
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pergerakan menarik tengah terjadi di pasar modal Indonesia. Sederet pengendali dari perusahaan-perusahaan terkemuka yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali menambah kepemilikan saham di perusahaan mereka masing-masing. Fenomena “borong saham” ini turut melibatkan sosok sentral, orang terkaya di Indonesia, Prajogo Pangestu. Aksi korporasi ini tentu memunculkan pertanyaan besar bagi investor ritel: apakah ini saatnya untuk ikut membeli atau justru menjual?
Prajogo Pangestu, berdasarkan data Real Time Billionaires List per Jumat (18/7/2025), mengukuhkan posisinya sebagai orang terkaya di Indonesia dengan total kekayaan fantastis mencapai US$ 33,6 miliar, setara dengan sekitar Rp 547,68 triliun (dengan kurs Rp 16.300 per dolar AS). Kekayaannya melonjak signifikan sebesar US$ 5,8 miliar dibandingkan posisi akhir pekan lalu yang tercatat US$ 27,8 miliar.
Dengan peningkatan tersebut, Prajogo Pangestu berhasil melampaui kekayaan taipan batubara Low Tuck Kwong, yang kini berada di peringkat kedua orang terkaya Indonesia dengan total harta US$ 26,4 miliar (sekitar Rp 430,32 triliun). Salah satu pilar utama kekayaan Prajogo Pangestu adalah deretan perusahaan yang dimilikinya, termasuk PT Barito Pacific Tbk (BRPT). Belum lama ini, taipan tersebut melakukan pembelian 3 juta saham BRPT, menggelontorkan dana sebesar Rp 23,83 miliar dalam transaksi tersebut.
Tak hanya Prajogo Pangestu, langkah serupa juga terlihat di berbagai emiten lain. PT Cakra Bhakti Para Putra, selaku pengendali PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP), diketahui menambah kepemilikan sahamnya sebanyak 1,13 juta lembar. Di sektor lain, PT Abadi Kreasi Unggul Nusantara, pengendali PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET), tercatat memborong 19,8 juta saham.
Aksi ekspansi kepemilikan saham juga diikuti oleh pengendali PT Xolare RCR Energy Tbk (SOLA) dengan penambahan 3,2 juta saham, serta pengendali PT Hillcon Tbk (HILL) yang memperbesar porsi kepemilikannya sebanyak 10,8 juta saham. Pengendali PT Era Media Sejahtera Tbk (DOOH) pun tak ketinggalan, melakukan aksi serupa dengan mengakuisisi 105,53 juta saham.
Menanggapi aksi ini, Direktur Utama PT Era Media Sejahtera Tbk (DOOH), Vicktor Aritonang, menjelaskan bahwa penambahan kepemilikan tersebut adalah bagian dari strategi jangka panjang perusahaan. Tujuannya adalah untuk memperkuat struktur kepemilikan dan meningkatkan kontrol terhadap operasional bisnis. “Penambahan kepemilikan ini mencerminkan komitmen perusahaan untuk terus mendorong pertumbuhan DOOH secara berkelanjutan,” tegas Vicktor dalam keterangan tertulisnya, Selasa (22/7).
Vicktor juga optimistis bahwa prospek bisnis media luar ruang digital masih sangat menjanjikan di masa mendatang. Penguatan kontrol ini diyakininya akan mempermudah eksekusi strategi ekspansi yang telah dirancang untuk menangkap potensi pertumbuhan pasar.
Rekomendasi Saham
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis Setyo Wibowo, memberikan pandangannya terkait dampak bervariasi dari aksi borong saham ini. Ia mencermati pergerakan harga saham pasca-aksi tersebut. Harga saham BRPT pada penutupan perdagangan Kamis, 24 Juli 2025, berada di level 2.220, naik 10 poin atau 0,45% dibandingkan hari sebelumnya. Sementara itu, harga saham INET pada periode yang sama mencapai 306, melonjak 12 poin atau 4,08% secara harian, dan secara akumulatif selama lima hari terakhir, saham INET telah menguat 60 poin atau 24,39%. Untuk saham HILL, harganya ditutup di level 258, naik 32 poin atau 14,16% dibandingkan sehari sebelumnya, dengan kenaikan akumulatif 30 poin atau 13,16% dalam lima hari perdagangan terakhir.
Dari sudut pandang kinerja, Azis menilai bahwa emiten-emiten yang bergerak di sektor infrastruktur jaringan masih menunjukkan prospek yang cerah. Hal ini didorong oleh potensi pertumbuhan melalui ekspansi jaringan yang masif serta dukungan kuat dari program pemerataan akses di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Namun, Azis memberikan catatan penting: “Tapi, mengingat harga yang sudah naik tinggi seperti INET, kami menyarankan untuk wait and see mencari momentum dalam entry,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (22/7).
Strategi wait and see ini, menurut Azis, sangat penting untuk mengurangi risiko masuk pada puncak harga saham. Dengan demikian, investor ritel dapat lebih cermat dalam menentukan titik masuk, sambil tetap berpotensi menangkap pertumbuhan jangka menengah yang diharapkan seiring dengan realisasi proyek-proyek ekspansi yang sedang berjalan.
Fenomena peningkatan kepemilikan saham oleh pengendali perusahaan, termasuk orang terkaya Prajogo Pangestu, menarik perhatian pasar modal Indonesia. Prajogo Pangestu, dengan kekayaan US$ 33,6 miliar, membeli 3 juta saham PT Barito Pacific Tbk (BRPT) senilai Rp 23,83 miliar. Aksi ini memicu pertanyaan bagi investor ritel mengenai langkah investasi yang tepat.
Langkah serupa juga diikuti pengendali emiten lain seperti ISSP, INET, SOLA, HILL, dan DOOH, dengan alasan memperkuat struktur kepemilikan dan mendorong pertumbuhan. Analis mencatat dampak bervariasi pada harga saham, dengan beberapa seperti INET dan HILL mengalami kenaikan signifikan. Meskipun prospek sektor infrastruktur jaringan cerah, disarankan strategi “wait and see” untuk saham yang harganya sudah melonjak tinggi guna menghindari risiko.