
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Dalam beberapa waktu terakhir, sejumlah emiten dari berbagai sektor terpantau aktif melakukan ekspansi melalui jalur akuisisi.
Salah satu aksi terbaru datang dari PT Prodia Widyahusada Tbk (PRDA) yang mengakuisisi 30% saham PT Prodia StemCell Indonesia (ProSTEM), perusahaan yang bergerak di bidang bioteknologi. Dalam aksi ini, Prodia mengakuisisi sebanyak 69.512 lembar saham dengan total nilai akuisisi Rp 33 miliar.
Di sisi lain, PT Garuda Metalindo Tbk (BOLT) juga melakukan akuisisi 60% saham PT Garuda Metal Utama (GMU) senilai Rp 150 miliar.
Sementara itu, PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) mengumumkan telah menandatangani perjanjian akuisisi Fortuna International (Barbados) dari Repsol E&P, S.à.r.l. dengan nilai transaksi sebesar US$ 425 juta. Transaksi ini diharapkan dapat selesai pada kuartal III-2025.
Tak ketinggalan, perusahaan patungan antara PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) dan Glencore bernama Aster Chemicals juga menyepakati akuisisi 50% saham PCS Pte. Ltd, yang mengelola Condensate Splitter Unit (CSU) beserta aset terkait di Pulau Jurong, Singapura.
Investor Memburu Saham IPO, IHSG Terkoreksi Pekan Ini
Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, menilai bahwa ekspansi emiten melalui strategi akuisisi merupakan langkah strategis yang menarik. Pasalnya, secara operasional, perusahaan yang diakuisisi sudah berjalan sehingga tidak perlu memulai dari nol.
Strategi ini juga dapat menjadi cara untuk masuk ke lini bisnis baru yang sebelumnya belum digarap oleh perusahaan, karena entitas yang diakuisisi sudah terbiasa menjalankan operasionalnya.
“Tapi biasanya ekspansi lewat akuisisi ini punya biaya yang lebih tinggi daripada membangun bisnis sendiri dari awal. Selain itu pihak yang mengakuisisi juga harus menanggung kondisi keuangan perusahaan yang diakuisisi,” kata Wafi kepada Kontan, Rabu (2/7).
Bagi investor, Wafi mengingatkan pentingnya mencermati prospek bisnis perusahaan yang diakuisisi, terutama bila terdapat potensi sinergi dengan bisnis utama induk. Jika tidak ada kesesuaian atau justru bertolak belakang, investor disarankan untuk lebih berhati-hati.
“Rata-rata emiten seperti PRDA, BOLD, MEDC dan TPIA masih bersinergi dengan bisnis intinya. Jadi positif untuk jangka panjang,” tambah Wafi.
Sementara itu, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan menerangkan prospek emiten-emiten yang ekspansif melalui aksi akuisisi saat ini patut mendapatkan perhatian khusus. Sebab, aksi korporasi ini mencerminkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut memiliki struktur keuangan yang relatif sehat dan sedang berada dalam fase pertumbuhan yang agresif.
“Akuisisi menjadi strategi utama untuk memperluas pasar, mendiversifikasi sumber pendapatan, hingga meningkatkan efisiensi operasional,” ucap Ekky kepada Kontan, Rabu (2/7).
Ada 8 Saham IPO Bisa Dibeli Awal Juli 2025, Ini Cara Investasi Saham lewat e-IPO
Selama akuisisi dilakukan secara selektif dan sinerginya dijalankan dengan baik, dampaknya terhadap pertumbuhan jangka menengah hingga panjang sangat positif.
Beberapa emiten yang paling menonjol dalam hal ini antara lain MEDC Dan PRDA. Menurutnya, MEDC menarik karena akuisisinya terhadap Fortuna dari Repsol menambah portofolio migas internasional mereka. Ini bukan hanya memperbesar aset hulu, tapi juga memberikan eksposur tambahan terhadap cadangan minyak di luar Indonesia, yang dalam jangka panjang akan memperkuat basis pendapatan berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS).
Di sisi lain, PRDA mengambil langkah strategis memasuki sektor bioteknologi dan regenerative medicine melalui akuisisi ProSTEM. Meskipun kontribusi jangka pendeknya mungkin belum besar, tetapi langkah ini membuka potensi pertumbuhan baru seiring berkembangnya pasar biotek di Indonesia dan regional.
Terkait potensi dampak ke top line dan bottom line, akuisisi pada dasarnya memang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan keduanya. Jika aset yang diakuisisi telah beroperasi dan menghasilkan laba, maka akuisisi dapat langsung meningkatkan pendapatan dan laba bersih konsolidasian.
Namun, kuncinya ada pada efektivitas integrasi. Sebagai contoh, MEDC berpeluang langsung mencatatkan tambahan pendapatan dari produksi blok baru. Sementara PRDA mungkin belum mencatat peningkatan laba signifikan dalam waktu dekat, tetapi secara valuasi jangka panjang bisa sangat menjanjikan, terutama bila inovasi dan pengembangan bisnis bioteknologi terus tumbuh.
MEDC Chart by TradingView
Dari sisi rekomendasi, Ekky berpendapat MEDC layak dipertimbangkan dengan strategi buy on weakness di area Rp 1.100-Rp 1.200 dengan target jangka menengah di kisaran Rp 1.500–Rp 1.600, seiring ekspektasi meningkatnya produksi migas.
Sementara, PRDA dapat diakumulasi oleh investor jangka panjang yang memiliki keyakinan pada sektor kesehatan modern dan bioteknologi, dengan target kembali ke Rp 3.400-Rp 3.500.
Adapun Wafi merekomendasikan untuk melirik saham MEDC, TPIA, PRDA dan BOLT di harga masing-masing Rp 1.500, Rp 10.500, Rp 3.000 dan Rp 1.400 per saham.