Transfer Data WNI ke AS: DEN Ungkap Fakta UU PDP

Isu mengenai transfer data pribadi warga negara Indonesia (WNI) ke Amerika Serikat (AS) telah diluruskan oleh Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mari Elka Pangestu. Ia menegaskan bahwa tidak ada permintaan khusus dari Presiden AS Donald Trump yang menyimpang dari ketentuan hukum Indonesia. Mari Elka menekankan, yang diminta oleh Pemerintah AS bukanlah pengecualian dari hukum perlindungan data pribadi Indonesia yang berlaku. Sebaliknya, permintaan AS berpusat pada kepastian mekanisme dan prosedur yang mengatur kebolehan transfer data pribadi WNI ke luar negeri.

Dalam konteks ini, Mari Elka menjelaskan bahwa Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) di Indonesia, secara fundamental, telah memperbolehkan transfer data pribadi lintas negara, termasuk ke Amerika Serikat, asalkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Prinsip ini selaras dengan praktik dan standar global, seperti General Data Protection Regulation (GDPR) di Uni Eropa. Ia menambahkan, baik melalui negosiasi ataupun tidak, hukum Indonesia dan praktik global memang membuka ruang bagi perpindahan data pribadi antarnegara, selama ketentuan yang ada dipatuhi.

Permintaan ‘kepastian’ dari AS tersebut pada intinya merujuk pada kebutuhan akan prosedur yang transparan dan terukur untuk transfer data. Prosedur ini sedang dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari UU PDP, yang kini berada pada tahap finalisasi. Mari Elka kembali menegaskan bahwa tidak ada penyerahan data pribadi dari Pemerintah Indonesia kepada pihak asing mana pun. Amerika Serikat juga tidak menuntut pengecualian terhadap regulasi perlindungan data pribadi yang berlaku di Indonesia.

Senada dengan Mari Elka, Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid juga memberikan penegasan. Ia menyatakan bahwa kesepakatan yang dicapai dengan AS justru bertujuan untuk menciptakan pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara. Menurut Meutya, kesepakatan ini justru akan berfungsi sebagai dasar legal untuk perlindungan data pribadi WNI saat mereka menggunakan berbagai layanan digital yang disediakan oleh perusahaan berbasis di AS, seperti mesin pencari, media sosial, layanan cloud, dan platform e-commerce.

Prinsip utama yang dipegang teguh dalam tata kelola ini adalah tata kelola data yang baik, perlindungan hak individu, dan kedaulatan hukum nasional. Bahkan, Gedung Putih sendiri telah mengakui bahwa ini dilakukan dengan ‘adequate data protection under Indonesia’s law’ (perlindungan data yang memadai di bawah hukum Indonesia). Lebih lanjut, Meutya Hafid menjelaskan bahwa transfer data pribadi WNI lintas negara diperbolehkan untuk tujuan yang sah, terbatas, dan dapat dibenarkan secara hukum.

Contoh konkret dari aktivitas perpindahan data yang sah meliputi penggunaan mesin pencari seperti Google dan Bing, penyimpanan data melalui layanan cloud computing, komunikasi digital melalui platform media sosial seperti WhatsApp, Facebook, dan Instagram, pemrosesan transaksi melalui platform e-commerce, serta untuk keperluan riset dan inovasi digital. Seluruh proses transfer data antarnegara ini tetap berada di bawah pengawasan ketat otoritas Indonesia, berlandaskan prinsip kehati-hatian dan ketentuan hukum nasional. Landasan hukum yang dimaksud adalah UU PDP dan PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, yang secara eksplisit mengatur mekanisme serta prasyarat pengiriman data pribadi ke luar wilayah Indonesia.

Meutya Hafid menegaskan bahwa Pemerintah berkomitmen memastikan transfer data ke Amerika Serikat tidak dilakukan secara sembarangan. Sebaliknya, seluruh proses dijalankan dalam kerangka ‘secure and reliable data governance’ (tata kelola data yang aman dan andal), tanpa sedikit pun mengorbankan hak-hak warga negara. Ia menambahkan, dengan tata kelola yang transparan dan akuntabel, Indonesia akan terus berpartisipasi aktif dalam dinamika ekonomi digital global, sembari tetap menjaga kedaulatan penuh dalam pengawasan dan penegakan hukum atas data pribadi warganya. Menteri Komdigi juga menekankan bahwa transfer data antarnegara adalah praktik global yang lazim, terutama dalam konteks tata kelola data digital. Negara-negara maju seperti anggota G7—Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Jerman, Prancis, Italia, dan Britania Raya—telah lama mengadopsi mekanisme transfer data lintas-batas yang aman dan andal.

Ringkasan

Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mari Elka Pangestu, meluruskan isu transfer data pribadi WNI ke AS, menegaskan tidak ada permintaan khusus dari Presiden AS yang menyimpang dari hukum Indonesia. Permintaan AS berpusat pada kepastian mekanisme dan prosedur transfer data pribadi WNI ke luar negeri. Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) Indonesia secara fundamental telah memperbolehkan transfer data pribadi lintas negara, termasuk ke AS, asalkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Prosedur yang transparan dan terukur ini sedang dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah sebagai aturan turunan UU PDP.

Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menegaskan kesepakatan dengan AS bertujuan menciptakan pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur untuk tata kelola data pribadi lintas negara. Ini berfungsi sebagai dasar legal perlindungan data WNI saat menggunakan layanan digital berbasis di AS. Transfer data pribadi WNI diperbolehkan untuk tujuan sah dan terbatas, serta berada di bawah pengawasan ketat otoritas Indonesia. Pemerintah berkomitmen memastikan transfer data dilakukan dalam kerangka tata kelola data yang aman dan andal, mengingat praktik ini lazim secara global.

You might also like