaing dengan alkes impor yang sudah eksisting saat ini,” jelas Hari kepada Kontan pada Jumat (25/7).
Produksi alkes lokal ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik, baik untuk konsumen swasta maupun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada produk impor.
Kinerja keuangan KLBF menunjukkan tren positif yang solid. Berdasarkan laporan keuangan kuartal I 2025 yang dirilis Rabu (30/4), Kalbe Farma berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 1,11 triliun, tumbuh signifikan 12,5% secara tahunan (YoY) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 987,57 miliar.
Penjualan bersih perusahaan, yang meliputi obat resep, produk kesehatan, nutrisi, serta distribusi dan logistik, juga tercatat meningkat menjadi Rp 8,84 triliun. Angka ini menunjukkan pertumbuhan 5,8% YoY dari Rp 8,36 triliun pada kuartal I 2024. Secara spesifik, penjualan produk kesehatan domestik KLBF mengalami kenaikan 6,06% YoY mencapai Rp 1,15 triliun, dari sebelumnya Rp 1,08 triliun. Sementara itu, ekspor produk kesehatan menunjukkan lonjakan impresif 29,19% YoY, dari Rp 162,31 miliar menjadi Rp 209,68 miliar.
Sektor distribusi dan logistik domestik KLBF juga mencatatkan pertumbuhan 3,20% YoY, mencapai Rp 2,86 triliun dari Rp 2,77 triliun di kuartal I 2024. Yang paling mencolok, distribusi dan logistik ekspor perusahaan melesat drastis 761,30% YoY, mencapai Rp 16,33 miliar dari hanya Rp 1,89 miliar pada periode yang sama tahun 2024.
Hari Nugroho lebih lanjut menegaskan bahwa ke depan, proses registrasi produk ke e-catalog pemerintah akan tetap memprioritaskan pemenuhan syarat minimum Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Ini sangat vital, mengingat e-catalog merupakan jalur belanja utama bagi rumah sakit pemerintah dan fasilitas BPJS. Produk dengan TKDN rendah berisiko tinggi ditolak untuk masuk ke pasar Tanah Air.
Menatap prospek bisnis ke depan, Kalbe Farma (KLBF) mempertahankan proyeksi pertumbuhan penjualan dan laba bersih di kisaran 8-10%. Optimisme ini juga diamini oleh Head of Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia Suryanata. Menurut Liza, KLBF memiliki peluang besar untuk tetap bertahan dan bahkan unggul di tengah persaingan yang ketat, berkat kerja sama strategisnya dengan GE Healthcare.
Selain itu, fokus KLBF pada alat diagnostik berukuran besar menjadi keunggulan lain, mengingat segmen ini menawarkan margin keuntungan yang tebal dan masa pakai produk yang tahan lama. “Dengan nilai TKDN lebih dari 40%, produk KLBF sangat layak untuk masuk e-catalog dan mampu bersaing dalam tender di rumah sakit pemerintah,” pungkas Liza, memperkuat keyakinan terhadap posisi strategis perusahaan di pasar alkes Indonesia.
Pasar alat kesehatan di Indonesia akan dibanjiri produk impor dari AS menyusul kesepakatan dagang baru yang mempermudah akses sertifikasi dan pelabelan. Menanggapi potensi serbuan ini, PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) berkomitmen memperkuat produksi lokal melalui kolaborasi strategis. Perusahaan ini bekerja sama dengan GE Healthcare untuk membangun pabrik CT-Scan pertama di Indonesia, menargetkan produksi 306 unit hingga 2027 guna memenuhi kebutuhan domestik dan bersaing dengan impor.
Kinerja keuangan KLBF pada kuartal I 2025 menunjukkan laba bersih dan penjualan bersih yang positif secara tahunan. Kalbe Farma juga memprioritaskan pemenuhan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimum untuk pendaftaran produk ke e-catalog pemerintah, yang krusial bagi rumah sakit dan BPJS. Dengan strategi ini, KLBF optimistis dapat mempertahankan proyeksi pertumbuhan penjualan dan laba bersih di kisaran 8-10% di tengah persaingan ketat.